Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dinasti Politik, Dibenci tetapi Tidak Dilarang

21 Juli 2020   08:15 Diperbarui: 21 Juli 2020   13:19 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran Rakabuming Raka (Kompas)

Masuknya nama Gibran Rakabuming Raka dalam bursa calon Pilwakot Solo 2020 sontak menarik perhatian publik. Bagaimana tidak, Gibran yang notabene anak sulung Presiden Jokowi mampu menggantikan Achmad Purnomo yang sebelumnya dicalonkan dan mendapatkan dukungan penuh DCP PDIP.

Terkait hal tersebut entah motivasi apa hingga Gibran seolah terlihat begitu berambisi maju dalam Pilkada kali ini. Namun dibalik itu timbul sentimen negatif publik yang memandang bahwasanya Jokowi sedang membangun dinasti politik.

Sebelum menggali lebih dalam materi dimaksud, Penulis sekilas ingin terlebih dahulu membahas apa yang dimaksud dengan dinasti politik?

Dikutip dalam laman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dinasti memiliki makna yaitu keturunan raja-raja yang memerintah, semuanya berasal dari satu keluarga : pemerintah.

Kemudian dinasti memiliki sinonim yang bermakna bangsa, keluarga, kerabat, keturunan, marga, trah, wangsa.

Sedangkan dalam penjabarannya, dinasti politik dalam kaitannya pada kontestasi politik memiliki pengertian yaitu adalah kekuasaan yang secara turun temurun dilakukan dalam kelompok keluarga yang masih terikat dengan hubungan darah tujuannya untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. - Wikipedia

Lantas pertanyaannya sederhana, apakah dinasti politik dilarang di Indonesia? Nyatanya tidak.

Dalam artikel laman Detik.com berjudul "Mengapa Dinasti Politik Tidak Dilarang Secara Hukum?" dikutip bahwa Mahkanah Konstitusi telah memberikan batasan-batasan tentang pencabutan hak pilih dan dipilih dalam Putusan MK Nomor Nomor 011-017/PUU-I/2003 yang menerangkan bahwa MK secara tegas mempertimbangkan hak konstitusional warga untuk memilih dan dipilih (right to be vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional.

Secara kesimpulan, tidak ada masalah dengan majunya Gibran dalam Pilwakot Solo 2020.

Akan tetapi perlu dicatat, hal diatas bisa saja menjadi masalah "JIKA" dalam pelaksanaannya Pilkada, Gibran terbukti melakukan kecurangan ataupun semisalkan Jokowi ikut campur untuk mempengaruhi hasil Pilkada.

Jadi dalam kaidahnya peduli setan dengan opini orang lain prihal dinasti politik. Isu ini mungkin sensitif, hanya saja jika seseorang maju dalam kontestasi politik dan ia dinilai mampu maka permasalahannya dimana?

Terkait Gibran maju Pilwakot Solo 2020 ini menurut Penulis memang tidak lepas dari pertanyaan besar akan kemampuan serta latar belakang motivasinya. Apakah murni kemauan Gibran ataukah arogansi dari Presiden Jokowi bahkan bisikan orang-orang disekeliling yang menginginkan Gibran maju pada Pilkada.

Kiranya sama kasusnya ketika Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang merupakan putra sulung mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut serta dalam perhelatan Pilgub DKI Jakarta 2017 dimana tak sedikit orang mempertanyakan hal serupa.

Ya bisa dibilang inilah yang akan menjadi tantangan bagi siapapun pihak yang memiliki hubungan kerabat dengan penguasa. Apakah ia mampu membuktikan dirinya itu murni kemampuannya ataukah lebih kepada pengaruh orang kuat dibelakangnya.

Maju dalam kontestasi politik pun bukan berarti tanpa konsekuensi loh. Anda terpilih maka bersiap-siaplah dengan rongrongan rakyat yang Anda pimpin dan segala tetek bengek kepentingan didalamnya. Anda tidak terpilih maka siap-siaplah karier politik Anda meredup dan kelak Anda hanya akan jadi penonton saja.

Bagi Penulis pribadi prihal Gibran maju dalam Pilwakot Solo 2020 lebih berupaya mengambil sisi positifnya saja bahwa Gibran tak hanya mewakili generasi muda saja (bayangkan 32 tahun) tetapi mendeskripsikan bahwa dunia politik tidak selalu berpatok bagi mereka yang sudah berumur. Ya semoga saja amanah.

Apakah Gibran mendefinisikan dinasti politik Jokowi akan terealisasi? Belum tentu, kan belum terpilih. Gitu saja kok repot.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun