Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anies Baswedan Tidak Paham Takbiran?

26 Januari 2020   17:48 Diperbarui: 26 Januari 2020   17:53 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan (tribunnews)

"Allaahu akbar Allaahu akbar Allaahu akbar, laa illaa haillallahuwaallaahuakbar Allaahu akbar walillaahil hamd"

Artinya:

"Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar. Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar, Allah maha besar, dan segala puji bagi Allah".

Sekilas kalimat diatas merupakan bunyi bacaan dan arti dari takbir. Ya sebagaimana  pada saat malam terakhir di bulan Ramadhan (bacaan yang benar : Romadhon) tiba, umat Muslim di Indonesia melafazkan takbir bukan sebatas bentuk dari rasa bersyukur atas rahmat dan hidayah yang Allah ta'ala berikan.

Melainkan melafazkan takbir yaitu bertujuan agar seorang Muslim lebih mengingat akan betapa besar kuasa Allah ta'ala, menjauhkan dirinya sifat takabbur (besar diri atau sombong), dan dapat melebur dosa-dosa.

Melafazkan takbir di malam akhir bulan Ramadhan sendiri merupakan sebuah anjuran yang merujuk pada Al Qur'an dalam Surah Al Baqarah ayat 185 dimana dikutip :

"... Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."

Melafazkan takbir di malam terakhir di bulan Ramadhan memang sudah menjadi sebuah "tradisi" bagi kaum Muslim di Indonesia. Baik kaum tua dan muda mudi ada yang memilih Masjid sebagai tempat sarana mereka berkumpul menglafazkan takbir dan ada pula yang memilih berjalan kaki mengelilingi kampung seraya mengumadangkan takbir dimana tujuannya adalah agar masyarakat kaum Muslim turut serta mengingat dan bersyukur kepada Allah ta'ala. 

Seiring perkembangan zaman khususnya di Megapolitan seperti Jakarta, takbiran keliling pun jauh lebih meriah lagi dimana mereka memanfaatkan alat transportasi berikut menabuh bedug untuk menjangkau wilayah yang lebih luas.

Namun disinilah permasalahannya. Ketimbang kaum Muslim yang berkumpul dan menglafazkan takbir di Masjid secara fokus dan tenang, takbiran keliling kini justru jauh dari marwah Islamiyah dimana cenderung kepada senang-senang semata sambil mengitari wilayah Jakarta. 

Alhasil takbiran keliling yang sejatinya bertujuan baik, justru malah mudarat karena ketidakdisiplinan para pesertanya mengganggu serta memungkinkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Dan hal itu menjadi pertimbangan mengapa takbiran keliling dilarang di masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Akan tetapi di era Anies Baswedan kini ceritanya berbeda. Dikutip melalui laman Kompas.com, dalam sambutannya pada acara rapat kerja daerah (rakerda) DPD Partai Gerindra DKI Jakarta di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (26/1/2020) Anies menyinggung kebijakan Pemprov DKI era sebelumnya yang melarang takbir keliling menjelang Hari Raya Idul Fitri.

"Dulu takbiran dilarang, sekarang takbiran diizinkan dan di jalan kan,"

Anies berujar, Pemprov DKI mendorong perayaan hari besar keagamaan untuk memastikan Jakarta menjadi rumah dan tempat yang setara bagi masyarakat semua golongan. Seluruh umat beragama bisa sama-sama menyambut hari besar keagamaannya di Jakarta.

Menanggapi pernyataan Anies Baswedan kali ini Penulis mengapresiasi prihal bahwa seluruh umat beragama di Jakarta bisa sama-sama menyambut hari besar keagamaannya. Akan tetapi sebagai seorang Muslim, Penulis pribadi tidak setuju bilamana "tradisi" takbiran keliling terlaksana dengan catatan jauh dari marwah Islamiyah.

Penulis tidak melarang bilamana ada umat Muslim yang lain yang ingin melakukan takbiran keliling secara tertib di Jakarta. Akan tetapi apabila cara takbiran keliling tidak mencerminkan pribadi sebagai Muslim dan hanya merusak citra Islam dengan mempertontonkan ketidakdisiplinan maupun prilaku senonoh di jalanan maka alangkah baiknya niatan takbiran keliling tersebut ditiadakan saja.

Pemprov DKI Jakarta pun seharusnya aware terhadap hal ini, jangan hanya mengizinkan boleh tetapi tanpa ada pengawasan di jalanan. Atau paling tidak, Pemprov DKI Jakarta menganjurkan agar umat Muslim memenuhi Masjid di wilayah sekitar Jakarta seraya bersama-sama melafazkan takbir, bukankan jauh lebih manfaat.

Sebagai Gubernur DKI Jakarta dan seorang Muslim pula, Anies Baswedan seharusnya paham mengenai takbiran ini. Jangan hanya jago berunjar, tetapi pada saatnya nanti lepas tangan dengan apa yang terjadi di lapangan semisal dengan alasan Pemprov DKI Jakarta tidak mungkin bertanggungjawab kepada prilaku pribadi lakukan. Namun perlu diingat, bahwa tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin itu yaitu memberitahukan dan mencontohkan mana yang baik dilakukan oleh warganya, tak terkecuali mengawasi mereka.

Sebagai penutup dengan diperbolehkannya kembali takbiran keliling, Penulis mengajak mari kita sebagai umat Muslim mengembalikan marwah Islamiyah dari tradisi takbiran kepada nilai-nilai manfaat didalamnya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun