Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Imbauan Tidak Mudik Saat Lebaran, Efektifkah?

24 Maret 2020   11:35 Diperbarui: 25 Maret 2020   19:11 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mudik (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Berdasarkan informasi terupdate yang dicatat di worldometers.com (25/03, pukul 16.00), pandemi global Coronavirus mencatat sekitar 425,964 kasus aktif yang tersebar di 195 negara dan wilayah, 18,957 jiwa korban meninggal, dan 109,241 jiwa dinyatakan sembuh.

Apabila ditelusuri lewat data statistik, Cina masih menempati posisi tertinggi besaran kasus positif Coronavirus, kemudian Italia di posisi kedua, dan Amerika menyusul di posisi ketiga.

Masifnya penyebaran wabah Coronavirus memang bisa dibilang di luar batas nalar. Virus yang hingga kini belum ada vaksinnya itu meluas dengan mudah seolah tanpa sekat atau batas.

Begitu leluasanya penyebaran Coronavirus membuat sigap otoritas di banyak negara dengan membuat berbagai aturan ketat maupun imbauan guna melindungi warganya, tak terkecuali di Indonesia.

Sebagaimana kita bersama ketahui bahwasanya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengimbau masyarakat agar tidak berpergian apalagi mudik pada musim Lebaran atau Idul Fitri tahun ini guna mencegah wabah Coronavirus meluas. 

Sebagai langkah awal preventif, Kemenhub secara resmi meniadakan program mudik gratis yang biasa dilakukan setiap tahunnya. Program mudik gratis yang dibatalkan ini mencakup pula program mudik gratis yang digelar oleh BUMN maupun pihak swasta.

Perlu diketahui juga bahwa disinyalir momentum mudik atau pulang kampung ini turut menjadi penyebab meluasnya penyebaran Coronavirus di Cina pada saat itu, di mana masyarakatnya melakukan tradisi pulang kampung untuk dapat merayakan Tahun Baru Imlek bersama keluarga. 

Memang layaknya pepatah "nasi telah menjadi bubur", di sini wajib kita garis bawahi pula bagaimana langkah krusial yang pemerintah Cina lakukan setelah Coronavirus menjadi epidemi di wilayahnya.

Mengacu pada situasi kondisi berkabung seperti sekarang memang boleh dikatakan langkah (dari Kemenhub) ini tepat dilakukan demi kebaikan semua pihak menyikapi pademi global Coronavirus yang terjadi khususnya di Indonesia.

Namun di balik imbauan Kemenhub lakukan ini, timbul tanda tanya, apakah langkah tersebut cukup efektif membedung individu agar tidak mudik ke kampung halamannya?

Seperti kita tahu bahwa istilah mudik atau pulang kampung di saat lebaran itu sudah diibaratkan sebuah tradisi yang turun temurun di negeri ini.

Lepas dari bahwa Idul Fitri ialah hari raya umat Muslim, pada kenyataannya masa libur lebaran dimanfaatkan oleh seluruh umat lintas agama maupun mereka yang hidup di wilayah perkotaan untuk mengunjungi sanak keluarga mereka yang umum berada di luar kota atau daerah.

Dalam kondisi normal, hiruk pikuk perkotaan, rutinitas kesibukan aktivitas sehari-hari, tingkat stres yang tinggi, kian mendorong warga yang hidup di kota-kota besar layaknya Jakarta untuk berbondong-bondong meninggalkan sejenak ibu kota tercinta demi bersilaturahmi dengan kerabat saudara yang lain pada momentum lebaran.

Tentu ini akan menjadi tantangan yang kelak akan dihadapi, apakah imbauan dan keputusan meniadakan program mudik gratis tersebut berhasil mencegah warga agar tidak pulang kampung saat lebaran nanti?

Terkait imbauan agar tidak pulang kampung saat lebaran sebagai upaya mencegah meluaskan wabah Coronavirus di Indonesia ini, mohon maaf sebelumnya bila penulis lebih dahulu simpulkan kurang efektif.

Kenapa penulis bisa katakan demikian? Menyangkut akan atau tidak pulang kampung pada saat lebaran bisa jadi momentum tersebut telah terjadi dari jauh-jauh hari sebelum imbauan dan keputusan oleh Kemenhub itu dilakukan.

