Dalam hal ini Penulis berupaya menjelaskan dalam kasus RS maupun kasus yang serupa bahwasanya seseorang tidak dengan sendirinya atau secara instant bertransformasi menjadi pelaku kejahatan maupun seorang psikopat. Akan selalu ada faktor X atau pemicu mengapa seseorang sampai melakukannya walau apa yang dilakukan oleh orang tersebut tidak bisa dicerna dengan nalar.
Sebagai gambaran pelaku pemerkosaan Pria terhadap Wanita, bukan hanya karena pelaku tidak dapat mengontrol nafsu birahinya maupun kurangnya iman melainkan pula pelaku pemerkosaan merasa memiliki kontrol terhadap korbannya.Â
Pelaku pemerkosaan merasa superior dan mengintimidasi korban dengan segala upayanya, semisal mengancam akan menyakiti atau membunuh korban. Dalam kasus RS pun bisa Anda ketahui upaya yang ia lakukan terhadap korbannya.
Lantas apa hubungannya dengan kepribadian psikopat? Di sinilah letak betapa seramnya psikopat, seorang psikopat berprilaku layaknya orang normal pada umumnya, ia bisa menjadi pendengar yang baik, ia dapat tampil menarik dan menawan, dan kedok persona lain sebagainya namun ia bersikap tanpa rasa empati (emosi), tak peduli terhadap aturan yang berlaku maupun konsekuensi atas apa yang diperbuatnya.
Merujuk pada keadaan di atas tentu fokus kita akan tertuju pada sosok Hannibal Lecter maupun Arthur "Joker" Fleck. Keduanya memang sosok rekaan dalam film, namun bisa kita lihat bagaimana sosok Hannibal begitu kharismatik, ia mampu menganalisa kepribadian Clarice sebagaimana ia berpengalaman sebagai Psychiatric, dan ia mampu memanipulasi semua orang untuk menuruti kemauannya agar ia dapat kabur.
Bagaimana dengan Joker? Sosok yang menjadi mastermind kejahatan di Gotham City dan musuh bebuyutan Batman ini memang dikategorikan sebagai seorang psikopat. Dengan segala kekurangan yang dimilikinya, seorang Arthur Fleck yang anti sosial bertransformasi menjadi seorang penjahat yang kejam dan bengis serta mempunyai banyak cara dalam melakukan tindak kejahatan.
Dari bahasan ini apa yang ingin Penulis sampaikan adalah pentingnya mempelajari kepribadian maupun karakteristik seseorang. Dari pengetahuan yang kita dapati maka diharapkan pribadi dapat seksama mengetahui dan memiliki kemampuan memilah sosok-sosok mana saja yang kiranya baik untuk pergaulan, dengan demikian kita dapat pula terhindar dari segala sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.Â
Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H