Jabodetabek saat ini sedang berusaha memperketat jalur masuk guna mencegah pemudik pasca Lebaran. Tujuannya tentu guna mencegah penyebarluasan virus Corona yang mungkin saja dibawa oleh pemudik dari kampung halamannya.
Sebagaimana kita ketahui bersama baik pemerintah pusat maupun daerah mencakup wilayahDalam upaya mengawasi pemudik yang hendak ke Jakarta, jajaran Pemprov DKI bersama elemen Polri dan TNI bersama-sama melakukan penyekatan di beberapa titik perbatasan Jabodetabek.
Setiap kendaraan yang masuk akan diperiksa, apakah para pemudik memiliki dokumen Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) sebagai syarat untuk keluar masuk Ibukota. Bilamana tidak, kendaraan para pemudik diminta untuk memutar balik arah. Operasi gabungan ini menurut informasi beredar berlangsung hingga 7 Juni 2020.
Bilamana kita perhatikan melalui layar kaca dari operasi gabungan antara Pemprov DKI, Polri, dan TNI guna menghalau pemudik yang tidak memenuhi syarat SIKM menuju Jakarta berlangsung efektif sampai saat ini. Kiranya belum ditemukannya kabar-kabar kurang enak menyangkut pemudik nakal yang lolos dari pemeriksaan.
Hanya saja yang menjadi perhatian Penulis ialah rentang waktu operasi gabungan tersebut yang tergolong cepat atau bersifat temporary. Bilamana kita seksama telaah operasi gabungan guna menghalau pemudik masuk ke Ibukota berlangsung kisaran 2 minggu saja.
Dengan kata lain, belum ada kepastian apakah operasi gabungan tersebut diputuskan akan diperpanjang kedepannya. Maka yang menjadi kekhawatiran ialah bilamana operasi gabungan itu berhenti seiring bersamaan tingginya peningkatan kasus positif Covid-19 di luar daerah Jabodetabek, lantas apakah kebijakan yang akan diambil oleh pihak Pemprov DKI untuk menghindari kemungkinan terjadinya gelombang susulan Covid-19 di Jakarta?
Ada indikasi yang sedikit mengecewakan dari penjabaran yang disampaikan oleh Dinas Perhubungan DKIÂ Jakarta bahwa jumlah kendaraan pribadi dan kendaraan umum yang keluar Jabodetabek saat mudik Lebaran diperkirakan sebanyak 1,6 juta warga.
Tentu kabar tersebut jelas memprihatinkan. Terlepas apakah ada unsur kelalaian yang menyebabkan para pemudik dapat keluar dari Jakarta maka yang menjadi pokok permasalahan ialah bahwa sekian persen dari 1,6 juta warga tersebut mungkin saja menyebarkan maupun terpapar Covid-19 saat di kampung halamannya.Â
Ibarat buah simalakama, karena bentuk ketidak-awasan tersebut Jakarta dan wilayah sekitarnya kini menghadapi ancaman Covid-19 dari daerah luar.Â
Disisi lain syarat untuk mengajukan SIMK yang bisa dibilang cukup berbelit-belit dimana diantaranya yaitu Surat Pengantar dari Ketua RT/RW tempat tinggalnya dan Surat Pernyataan Sehat bermaterai rawan diselewengkan bilamana tidak ada pengawasan dan bentuk ketegasan dari petugas maupun instansi terkait yang berwenang.
Hal ini tentu perlu menjadi perhatian seiring rencana pemerintah untuk melangsungkan "new normal", bahwasanya ancaman penyebaran Covid-19 dan gelombang susulan Covid-19 masih terbuka sangat lebar.