Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY Blunder, Mengapa SBY Turun Tangan?

13 Oktober 2020   12:34 Diperbarui: 13 Oktober 2020   18:58 1206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY dan AHY (Tribunnews)

Sebagaimana dikutip dalam unggahan akun YouTube SBY hari Senin (12/10), Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan alasan partainya menolak pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (5/10/2020).

SBY mengatakan ada dua alasan mengapa Partai Demokrat menolak UU Cipta Kerja. Pertama, Partai Demokrat berpendapat UU ini memiliki subtansi bermasalah. Bukan hanya pasal per pasal tetapi desain, konsep dan tujuan pemerintah mengajukan RUU Cipta Kerja. Sehingga, Demokrat berpendapat pembahasan UU tersebut perlu waktu.

Kedua, Partai Demokrat menolak RUU tersebut disahkan karena menuai penolakan tidak hanya datang dari kelompok buruh. Tetapi aktivis lingkungan dan masyarakat di daerah yang berhubungan dengan lahan, perkebunan dan pertambangan. Oleh karenanya, jika RUU tersebut tetap disahkan, maka akan menimbulkan perlawanan yang besar. 

SBY menuturkan, sebaiknya pemerintah mendengar masukan dari pihak yang menolak UU Cipta Kerja. Demokrat menilai UU Cipta Kerja sebaiknya tidak disahkan.

Tentu dengan penjelasan SBY berikan diatas kian mempertegas posisi Demokrat terhadap RUU Cipta Kerja. Namun dibalik klarifikasi yang SBY utarakan terhadap alasan Fraksi Demokrat menolak RUU Cipta Kerja menurut Penulis menarik disimak dan cukup menjadi pertanyaan, ada apa?

Apakah hal ini ada kaitannya dengan publikasi permintaan maaf AHY pasca disahkannya RUU Cipta Kerja? Ataukah dikarenakan fitnah yang ditujukan kepada partai Demokrat pasca demo besar menolak RUU Cipta Kerja yang berakhir dengan aksi anarkis?

Dalam artikel yang Penulis pernah bahas di Kompasiana sebelumnya dengan judul "Apakah dengan Menolak RUU Cipta Kerja Lantas Rakyat Beralih ke Demokrat dan PKS", bahwasanya publikasi permintaan maaf AHY atas disahkannya RUU Cipta Kerja menurut Penulis merupakan langkah berani tetapi memiliki resiko besar karena publik tentu telah membaca arah tujuan mengapa AHY melakukannya jikalau bukan untuk mendapatkan dukungan.

Langkah tersebut bisa dikatakan sebagai langkah blunder yang mana akan memojokkan partai Demokrat di mata publik dikarenakan mereka seolah bermain "play victim" diakhir-akhir RUU Cipta Kerja disahkan. Hal ini pun kian memperburuk image partai Demokrat dimana publik masih mengingat track record buruk partai disebabkan kader-kadernya terlibat kasus korupsi saat kepemimpinan SBY.

Klarifikasi yang SBY berikan dalam kanal Youtube-nya bisa jadi bertujuan untuk memberikan pencerahan kepada publik akan latar belakang alasan penolakan RUU Cipta Kerja ditempuh. 

SBY jelas memiliki wibawa dan nama besar, namun posisi SBY yang mana sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dalam hal klarifikasi ini justru mengundang pertanyaan kepada putra sulungnya AHY yang bertugas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Dalam komunikasi politik, apa yang diperankan SBY akan lebih elok bilamana AHY yang menyampaikannya karena ia adalah Ketua Umum Partai. Lepas dari penilaian miring publik akhirnya toh memang sudah kepalang tanggung, tetapi setidaknya AHY berani bertanggungjawab atas blunder yang ia lakukan sebelumnya dan AHY menunjukkan bahwa ia adalah pimpinan Partai yang memutuskan arah layar kemana partai akan berlabuh.

Oke SBY memang Ketua Majelis Tinggi Partai dan SBY berperan pula sebagai Ayah, namun dengan adanya keterlibatan SBY akhir-akhir ini hingga mendatang akan menimbulkan seolah-olah ada ketidakpercayaan akan kemampuan AHY dalam memimpin Partai Demokrat. Langkah SBY bisa jadi dibenarkan, tetapi akan lebih baik jika SBY berperan dibalik layar dan memberikan ruang seluas-luasnya kepada AHY untuk bertindak dan menentukan sikap.

Lantas bagaimana dengan fitnah yang ditujukan kepada Partai Demokrat pasca demo RUU Cipta Kerja yang berujung tindak anarkis?

Pertanyaannya kenapa harus dipusingkan? Apakah citra partai sebesar Demokrat akan jatuh dan tenggelam hanya disebabkan oleh fitnah disebarkan oleh fake account? Tentu hanya orang-orang bodoh yang mudah terhasut dan tanpa proses klarifikasi terlebih dahulu menanggapi fitnah tersebut.

Akan jauh lebih bijak Partai Demokrat menyerahkan kepada pihak kepolisian untuk mengusut dan menelusuri siapa individu dibalik fake account itu agar dapat memprosesnya secara hukum. Sekadar saran bilamana partai terlalu reaktif disaat isu sensitif sedang berlangsung maka akan menimbulkan pertanyaan, stay calm cukup lihat sampai mana permainan berakhir karena publik akan tahu kemana arah tujuannya.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun