Kamis (4/6/2020) siang waktu setempat, Gubernur DKI Anies Baswedan dalam siaran pers di Balai Kota secara resmi mengumumkan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta diperpanjang dan menetapkan bulan Juni sebagai masa transisi menuju new normal.
Dalam cakupannya Anies Baswedan menjelaskan, apabila fase pertama perpanjangan PSBB atau masa transisi yang diharapkan selesai pada akhir bulan Juni 2020Â ini berhasil dengan baik atau tidak ada lonjakan kasus yang berarti semua indikator menunjukkan grafik stabil maka Jakarta dapat masuk ke fase kedua dimana akan dilakukan pelonggaran di bidang-bidang lain yang lebih luas lagi.
Menanggapi pemberitaan diatas entah apakah itu merupakan kabar baik ataukah formalitas belaka. Karena sebagai warga Jakarta menurut Penulis pribadi indikator apakah PSBB di Jakarta ini berhasil atau tidak masih tanda tanya.
Gambarannya sangat sederhana. Semenjak PSBB pertama kali dilakukan pasca pengumuman kasus positif Corona pertama di Indonesia memang bisa dibilang sangat mempengaruhi kondisi Ibukota.Â
Aktivitas warga Ibukota otomatis berkurang yang berimbas kepada situasi kondisi Jakarta yang terasa lebih lenggang jauh dari hari-hari biasanya. Kemudian kesadaran warga terhadap protokol kesehatan selama pandemi seiring waktu meningkat, seperti mencuci tangan, menggunakan masker, social distancing, dan sebagainya.
Namun yang jadi pertanyaan adalah apakah pemberlakuan PSBB itu berdampak langsung kepada psikologis warga ataukah respon warga Jakarta lebih dikarenakan ketakutan individu terhadap virus Corona?
Bisa dibilang kurva melandai kasus positif Covid-19 di Jakarta ini Penulis bilang masih belum jelas apa penyebabnya. Toh bisa dibuktikan sekarang jalan protokol kembali ramai dan warga tidak segan berani berkerumun walau pandemi Covid-19 masih mengancam.
Kenapa Penulis bisa katakan demikian? Karena fakta di lapangan memperlihatkan apa yang terjadi sebenarnya. Dengan pemberlakuan PSBB yang angin-anginan di mana minimnya ketegasan pemerintah daerah berikut disertai dengan rendahnya kesadaran sebagian warga Jakarta terhadap protokol kesehatan saat pandemi saja mampu membuat kurva kasus positif Covid-19 di Jakarta menurun.
Apa yang dikhawatirkan dengan diberlakukannya pelonggaran secara bertahap dalam arti jika tindak pengawasan dikurangi maka masih ada kemungkinan terjadinya lonjakan kasus positif Covid-19 di Jakarta di kemudian hari.
Kondisi di atas juga merujuk pada masih belum jelasnya bagaimana persoalan pemudik yang ingin kembali ke Jakarta. Dimana tak sedikit dari mereka bisa lolos ke Jakarta tanpa Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) yang digembar-gemborkan.Â
Minimnya tindak lanjut guna mengantisipasi pemudik nakal tanpa SIKM yang telah tiba di Jakarta pun masih jadi persoalan karena berkisar pada wilayah (Jakarta) tertentu saja. Â
Lantas poin yang ingin Penulis sampaikan dalam artikel ini ialah dalam hal membuat keputusan perpanjangan PSBB ini kiranya dibarengi pula dengan keseriusan pihak Pemprov DKI terhadap warga Jakarta prihal aturan yang berlaku.
Jadi menjelang new normal ini maka tak cukup hanya sekadar imbauan perpanjangan PSBB sedangkan upaya mendisplinkan warga Jakarta berjalan angin-anginan seperti sebelumnya.
Sedianya Pemprov DKI harus lebih giat lagi dalam upaya melindungi warganya sehingga dengan demikian warga akan lebih peduli kepada keselamatan mereka. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H