Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jakarta Peringkat 31 Kota Termacet, Pantaskah Anies Berbangga?

10 Februari 2021   11:29 Diperbarui: 10 Februari 2021   11:45 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikutip dari laman Tempo.com. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memamerkan perkembangan Ibu Kota selama ia memimpin saat berbicara pada Hari Pers Nasional di Istana Negara hari ini, Selasa, 9 Februari 2021.

Anies mengatakan Pemprov DKI Jakarta secara perlahan memperbaiki Ibu Kota melalui pembangunan. Anies mengungkapkan, salah satu hasilnya adalah soal kemacetan di Jakarta. Pada 2020, kata dia, Jakarta berada pada peringkat 31 dalam survei kota termacet di dunia. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana Jakarta selalu berada pada peringkat 10 besar.

Informasi yang juga dipublikasi oleh media lain pun sontak menjadi perhatian warganet. Tak sedikit yang berkomentar alasan mengapa Jakarta sampai turun menjadi peringkat 31 kota termacet dilatarbelakangi oleh pandemi Covid-19 yang berlangsung di tahun 2020.

Lantas apakah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan layak berbangga diri atas pencapaian yang ia kemukakan tersebut?

Tentu perlu kita bersama telaah lebih lanjut secara berimbang dari persepsi baik versi warganet dan Anies Baswedan menyangkut data yang menyatakan Jakarta kini di peringkat 31 kota termacet di dunia.

Bahwa bersamaan dengan apa yang dikemukakan oleh Anies saat berbicara memperingati Hari Pers Nasional, ia pun menyampaikan informasi mengenai adanya perbaikan peringkat terhadap kota Jakarta dari tahun 2017 hingga tahun 2019.

Penulis kutip, Anies mengatakan bahwa index memang terus membaik. Pada tahun 2017, Jakarta berada pada peringkat 4 kota termacet di dunia dengan tingkat kemacetan 61 persen.

Setahun setelahnya, pada 2018, peringkat kemacetan DKI Jakarta turun menjadi nomor 7. Saat itu, persentase kemacetan Ibu Kota tercatat sebesar 53 persen. Pada 2019, TomTom Traffic Index mencatat kemacetan di Jakarta masih sama dengan setahun sebelumnya, yaitu 53 persen. Namun, saat itu peringkat Jakarta turun menjadi nomor 10 kota termacet di dunia. - Tempo.com

Anda boleh saja berasumsi, tetapi fakta data yang dirangkum oleh Tomtom Traffic Index mengatakan demikian adanya.

Anda mungkin juga bertanya-tanya, apa sih itu Tomtom Traffic Index? 

Tomtom merupakan sebuah perusahan teknologi bidang navigasi transportasi asal Belanda dimana setiap tahunnya mereka meliris data untuk membantu pengemudi, kota, maupun perencana transportasi agar dapat memahami tren kemacetan lalu lintas disuatu wilayah dengan harapan data tersebut dapat basis implementasi untuk mengurangi tingkat kemacetan secara global.

Bahwa Jakarta di tahun 2020 di peringkat 31 memang tidak bisa disanggah, akan tetapi yang menjadi pertanyaan ialah apakah Anies dalam cakupannya Pemprov DKI punya andil atas penurunan kemacetan di Jakarta?

Terlepas Anda suka atau tidak suka kepada sosok Anies Baswedan, maka jawabannya ya ada. Adanya penurunan peringkat kota termacet dari tahun 2017 sampai dengan 2020 sudah pasti sedikitnya Pemprov DKI punya andil atasnya, apakah itu dari pembangunan jalan, penataan tata kota, hingga kebijakan yang memang kesemua itu menjadi kewenangan mereka.

Menyangkut pandangan warganet bahwa penurunan peringkat tersebut dilatarbelakangi oleh pandemi Covid-19 pun Penulis menilai bahwa apa yang warganet kemukakan juga tidak salah.

Kembali kepada data yang menunjukkan penurunan secara signifikan tingkat kemacetan dimana Jakarta beralih dari peringkat 10 di tahun 2019 menjadi ke 31 di tahun 2020 tentu dilandasi oleh sebab. Adanya pandemi Covid-19 yang mendorong kebijakan pembatasan sosial, Work From Home, Pembelajaran Jarak Jauh, hal tersebut memang berimbas kepada jalan di Jakarta lebih lenggang.

Nah sekarang, dengan fakta yang ada lantas apakah kita bisa berpuas diri? Apakah cukup dengan peringkat 31? Apakah cukup dengan angka dan statistik saja? Apakah tidak ada lagi yang perlu dibenahi di Ibukota? Apakah dengan begitu masalah kemacetan di Jakarta tutup buku?

Kiranya tidak. Dengan intesitas kenaikan jumlah populasi penduduk serta pertumbuhan kendaraan bermotor setiap tahunnya bahwa adanya penurunan predikat kota termacet ini tetap memerlukan perhatian secara berkelanjutan khususnya bagi Pemprov DKI.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun