Belum lama ini publik dihebohkan oleh viralnya kemunculan individu-individu yang mengemukakan dirinya sebagai anggota kerajaan-kerajaan di Indonesia, seperti Kerajaan Agung Sejagat di Jawa Tengah, Kerajaan Jipang di Blora, dan Kerajaan Sunda Empire di Bandung.
Sontak hal tersebut membuat publik penasaran, siapakah dan mengapa mereka bisa memiliki banyak pengikut?Â
Merujuk pada fenomena kemunculan individu-individu yang mengemukakan dan menginginkan dirinya sebagai anggota kerajaan ini tentu membuat publik bertanya-tanya akan bagaimana kondisi nalar dan kejiwaan kita kepada sesuatu yang tidak masuk di akal.
Wajar bilamana mayoritas publik pun terheran-heran dimana mereka tahu bahwa hanya ada beberapa sistem monarki yang eksis hingga kini dan diakui pemerintah sebagai pewaris cagar budaya yaitu Kesultanan Cirebon, Kesultanan Yogyakarta, Kesultanan Surakarta, Kesultanan Ternate, dan Kesultanan Kanoman.
Kehebohan akan munculnya individu-individu itu pun disertai kecemasan, apa maksud dari pengakuan sepihak dengan cara memobilisasi banyak orang didalamnya?Â
Apakah hanya berlatarkan keusilan agar diakui eksistensinya (terkenal)? Apakah didasari motif kriminal dalam upaya mencari keuntungan dari para pengikutnya? Apakah ada rencana yang jauh lebih besar semisalkan berupaya melakukan tindakan makar? Ataukah mereka hanya segelintir pihak yang sebenarnya butuh pertolongan dan pengobatan? Kiranya pihak berwajib harus segera bertindak dan menyelidiki motif dari keberadaan mereka.
Dibalik fenomena Raja dan Ratu-ratuan ini, kita musti akui bahwa faktor yang membuat (fenomena Raja dan Ratu-ratuan) mengapa sampai heboh seperti sekarang ini tidak lepas dari betapa cepatnya alur informasi baik melalui media maupun publik.Â
Sebagian besar publik ingin kepastian informasi dari otoritas tertinggi yaitu pihak berwenang maupun pemerintah dalam upaya mengetahui sesuatu hal yang tidak bisa dijangkaunya.Â
Mobilisasi massa diinisiasi oleh individu yang mengakui dirinya Raja atau Ratu ini tidak mungkin diselesaikan dengan cara menghampiri orang perorang dimaksud agar kembali normal karena memungkinkan sesuatu yang tidak diinginkan terjadi seperti ancaman, intimidasi, kekerasan, dan lain sebagainya.
Lantas pertanyaannya, mengapa khayalan akan Raja dan Ratu-ratuan ini sampai bisa mempengaruhi atau melibatkan banyak orang untuk mengikutinya?
Menurut Penulis ada beberapa faktor yang menjadikannya, antara lain :
1. Faktor ekonomi. Dalam hal ini individu sedang berkhayal itu mengiming-imingi warga disekitarnya dengan sejumlah materi agar mau mengikutinya. Dengan kata lain ada syarat achievement yang warga wajib dijalani sehingga mau tidak mau mereka yang terlibat patuh dengan kondisi yang terjadi.
2. Faktor sosial yang mencakup minimnya edukasi atau tingkat pendidikan dalam suatu wilayah. Individu-individu yang sedang berkhayal ini berupaya menjangkau wilayah dimana warga disekitarnya memiliki pendidikan yang rendah agar dapat dengan mudah mempengaruhi mereka.
3. Faktor minimnya pengetahuan akan sejarah. Kita ketahui bahwa sejarah Indonesia memang dilatarbelakangi oleh banyaknya Kerajaan yang tersebar di seluruh penjuru wilayah Indonesia. Namun kita tidak bisa sanggah bahwa keingintahuan individu terhadap sejarah Indonesia sangatlah minim dikarenakan banyak sebab, salah satunya modernisasi.Â
Generasi millenial tak hanya di Indonesia sekarang ini dijejeli oleh pernak pernik masa depan dimana teknologi informasi jauh berperan. Kerajaan-kerajaan bagi mereka diibaratkan masa lalu ataupun dongeng yang kiranya menjadikan pertanyaan besar apa manfaatnya bagi dirinya untuk tahu hal tersebut. Inilah yang menjadi pekerjaan besar pemerintah terutama bagi Kemendikbud bagaimana agar sejarah Indonesia tidak terhapus dimakan oleh modernisasi.
4. Faktor kelembagaan. Bisa jadi keberadaan Raja dan Ratu-ratuan ini awal mulanya dilatarbelakangi sebuah kelembagaan atau organisasi kemasyarakatan dimana didalamnya terbentuk hirarki dan mendapat pesetujuan dari pemerintah daerah.
Minimnya pengawasan pemerintah daerah kepada lembaga tersebut menjadi celah bagi oknum-oknum didalamnya memanfaatkan solidaritas dari anggota untuk melancarkan aksinya dengan membentuk kelembagaan menurut daya khayalnya.
Secara kesimpulan jelas fenomena Raja dan Ratu-ratuan ini perlu perhatian bersama dari kita semua bahwasanya ada yang salah dalam lingkup masyarakat saat ini. Timbulnya mereka bisa saja menimbulkan gejolak (memecah belah) dalam masyarakat yang menolak keberadaannya.Â
Peran pemerintah dan aparat kiranya pun perlu ditingkatkan guna mengawasi hal-hal seperti yang terjadi untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan baik jangka pendek maupun jangka panjang.Â
Sebagai masyarakat pun kita perlu sadari betapa pentingnya kesehatan batin dan agar dihimbau tetap tenang, waspada, serta tak segan untuk melaporkan kepada pihak berwajib bilamana menemukan fenomena semacam ini dikemudian hari. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI