Momentum pernikahan pada umumnya mengatakan sebagai suatu upacara yang sakral dimana dua individu yang saling mencintai mengucapkan janji suci untuk membina rumah tangga dan sehidup semati.Â
Tidak mengherankan bilamana kedua mempelai berusaha menghadirkan sesuatu yang istimewa di hari yang paling berbahagia bagi mereka, dari menyewa gedung, menyewa Wedding Organizer, menyewa katering makanan, mempersiapkan baju dan gaun pengantin, membeli cinderamata, hingga mengurus undangan pernikahan.
Di era teknologi informasi yang serba digital sekarang ini, undangan tak terkecuali undangan pernikahan walau bentuk dari sebuah formalitas tetapi merupakan bagian yang tidak bisa dihilangkan (budaya). dikarenakan memiliki peran krusial dalam menyambung silaturahmi bagi para kerabat kedua pasangan maupun keluarga besar mempelai.
Jangan ditanya bagaimana repotnya mempersiapkan undangan pernikahan walau hanya akan dibuang nantinya, dari mencari referensi tempat percetakan, memilih design undangan, memutuskan berapa banyak undangan dicetak, dan yang paling memusingkan ialah siapa-siapa yang akan diundang ke seremoni pernikahan.Â
Sampai-sampai terkadang karena saking mahalnya biaya mencetak undangan pernikahan, kedua mempelai tak jarang memilah-milah siapa-siapa yang berhak mendapatkan undangan dan mana yang tidak. Perlu dicatat bahwa semakin besar keluarga dari kedua mempelai dan semakin tinggi strata sosial dan semakin luas lingkup sosial mereka maka hal menentukan siapa layak dan tidak mendapatkan undangan kian semakin merepotkan.
Alhasil proses yang melelahkan tersebut acapkali menyebabkan kelalaian dimana kedua mempelai lupa kepada beberapa individu yang seharusnya patut diundangnya.
Lupa menjadi suatu hal yang lumrah bagi manusia, akan tetapi sampai lupa mengundang kerabat untuk menghadiri seremoni pernikahan bisa menjadi sesuatu yang fatal bagi hubungan diantaranya.
Lantas yang menjadi pertanyaan kenapa dari lupa mengundang kerabat imbasnya bisa demikian terjadi, sedangkan kita tahu bahwa urusan mengundang atau tidak ke seremoni pernikahan merupakan hak dari empunya acara.Â
Maka pertanyaan selanjutnya adalah mengapa mengundang kerabat layaknya sebuah kewajiban? Jawabannya hanya satu yaitu karena manusia adalah mahluk sosial dimana manusia tidak bisa hidup sendiri dan ia pasti membutuhkan manusia lain. Secara tidak kita sadari bahwa hal tersebut merupakan pokok dari membina rumah tangga dimana kedua pasangan saling bahu membahu.
Mari kita ubah sudut pandang kepada individu yang akan diundang. Urusan diundang atau tidak diundang ke seremoni pernikahan sebenarnya hal yang sepele.Â
Akan tetapi untuk sebagian pihak atau individu yang memiliki kedekatan atau hubungan akrab dengan kedua mempelai justru (undangan pernikahan) menjadi sesuatu yang diharapkan. Bahkan tak sedikit mereka yang mengharapkan formalitas undangan pernikahan dalam bentuk fisik karena dengan demikian mereka seperti lebih dihormati dan dihargai sebagai kerabat.
Namun terkait diundang atau tidak ke seremoni pernikahan, disinilah perlu kedewasaan berpikir. Sebagai kerabat dekat kita juga perlu secara seksama melihat dari kaca mata kedua mempelai seandainya tidak diundang. Semisal acara seremoni pernikahan hanya ditujukan kepada keluarga dan saudara terdekat saja, jumlah undangan terbatas, lokasi seremoni pernikahan tidak memungkinkan (jauh, di luar negeri, atau butuh biaya besar bagi yang diundang), dan lain sebagainya. Pada intinya kedua mempelai tidak mengundang bukan karena benci, tetapi ada dasar alasan sebab musababnya.
Lepas dari diundang atau tidak ke pernikahan maka ada baiknya sebagai kerabat kita selayaknya turut serta berbahagia dengan capaian mereka. Dan kita juga perlu seksama pahami juga bahwa seremoni pernikahan hanyalah cerita awal dari sebuah perjalanan panjang yang akan dilalui kedua mempelai.Â
Apabila pribadi tidak diundang maka paling tidak kita bisa mendoakan kedua mempelai agar sukses membina rumah tangganya dan bukan malah baper bahkan sampai memutus tali silaturahmi. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H