Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Setuju Peraturan Media Baru, Tetapi Mohon Jangan KPI..

18 September 2020   16:29 Diperbarui: 18 September 2020   16:35 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda masih ingat mengenai dua stasiun televisi swasta yaitu RCTI dan iNews yang melakukan gugatan terhadap UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran). Pihak RCTI maupun iNews menilai ada perbedaan perlakuan dari sisi regulasi baik antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan frekuensi radio (televisi) dengan penyelenggara penyiaran Over The Top (OTT) yang menggunakan internet seperti YouTube dan Netflix.

Lepas dari polemik latar belakang gugatan maupun imbas jika gugatan jadi dikabulkan, dengan kata lain RCTI dan iNews menginginkan adanya kesetaraan regulasi baik kepada stasiun televisi maupun penyelenggara penyiaran OTT yang menggunakan internet.

Sebagaimana pernah Penulis utarakan dalam artikel "RCTI dan iNews Kian Gelisah, KPI Kegirangan" (30/8/2020) lalu bahwasanya keinginan RCTI dan iNews ini selaras pula dengan niatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) prihal adanya regulasi bagi media baru.

Dalam unggahan KPI di website resminya tepat pada 14 September 2020 kemarin. Menjawab kegelisahan para konten kreator terhadap gugatan terhadap UU Penyiaran pihak KPI melalui Ketuanya Agung Suprio menjelaskan bahwa wacana pengaturan media baru bukan untuk mematikan kreatifitas para konten kreator. Hal tersebut ia utarakan dalam diskusi daring dengan topik "Public Content: Freedom of Expression vs Public Order", Kamis (10/9/2020) malam.

Agung berpendapat bahwa apa yang dilakukan kedua stasiun televisi baik RCTI dan iNews harus dipandang sebagai sebuah upaya untuk menegakkan asas keadilan dan menjaga masyarakat dari konten yang tidak sejalan dan selaras dengan etika dan aturan yang berlaku di Indonesia.

"Lembaga penyiaran di atur oleh UU Penyiaran, sedangkan media baru tidak tersentuh oleh hukum Indonesia. Hal ini rasanya tidak adil, apalagi media baru tersebut mendapatkan iklan dari bersiaran di wilayah Indonesia. Harusnya ada perlakuan yang sama," jelasnya di depan puluhan peserta diskusi daring yang juga dihadiri Rapper yang juga konten kreator, Young Lex.

Agung menambahkan jika media baru diatur ke dalam UU Penyiaran maka akan ada perlakuan hukum yang sama terhadap media baru selayaknya lembaga penyiaran. Misalnya, terjadi sebuah pelanggaran siaran maka yang akan dipanggil KPI adalah perusahaan platform bukan akun yang memiliki konten. 

Menurut Agung peraturan media baru ini pun sudah diterapkan di beberapa negara yang bahkan beraliran liberal seperti di Australia dimana hal tersebut dipicu oleh peristiwa penembakan puluhan orang di Selandia Baru yang disiarkan secara langsung melalui akun Facebook.

Menanggapi hal diatas, bahwasanya Penulis sebagai warga jujur sebenarnya setuju jika peraturan media baru ini memang dilatarbelakangi niat tulus untuk mengawasi dan guna memberikan tayangan yang layak bagi publik. Hanya saja dalam benak dan hati Penulis seolah terganjal dengan gambaran apabila peraturan media baru ini direaliasikan dan kemudian KPI yang bertugas mengawasinya.

Mohon maaf sebelumnya, kalau boleh tanya bagaimana sih kualitas pertelevisian nasional saat ini? Jujur saja, menurut Penulis pribadi menilai sangat memprihatinkan.

Penulis hampir seratus persen Penulis tidak bisa menikmati tayangan di televisi saat ini, selain tayangan berita untuk mengetahui informasi terkini serta sajian olahraga saja yang masih memungkinkan Penulis tonton. 

Lebih lanjut Penulis juga memilih media baru untuk sarana hiburan dikarenakan Penulis memiliki kebebasan dan dapat menyaring mana-mana saja konten yang layak dan tidak ditonton. Hal itupun Penulis yakin alasan umum mengapa banyak orang beralih ke media baru ketimbang televisi.

Gambaran umum secara jelas bahwa kreativitas insan pertelevisian negeri ini sangat kurang. Sebagai cerminan muatan (konten) lokal bagaimana ngenesnya kualitas sinetron kita, maraknya adaptasi reality show kehidupan glamor selebritis tanah air, infotainment yang gemar mengumbar aib orang, dan lain sebagainya.

Lantas pertanyaannya, kenapa program televisi yang sejatinya tidak layak tersebut masih saja tayang? Dimana fungsi KPI sebagai pengawas dan apakah setiap penindakan harus dilandasi aduan masyarakat terlebih dahulu?

Sejatinya penilaian Penulis menilai bahwa KPI tidak mempunyai kapasitas yang diharapkan untuk bertugas mengawasi. Secara nalar, kalau publik masih mengeluhkan kualitas siaran stasiun televisi lokal maka berarti KPI belum bekerja dengan baik atau gagal mempresentasikan seperti apa tayangan yang bekualitas dan baik bagi publik kepada stasiun televisi.

Bagi Penulis pribadi tidak jadi masalah apabila peraturan media baru diterapkan guna menyaring konten yang sekiranya pantas bagi publik. 

Namun di satu sisi Penulis berharap bahwa nantinya akan ada pihak semisal instansi atau lembaga netral yang mampu bekerja secara profesional dan memiliki kapabilitas dalam menilai dan mengawasi media baru ini. Perlu diingat pula media baru ini begitu banyak macamnya sehingga memerlukan sumber daya yang besar pula. Jangan malah dengan adanya peraturan kepada media baru malah menjadikan konten media baru selayaknya gagap dan malah tidak menarik.  

Disaat bersamaan, seiring waktu berjalan KPI dan stasiun televisi dapat bersinergi untuk fokus mengupayakan agar bagaimana kualitas pertelevisian nasional dapat ditingkatkan sehingga masyarakat dapat kembali menikmatinya.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun