Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies Baswedan Dijegal? Ah Jangan Lebay..

13 September 2020   09:18 Diperbarui: 13 September 2020   09:32 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lionel Messi menerima umpan dan berlari menggiring bola ke arah gawang. Namun saat Messi ingin menembak bola, ia lebih dahulu dijegal oleh Bek lawan.

Sekilas gambaran diatas merupakan sedikit contoh penggunaan kata "jegal" dalam permainan sepakbola. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jegal memiliki makna menjatuhkan orang lain dengan mengait kakinya, menghalangi atau menjatuhkan karier orang lain, dan sebagainya.

Hal ini pun semakin menarik ketika dikaitkan dengan pandangan akan upaya para Menteri dalam Kabinet Jokowi yang mengkritisi keputusan dadakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta pada hari Senin, 14 September 2020.

Kiranya kita tahu akar permasalahannya dimana antara Pemprov DKI dan pemerintah pusat seharusnya perlu berkoordinasi bersama prihal penanganan pandemi Covid-19 di Ibukota. Lantas yang jadi pertanyaannya sekarang ialah Anies ini dijegal karena dan dengan tujuan apa?

Sebagai contoh penggunaan kata "dijegal", bukankah ini mendeskripsikan bahwa ada upaya pihak lain untuk menjatuhkan karier Anies? Semisalkan saja karier politiknya, mungkin.

Terkait hal diatas maka bukankah berarti orang yang memandang Anies dijegal menganggap bahwa sosok Anies memiliki keistimewaan?

Apakah keistimewaannya itu? Hingga kini belum ada satupun pihak yang mengumbarnya, namun kerap kali Anies dibela atas kritik terhadap tindak tanduk yang ditujukan kepadanya.

Jujur Penulis sebenarnya sedikit terheran-heran dengan sosok Anies Baswedan. Penulis bertanya-tanya mengapa Anies selalu diposisikan sebagai objek penderita atau korban oleh para simpatisannya?

Secara nalar kalau idola mereka memang memiliki keistimewaan maka kenapa tidak suarakan saja? Lalu coba perhatikan apakah selaras dengan penilaian masyarakat Jakarta pada umumnya terhadap kinerjanya sebagai Gubernur.

Menurut Penulis penggunaan kalimat Anies dijegal alamatlah terlalu lebay. Apabila yang mengemukakan Anies dijegal untuk tujuan apa pun itu masih tanda tanya? Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2022 atau Pemilihan Presiden 2024? Ah itu masih terlalu lama, sedangkan urusan pandemi Covid-19 saat ini belum dan entah selesai kapan.

Penulis cukup heran kenapa Anies Baswedan seolah-olah diasumsikan sedang atau selalu dihalang-halangi? Andaikan Anies Baswedan maju pada Pemilihan Gubenur 2022 maupun Pemilihan Presiden 2024, kenapa harus dikhawatirkan? Toh itu baru andai. Selama Anies memenuhi syarat untuk maju dalam pemilihan itu sah-sah dan tinggal apakah Anies mampu meyakinkan seluruh warga untuk memilihnya.

Andai Anies menang dalam Pemilihan Presiden di tahun 2024? Toh itu juga masih andai, apakah mungkin kubu yang berseberangan dengan Anies lantas ia akan di demo tujuh hari tujuh malam? Apa dengan menang di Pemilihan Presiden lantas tidak ada tugas dan tanggungjawab yang wajib dilaksanakan? Apa dikira bertanggungjawab terhadap nasib 260 juta jiwa penduduk Indonesia itu tidak berat baik urusan dunia dan akhirat?

Jadi tidak perlulah lebay dengan masa depan atau karier politik Anies Baswedan maupun siapapun. Permasalahan hidup ini lebih banyak ketimbang diliputi rasa khawatir memikirkan nasib orang lain sedangkan nasib pribadi belum jelas pasti seperti apanya. Apalagi menganalisa Anies sedang dihalang-halangi karier politiknya, Penulis bisa katakan Anda kerajinan.

Lebih lanjut entah skenario-skenario apalagi yang dipersiapkan bagi Anies Baswedan, namun yang jelas mereka rakyat yang sedang kesusahan tetap akan dililit kesusahan. Sedangkan kita asyik ribut diantara segelintir kepentingan orang lain dibelakangnya.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun