Alhasil dari bentuk kebijakan diatas acapkali membuahkan konten-konten bersifat "subjektif" atau berdasarkan selera masing-masing individu walaupun konten tersebut mengindahkan maupun bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Bisa jadi, menurut penilaian pengguna A materi konten salah satu YouTuber itu kontroversial. Akan tetapi penilaian berbeda-beda mungkin saja terjadi oleh pengguna yang lain. Dan segala polemik dari konten tersebut, YouTube hanya berpatok pada apakah aturan main dan aduan pengguna.
Lalu apa inti poin yang Penulis ingin sampaikan disini, bahwasanya setiap platform tidak luput dari materi atau konten-konten "unfaedah" terlebih platform-platform yang ternama maupun yang menerapkan sistem monetisasi didalamnya. Dengan kata lain, materi-materi macam kasus "ikan asin" ataupun "sembako isi sampah" bisa kembali terulang di kemudian hari.Â
Menanggapi hal tersebut maka perlu diingat bahwa kendali ada pada Anda-anda sebagai pengguna. Apakah Anda ingin menjadi content creator yang menjual karena kemampuan ataukah sekadar content creator yang menjual materi sampah.
 Apakah Anda ingin menonton konten berisikan materi bermanfaat ataukah tidak. Platform hanyalah sebatas media perantara, kontrol sepenuhnya ada di tangan pengguna. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H