Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Karier Politik Anies Terganjal Revitalisasi

22 Februari 2020   08:27 Diperbarui: 22 Februari 2020   08:28 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan (Kompas)

Awan mendung nampaknya tidak hanya menyelimuti Ibukota Jakarta akhir-akhir ini, namun juga sedang menyelimuti sosok Gubernur Anies Baswedan. Siapa sangka proyek yang jauh-jauh hari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah canangkan, kini seolah menghadapi hadangan tembok tebal.

Sebut saja revitalisasi Monas. Proyek dengan anggaran mencapai Rp.140 miliar ini harus menjalani pasang dan surut. Dari pihak pemenang tender proyek yang dipertanyakan kredibilitasnya, proses proyek yang sempat melabrak aturan, hingga ghoib-nya nasib keberadaan pohon-pohon yang ditebang. 

Alih-alih tujuan mempercantik ikon kota Jakarta, simpang siur proyek revitalisasi Monas turut serta mengancam keberlangsungan hajatan mobil balap listrik Formula E yang memakan anggaran fantastis Rp.1,6 triliun.

Masalah pada revitalisasi Monas belum usai, Anies Baswedan kini harus pula menghadapi penolakan dari berbagai kalangan prihal pembangunan hotel berbintang pada proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). 

Proyek dengan anggaran mencapai Rp.1,8 triliun ini menjadi perdebatan akan bagaimana kelanjutannya. Anies Baswedan beserta perwakilan DPRD DKI Jakarta dan PT. Jakarta Propertindo (Jakpro) yang terlibat dalam revitalisasi TIM diminta untuk hadir bertemu Komisi X membahas kisruh yang terjadi.

Siapa yang menduga jalan tiga tahun Anies menjabat dan dua tahun menjomblo tanpa Wakil Gubernur mendampinginya, awal tahun 2020 menjadi kado terindah bagi seorang Anies Baswedan.

Karier politiknya sebagai Gubernur alamat terganjal oleh permasalahan proyek-proyek besar yang kelak akan menjadi legacy-nya. Dalam kapasitasnya proyek yang sejatinya akan di ingat publik sebagai hasil kerja Anies Baswedan saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, maka kelak publik akan mengingatnya sebagai bukti dari ketidakcakapan Anies dalam memimpin.

Sebagai gambaran, bagaimana Anies urung buka suara prihal ghoib-nya pohon-pohon yang ditebang pada proyek revitalisasi Monas. Padahal jika kita telaah, sebagai pemimpin Anies seharusnya paham bahwa hal itu dapat menjadi bola liar bagi dirinya maupun Pemprov DKI Jakarta. Kiranya publik maupun siapapun bisa berasumsi bahwa terjadi tindak penggelapan aset (disinyalir pohon-pohon yang ditebang punya nilai ekonomi) yang memungkinkan bahwa telah terjadinya tindak korupsi disana.

Karut marut soal revitalisasi Monas ini pun seolah menggambarkan Anies tidak cermat dalam mengawasi kinerja anak buahnya baik segi aturan maupun proses perizinan. Kehadiran Sekda yang kerap kali pasang badan prihal kisruh revitalisasi Monas ini justru kian membuat publik bertanya-tanya, apa fungsi Anies selaku Gubernur?

Kemudian prihal revitalisasi Taman Ismail Marzuki. Semua boleh setuju akan bagaimana kawasan TIM dipercantik, tetapi rencana Pemprov DKI Jakarta membangun hotel berbintang di kawasan yang memiliki nilai historis dan menjadi pusat budaya ini jelas membuat publik terheran-heran apa urgensinya.

Sebagaimana kita ketahui, disekitaran area TIM sudah begitu banyak aneka tempat penginapan. Bilamana Pemprov DKI Jakarta bersikukuh ingin membangun hotel berbintang maka pertanyaannya adalah landasan konsep bisnisnya seperti apa dan mampukah mereka bersaing? Bukankah Pemprov DKI telah memiliki BUMD yang bergerak dalam bidang hospitality dan bagaimana kabar nasib mereka?

Terkait itu semua, yang menjadi pertanyaan besar yaitu mengapa Anies Baswedan lebih fokus kepada hal yang menjadi bagian kosmetik Ibukota saja dimana mempercantik dan memperindah semata? 

Sedangkan bagaimana permasalahan-permasalahan Ibukota seperti sampah, polusi, kemacetan, banjir, kesenjangan, dan lain sebagainya? Bagaimana pengawasan Anies terhadap kinerja anak buahnya, dari tingkat Wali Kota hingga Lurah? Bagaimana Anies dalam upayanya memperhatikan kehidupan warga DKI Jakarta seluruhnya?

Apakah Anies hanya ingin diingat sebagai Gubernur dengan tata kata yang baik dan memiliki nilai kesopanan yang tinggi? Tentu tidak cukup hanya bermodalkan begitu saja dalam memimpin Jakarta, apalagi sampai bercita-cita memimpin negara. Ibukota ini butuh sosok pemimpin amanah yang mampu menjadi pengayom bagi warganya untuk menjadikan Jakarta bukan sebatas jargon maju kotanya bahagia warganya. 

Saran Penulis, perbanyak kerja nyata dan kurangi pencitraan serta awasi kinerja anak buah dengan benar Pak Anies. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun