Semenjak disahkan oleh DPR, hingga kini UU Cipta Kerja masih dihiasi oleh beragam aksi penolakan oleh kalangan buruh, aktivisis, dan mahasiswa.
Padahal selang beberapa hari pasca demo yang berujung anarkis pada hari Kamis, 8 Oktober 2020 lalu, melalui konferensi pers Presiden Joko Widodo telah menyampaikan kepada publik beberapa poin penting akan keuntungan disahkannya UU Cipta Kerja.
Sebagaimana dikutip dari laman Kompas, diantaranya. UU Cipta Kerja akan mendorong tumbuhnya investasi yang masuk ke Indonesia sehingga akan lebih banyak lapangan kerja yang tersedia, terutama di masa pandemi Covid-19.
Kemudian menurut Jokowi, selama ini banyak pelaku usaha baru kesulitan untuk mendirikan usaha yang berbadan hukum, baik PT sampai koperasi, karenanya banyaknya perizinan yang harus dipenuhi. Dengan adanya UU Cipta Kerja maka UU ini akan memberikan kemudahan bagi mereka yang ingin membuka usaha.
Selain itu kemudahan lain yang diberikan pemerintah pada pelaku usaha dalam UU Cipta Kerja yakni sertifikasi makanan halal hingga kemudahan izin penangkapan ikan.
Jokowi pun mengklaim bahwa UU Cipta Kerja mendukung upaya pemberantasan korupsi. Karena UU ini menyederhanakan, memotong, dan mengintegrasikan sistem perizinan secara elektronik sehingga pungutan liar, pungli, dapat dihilangkan.
Apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi memang menarik untuk disimak. Diantara penjabaran akan manfaat dari disahkannya UU Cipta Kerja bahwasanya UU ini tidak lepas dari persepsi miring kalau-kalau hanya (untuk) menguntungkan para konglomerat serta bagian dari sistemik kemungkinan tindak korupsi yang lebih besar (korupsi kebijakan) dimana ada keterkaitannya dengan revisi UU KPK.
Memang pandangan tersebut masih dugaan semata mengingat sampai saat ini publik pun belum bisa mengakses draft final UU Cipta Kerja. Namun bersamaan dengan itu pemerintah dikabarkan telah mempersiapkan diri menghadapi bilamana ada pihak-pihak yang tidak puas mengajukan judicial review UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.
Lantas bagaimana penilaian Penulis pribadi terhadap dugaan miring akan UU Cipta Kerja?
Apa benar UU Cipta Kerja ini untuk para Konglomerat? Merujuk kepada hal diatas, menurut Penulis bilamana UU Cipta Kerja memang ditujukan untuk mendorong investasi serta membuka lapangan kerja, secara tersirat jikalau UU Cipta Kerja dikatakan diperuntukkan bagi mereka kalangan konglomerat maka penilaian tersebut ada benanya.
Kenapa bisa demikian? Sederhana saja, Penulis tanya balik kepada para pembaca kiranya siapa yang memiliki kemampuan untuk merealisasikan masuknya investasi dan terciptanya lapangan kerja serta industri padat karya kalau bukan para konglomerat? Apa Anda sebagai buruh, aktivis, atau mahasiswa memungkinkan untuk itu?
Hanya kalangan konglomerat-lah yang mempunyai kemampuan untuk itu semua, apakah itu dari segi finansial maupun resources lainnya.Â
Dan wajar bilamana andai pemerintah memberikan benefit kepada mereka (para konglomerat) sebagai bentuk timbal balik, dengan catatan selama kewajiban (si pelaku usaha) dijalankan dan hak para pekerja terpenuhi. Gambaran diatas kiranya sudah menjadi hal umum dalam bagi mereka yang berkecimpung di dunia usaha.
Sekarang yang jadi pertanyaan, apakah dari urusan hak dan kewajiban baik pelaku usaha maupun pekerja ini ada yang kontradiktif dan layak di uji materikan?
Selanjutnya apakah UU Cipta Kerja ini memungkinkan tindak korupsi yang lebih besar semisal korupsi akan kebijakan?
Loh ini kan baru prasangka, UU-nya saja belum diimplementasikan. Kalau-kalau di kemudian hari terjadi tindak korupsi dilandasi oleh UU Cipta Kerja maka hal yang paling memungkinkan ialah sorotan kepada kinerja KPK dalam upaya mencegah, mengawasi, dan penindakan. Walaupun menurut Penulis ini juga tidak menjadi jaminan karena ada atau tidaknya tindak korupsi otomatis kinerja KPK toh tetap disorot publik.
Namun yang menjadi inti pertanyaan ialah jika terjadi korupsi kebijakan dimana ditujukan untuk bargaining politik semisal mendorong pelaku usaha untuk mendukung pihak tertentu semisal untuk kontetasi politik maka apakah hal tersebut dapat di proses hukum?Â
Ataukah pada hakikatnya penolakan UU Cipta Kerja saat ini dibaliknya terselubung kekhawatiran dari lawan politik akan kehilangan supporternya? Patut dipertanyakan kepada Anda-anda yang ikutserta berdemo, jangan-jangan ternyata Anda sedang terjerumus dalam skema pemainanan politik besar saja.
Lepas dari itu semua, Penulis ingatkan ini sekadar pemikiran pribadi. Kita tunggu saja bagaimana kelanjutannya. Berpikirlah jernih menyoroti sesuatu dan bijaklah sebelum berbuat.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H