Dengan kata lain, mereka yaitu tenaga kerja informal terutama yang bermukim di Jakarta mungkin saja ketika wabah Coronavirus menjadi sorotan sudah memutuskan untuk pulang kampung terlebih dahulu. Hal ini menjadikan pula mengapa penyebaran wabah Coronavirus sulit terdeteksi asal muasalnya.

Kemudian perihal imbauan agar masyarakat tidak pulang kampung, kembali lagi mohon maaf sebelumnya bila penulis bertanya apa kiranya yang bisa menghalangi publik untuk tidak melakukannya selain wabah Coronavirus?

Mungkin tidak hanya penulis yang sulit diatur, tetapi masih begitu banyak masyarakat yang tidak mengindahkan apa yang pemerintah kemukakan perihal wabah Coronavirus ini.

Sejatinya mereka-mereka ini bukan tidak aware, tidak peduli, maupun seolah meremehkan terhadap situasi kondisi yang terjadi, melainkan tidak sedikit dari masyarakat yang berupaya bersikap normal di kala hampir seisi negeri ini dihantui oleh rasa panik, paranoid, dan pesimis terhadap penyebaran berikut penanganan wabah Coronavirus di Indonesia.

Alhasil lagi dan lagi imbauan hanyalah sekadar imbauan, dengan kata lain tidak menjadi sesuatu yang wajib dilakukan walau kita tahu bahwa langkah itu demi kebaikan bersama. Tentu ini akan menjadi pekerjaan rumah kembali nantinya.

Hal berikutnya yaitu mengenai tenaga-tenaga informal semisal mereka para Pembantu Rumah Tangga (PRT). Penulis yakin bagi keluarga yang menggunakan jasa PRT tahu betul bagaimana tradisi pulang kampung bagi mereka.

Dan Anda tahu betul, lepas dari besaran gaji bulanan yang diberikan kemudian ditambah dengan Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan hal wajib yang perlu dipenuhi sebagai majikan jelang lebaran tiba.

Pertanyaannya, apakah Anda bisa mencegah mereka agar dapat pulang kampung dari rumah Anda? Apa mungkin sebagai majikan, Anda akan mengancam mbak/mbok/mas/mang semisalkan pulang kampung tidak akan dipekerjakan lagi?

Anda tentu tahu betapa sulitnya mencari PRT yang benar-benar dipercaya dan baik dalam bekerja saat ini.

Dan yang terakhir dan pula sebagai penutup artikel panjang ini perihal imbauan untuk tidak mudik yaitu mengenai ketersediaan transportasi. Mohon maaf sebelumnya dan mohon koreksi bila penulis salah, bukankan saat ini harga tiket pesawat sedang murah-murahnya?

Dengan kata lain, apa yang bisa mencegah seseorang pulang kampung di saat bersamaan ada ekosistem bisnis yang sedang terancam karena wabah Coronavirus.

Di saat bisnis pariwisata berikut jasa penerbangan sedang mengalami masa krisis seperti sekarang, mau tidak mau momentum pulang kampung menjadi opsi agar mereka sejenak dapat bernapas kembali. Penulis pun bertanya-tanya, apa pemerintah khususnya Kemenhub yakin terhadap imbauan untuk tidak pulang kampung ini?

Kembali Penulis sekadar mengingatkan, di situasi kondisi berkabung seperti sekarang ini membuat kebijakan maupun mengeluarkan imbauan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Tantangannya ialah apakah segala kebijakan dan imbauan tersebut dapat diikuti oleh semua pihak?

Dan ternyata terkait kebijakan dan imbauan itu masih pula berhubungan dengan situasi kondisi yang lain yang pada akhirnya menjadikannya tidak efektif. Kembali, bukan hanya Indonesia yang menghadapi hal ini, secara bersamaan negara-negara di dunia yang sedang berperang melawan pademi global Coronavirus ini pun turut mengalami hal yang sama. 

Bahwasanya bukan hanya perlu kesadaran diri dalam melawan wabah Coronavirus, akan tetapi juga butuh pengorbanan yang Anda suka tidak suka mencederai hak pribadi sebagai manusia. Kalau sudah keadaannya begitu, apakah Anda-anda bisa komplain?

Demikian artikel penulis, mohon maaf bila ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik penulis pribadi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun