Jika tidak ada aral melintang, tepat pada 9 Desember 2020 mendatang beberapa wilayah di Indonesia akan melaksanakan Pilkada Serentak 2020. Diantara wilayah pelaksanaan salah satunya yaitu Solo dimana pasangan calon Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa bertarung melawan pasangan calon dari jalur independen Bagyo Wahyono-FX Suparjo (Bajo).
Apabila dilihat dari peta kekuatan, paslon Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa memang unggul dari segalanya dikarenakan mereka didukung oleh PDIP dan tujuh parpol pendukung. Secara perhitungan peluang Gibran untuk menjadi Wali Kota Solo amatlah terbuka, akan tetapi siapa tahu kejutan terjadi.
Menyangkut putra sulung Presiden Jokowi maju dalam Pilwakot Solo ini memang tidak banyak yang memperkirakan sebelumnya. Masyarakat pada umumnya kerap memandang Gibran sebagai intepreneur muda sukses dan tidak memiliki motivasi terjun ke ranah politik.
Tetapi kenyataan berkata lain, pada September 2019 lalu Gibran secara resmi mendaftar kader PDIP dan tidak lama berselang ia maju dalam Pilwakot Solo.
Terlepas dari motivasi pribadi Gibran atau apakah keinginan Jokowi atau mungkin dikarenakan bisikan-bisikan disekelilingnya pada hakikatnya Gibran dalam Pilkada 2020 ini tidak dapat menampik pandangan akan aji mumpung yang ditujukan kepadanya. Pembuktian adalah yang wajib Gibran penuhi untuk menjawab keraguan masyarakat serta kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Menarik disimak, terkait Gibran maju dalam Pilwakot Solo ini muncul selentingan akan kabar bahwa sosok Gibran ini dipersiapkan untuk Pemilihan Presiden 2024. Entah darimana kabar tersebut sontak membuat Penulis geleng-geleng mendengarnya.
Memang tidak ada yang mustahil dan boleh jadi sebuah kejutan bilamana terjadi. Akan tetapi secara nalar tentu hal tersebut Penulis kira tidak bisa ditelan mentah-mentah begitu saja.
Ada beberapa alasan mengapa selentingan itu tidak faktual, diantaranya :
1. Gibran masih awam dalam dunia politik
Boleh jadi mungkin orang lain mengatakan bahwa dunia politik itu tidak butuh pengalaman, melainkan uang karena uang dapat membeli segalanya tak terkecuali jabatan maupun kekuasaan.Â
Ya hal tersebut memang tidak bisa disanggah, toh tidak sedikit pemimpin di negeri ini yang terjun ke kontestasi politik tanpa latar belakang pasti dan hanya dikenal oleh segelintir publik saja. Namun apa daya, hak pilih perlu disuarakan walau rakyat seolah membeli kucing dalam karung.
Masih barunya Gibran dalam dunia politik tentu akan mempengaruhi penilaian publik terhadap kapabilitasnya ketika memimpin. Apalagi untuk sekaliber Pilpres, penilaian publik terhadap calon kiranya akan jauh lebih kompleks dengan mempertimbangkan banyak hal.
2. Gibran terlampau muda
Umur mungkin jadi alasan penilaian mengapa Gibran belum layak seandainya maju dalam ajang Pilpres. Secara nalar jika Gibran maju dalam Pilpres 2024 maka putra Jokowi ini baru menginjak usia 37 tahun. Loh memang ada persyaratan tertulis yang menyatakan umur dari seorang calon Presiden?
Jawabannya ada dan hal tersebut tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) bahwa seorang Capres maupun Cawapres minimal wajib berusia 40 tahun. Dengan begitu Gibran tidak memenuhi syarat.
Akan tetapi jika karier politik Gibran sejatinya berjalan baik dan popularitasnya terus menanjak, tidak mustahil nama Gibran masuk dalam perhitungan di Pilpres-pilpres berikutnya.
3. Gibran diantara kader-kader potensial
Bukan rahasia lagi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negara, posisi Presiden menjadi cita-cita bagi siapapun mereka yang terjun ke dalam ranah politik.Â
Dalam pengertian sebelum nama Gibran tentu sudah ada kader-kader yang berupaya atau memiliki keinginan untuk menggapai impiannya tersebut dan dinilai publik sebagai calon-calon potensial. Sebut saja, Prabowo Subianto, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan kemungkinan muncul nama-nama calon lainnya.
Merujuk kondisi diatas dengan kata lain perebutan posisi Presiden jelas akan lebih kompetitif dimana para calon tentu akan lebih dahulu mempertunjukkan kepada publik akan kemampuan memimpinnya, wibawa, capaian prestasi, plus jangan lupa janji-janjinya.
Sebelum menuju kasta tertinggi, tak sekadar wibawa dan pandai ngomong kiranya (andai) sebagai calon Gibran wajib belajar lebih banyak terlebih dahulu, menunjukkan prestasi, serta bagaimana memenangkan hati publik. Barulah partai maupun publik dapat menilai apakah ia merupakan kader potensial.
Secara kesimpulan, selentingan prihal Gibran untuk Pilpres 2024 merupakan sesuatu yang tak berdasar dan mengada-ngada. Penulis sarankan berhentilah berandai-andai jikalau dilandasi oleh kebencian karena kebencian dibawa sampai liang lahat. Orang yang tidak pandai mengontol emosinya maka adalah orang yang tidak mampu menggunakan nalarnya secara optimal dan tidak layak menjadi seorang pemimpin.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H