Kasus skandal Garuda Indonesia prihal penyelundupan barang import ilegal masih hangat dibicarakan oleh publik. Kasus yang terbilang memalukan karena terjadi di sebuah Badan Usaha Milik Negara di bidang jasa penerbangan yang menjadi kebanggaan negeri ini.
Sejatinya di platform Kompasiana sebelumnya sudah begitu banyak artikel-artikel yang membahas kasus ini dari berbagai perspektif. Tak terkecuali Penulis yang sempat membahasnya dari sisi "mentalitas" illness Orang Kaya Baru yang memanfaatkan jabatannya.
Kali ini Penulis dalam artikel ini akan mengulas kasus tersebut dari perspektif yang lain. Bermula dari obrolan antar kerabat, kami seperti mencium ada aroma tidak sedap dalam skandal Garuda Indonesia. Bukan bermaksud tidak mengapresiasi terbongkarnya skandal ini, kecurigaan kami lebih kepada alur skema atau "scheme" yang begitu cepat seolah-olah terencana didalamnya. Hal itu bukan didasari informasi-informasi yang tidak jelas.
Pertama. Seperti halnya mengenai penyelundupan barang import ilegal. Sebagaimana Penulis jabarkan dalam artikel dengan judul "Ironi OKB dalam Skandal Garuda Indonesia" bahwasanya kasus-kasus penyelundupan barang import ilegal bukanlah hal baru. Kasus-kasus ini terjadi umum ditenggarai kepada oknum yang mencari untung besar sebagai upaya menghindari pihak otoritas dan pajak.
Silahkan Anda-anda telusuri sendiri dan bandingkan, berapa banyak kasus penyelundupan barang import ilegal yang terungkap ke publik dan fakta berapa banyak barang import ilegal yang ada di pasaran?Â
Boleh jadi skandal yang terjadi di Garuda Indonesia hanya satu dari sekian modus kasus-kasus penyelundupan barang import ilegal yang terbongkar atau memang ada unsur "sengaja" untuk dibongkar. Eit Penulis peringatkan kita semua jangan suudzon terlebih dahulu. Kalau itu memang niat baik, mari kita publik bersama-sama tunggu terbongkarnya kasus-kasus penyelundupan barang import ilegal yang lain. Semoga.
Kedua. Mohon maaf seribu-seribu maaf, menurut Penulis skandal di Garuda Indonesia ini merupakan kasus "receh". Mungkin ada sebagian pihak yang mengatakan, itu Harley Davidson seri vintage (tahun 1970) dan sepeda lipat Brompton loh, itu harganya puluhan juta hingga ratusan juta loh, atau pernyataan lain yang Penulis tidak mau ambil pusing. Penulis cukup melontarkan, "apa gaji seorang Direktur Utama kurang"?Â
Penulis mengajak mari kita telaah satu persatu. Bagi pemain di bidang otomotif, motor HD tahun 1970 itu sebenarnya bukan barang yang istimewa (ada motor HD dengan seri lebih tua lagi, seperti 1940-an) karena diketahui di Indonesia sendiri banyak yang memilikinya. Bahkan jika Anda menelusuri di bursa jual beli otomotif, banyak pula yang menjualnya berikut surat. Bilamana Anda ragu, silahkan Anda tanyakan kepada mereka yang mengerti dunia otomotif.
Kemudian sepeda lipat merk Brompton. Penulis pun pengguna sepeda lipat, akan tetapi cukuplah yang murah-murah saja karena urusan sepeda bagi Penulis hanya urusan "dengkul" semata. Jika Anda masuk anggota komunitas sepeda maupun gemar bersepeda maka sepeda merk Brompton ini sudah cukup banyak orang yang menggunakannya.Â
Di mana hal ini berarti ada pihak yang menjualnya bukan? Untuk kategori sepeda lipat, Brompton merupakan salah satu sepeda prestige. Namun jika dibandingkan dengan sepeda jenis lain yang lebih prestige seperti sepeda balap, Road Bike, dan sebagainya dimana harganya satu unitnya bisa membuat Anda membeli satu buah City Car maka merk Brompton belum ada apa-apanya.
Maka pertanyaan terbesarnya adalah "untuk cape-cape nyelundupin segala"? Toh kalau uang banyak tinggal beli saja. Untuk apa mempertaruhkan jabatan dan martabat pribadi demi sesuatu yang receh dan demi gengsi seperti itu?Â
Ketiga. Ada pepatah mengatakan, "seribu teman kurang, satu musuh kebanyakan". Indikasi ini merujuk kepada "mungkinkah" ada pihak yang berencana untuk menjatuhkan?
Tentu ini perlu ditelusuri bagaimana atmosfer di Garuda Indonesia saat ini, apakah AA merupakan sosok yang disegani atau tidak? Bagaimana iklim kerja di Garuda Indonesia, apakah produktif atau tidak? Maupun kondisi yang lain yang mengarahkan.
Dalam sebuah perusahaan tidak hanya yang "bonafide", unsur ketidaksenangan antar satu pihak kepada pihak lainnya bukanlah hal tabu dimana poin untuk meraih hasil yaitu "prestasi". Senggol sana senggol sini itu hal yang lumrah, bahkan dinding pun seolah dapat mendengar.
Kenapa Penulis bisa menyimpulkan demikian? Karena bisa Anda lihat dengan mata kepala sendiri bahwa skema ini memang terbentuk. Secara kebetulan, Menteri BUMN baru yaitu Erick Tohir dimana punya tugas pokok membenahi armada BUMN. Kemudian prihal karangan bunga? Kenapa Penulis jadi ingat kasus penolakan Ahok di Pertamina dimana ujuk-ujuk ada pihak yang sontak keberatan soal itu. Lalu prihal video "Ferrari" di maskapai Garuda Indonesia, kok baru sekarang munculnya?
Lepas dari itu semua. Mari kita bersama-sama tunggu bagaimana cerita akhir skandal yang terjadi di Garuda Indonesia ini. Semoga menuju hal yang baik dan produktif. Kembali artikel ini hanya buah dari pemikiran, tinggal kepada bagaimana Anda menyimpulkan. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H