Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tak Ada yang Salah TNI Menurunkan Baliho

20 November 2020   16:26 Diperbarui: 20 November 2020   16:34 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ada berbaju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq, itu perintah saya".

Begitulah petikan pernyataan tegas Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta (Pangdam Jaya) Mayjen TNI Dudung Abdurachman ketika dikonfirmasi wartawan tentang video viral prajurit TNI mencopot spanduk dan baliho pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab seperti dikutip dari laman Kompas.com.

Pangdam Jaya itu pun menegaskan, "Ini negara negara hukum, harus taat kepada hukum. Kalau pasang baliho itu sudah jelas ada aturannya, ada bayar pajaknya, tempatnya sudah ditentukan. Jangan seenaknya sendiri, seakan-akan dia paling benar, enggak ada itu".

Sontak pasca peristiwa penurunan baliho HRS oleh TNI ini menyita perhatian publik dan bertanya-tanya ada apa gerangan yang terjadi, mengapa TNI harus sampai turun tangan kepada sesuatu hal yang bukan ranahnya (penertiban)?

Sebelum Anda-anda berpikiran buruk maka untuk lebih jelasnya, Penulis coba terangkan. Seperti kita ketahui dalam konteks penertiban baliho atau atribut yang kiranya menyalahi aturan maupun mengganggu kegiatan masyarakat adalah wewenang Pemprov DKI Jakarta sebagaimana diatur pada Perda Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Reklame.

Dalam Bab 6 pasal 18 mengenai Perizinan dikatakan demikian Penyelenggara Reklame/Biro Reklame dan Pemilik Reklame produk wajib terlebih dulu mendapatkan izin Penyelenggaraan Reklame dariGubernur atau pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur untuk setiap Penyelenggaraan Reklame pada sarana dan prasarana kota, dan diluar sarana dan prasarana kota.

Maka yang menjadi pertanyaan apakah baliho dari pihak HRS telah mengantongi izin? Lalu kenapa harus TNI turun tangan, namun menurut Penulis yang menjadi inti pokoknya yaitu andaikan melanggar mengapa pihak Pemprov DKI tidak segera bertindak? 

Hal ini pun menurut Penulis bisa diselesaikan secara bijak, bilamana pihak HRS mengupayakan meminta izin terlebih dahulu kepada Pemprov DKI, maka dengan begitu tidak ada lagi intrik mengenai kisruh baliho ini.

Kemudian dalam proses upaya penertiban jajaran Pemprov DKI dapat mengikutsertakan aparat Polri-TNI. Contoh kecil seperti penertiban protokol kesehatan pada hari Minggu di Sudirman-Thamrin. 

Hal itu sah-sah saja dan memang diperbolehkan karena dibalik tugas dan fungsi Polri-TNI dalam melindungi negara dari ancaman keamanan dari internal maupun eksternal, Polri-TNI juga berfungsi untuk mengayomi warga.

Diluar konteks baliho, dari pengamatan Penulis melihat momentum ini juga kepada bentuk pernyataan sikap dari TNI kepada pihak-pihak yang kiranya berpotensi mengancam keamanan dan keutuhan bangsa Indonesia.

Hal ini kiranya bukanlah suatu kabar baru, bahwasanya di masyarakat beredar akan isu kalau pemerintah sentimen terhadap Islam, sebagai contoh isu prihal Komunis dan kriminalisasi ulama. Isu ini telah merebak semenjak kontestasi Pilpres 2019 dan santar terdengar kembali.

Poin yang ingin Penulis sampaikan bahwa di luar sana tak sedikit pihak yang berusaha mencoba-coba menggerakkan masyarakat melalui isu ngawur tersebut. Siapakah mereka, kiranya itu menjadi wewenang negara untuk menelusurinya.

Lantas apakah baliho HRS dapat berpotensi menggerakkan masyarakat khususnya umat Muslim melawan pemerintah? Penulis katakan kenapa tidak?

Logis saja, HRS bagi simpatisannya adalah sosok yang dihormati dan disegani serta memiliki banyak pengikut. Coba saja pikirkan bilamana ada pihak tidak bertanggungjawab atau oknum menyusup diantara simpatisan kemudian memprovokasi dan berupaya menggerakkan pengikut HRS bahwa pemerintah benci kepada idolanya tersebut maka hal itu dapat mengancam stabilitas keamanan. 

Oleh karena itu wajar bilamana apakah Polri-TNI turun tangan sebagai representasi pemerintah dalam melindungi warganya. Jangan kiranya nanti semisal timbul konflik, kemudian pemerintah yang disalahkan dan dinilai lambat dalam merespon ancaman.

Hal ini juga menjadi catatan kepada kita sebagai umat beragama khususnya umat Muslim untuk lebih waspada dan hati-hati agar jangan sampai terhasut oleh isu yang berpotensi mengadu domba. Gunakan logika dengan baik, betapa bersyukurnya Indonesia dimana kita sebagai umat dapat menjalankan ibadah dengan tenang dan tanpa konflik. Itulah nikmat yang sedang kita rasakan dan janganlah kita melupakannya.

Sebagai umat beragama, patuh kepada peraturan pemerintah adalah suatu kewajiban. Indonesia ialah sebuah negara dan dilandasi oleh hukum dimana Anda tidak bisa berbuat sewenang-wenang seenaknya. Tanpa aturan maka manusia hidup layaknya binatang di hutan belantara, semaunya, saling mangsa, dan hidup tanpa tujuan.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun