Hasil buruk kembali diraih timnas senior sepakbola Indonesia dalam ajang kualifikasi Piala Dunia 2022 pada Kamis (10/10/2019) malam waktu Indonesia. Bermodalkan 2 kekalahan awal saat melawan Malaysia dan Thailand, timnas Indonesia takluk lima gol tanpa balas melawan timnas UAE.
Jauh-jauh hari sebelum laga berlangsung tak sedikit pihak yang memprediksi bahwa timnas Indonesia akan menemui kesulitan ketika berhadapan dengan timnas UAE.Â
Di atas kertas timnas UAE lebih superior ketimbang timnas Indonesia. Sebagai tim unggulan di grup G, kualitas timnas UAE bisa dikatakan diatas performa 4 tim ASEAN peserta.
Hasil negatif ini tentu menutup rapat peluang timnas untuk berlaga di ajang Piala Dunia 2022. Dengan koleksi tiga kekalahan maka timnas Indonesia duduk di dasar klasemen dengan catatan minor sebelas kali kebobolan dan hanya mampu mencetak dua gol saja.
Nasib pelatih timnas Indonesia Simon McMenemy menurut Penulis saat ini kian di ujung tanduk. Langkah pemecatan pelatih asal Skotlandia tersebut mungkin hanya tinggal menanti momentum saja, antara pasca pertandingan timnas Indonesia melawan Vietnam atau setelah pemilihan ketua umum PSSI di bulan November nanti.
Namun pertanyaannya apakah seluruh kekalahan timnas Indonesia di ajang kualifikasi Piala Dunia 2022 murni kesalahan pelatih, atau mungkin saja para pemain? Tentu Penulis yang sebatas suka olahraga sepakbola sulit untuk mengetahui lebih dalam atau secara persis apa sebenarnya permasalahan di timnas Indonesia kali ini.
Dikala para penggila sepakbola di Indonesia merindukan raihan prestasi oleh timnas kebanggaan mereka, justru kualitas timnas senior tak kunjung membaik.Â
Langkah pergantian pelatih memang acapkali digadang-gadang sebagai solusi jitu, sayangnya hal itu tidak dapat menghapus catatan rapor buruk timnas Indonesia yang peringkatnya terus melorot.
Sekalipun pelatih kelas dunia semacam Jose Mourinho, Pep Guardiola, Jurgen Klop didatangkan untuk melatih timnas Indonesia, rasa-rasanya akan sulit untuk memberikan prestasi instant bagi timnas Indonesia. Bisa jadi mereka lebih dulu akan menolaknya tawaran tersebut dikarenakan suatu sebab.
Tentu kondisi miris ini menjadi catatan bagi Ketua PSSI yang terpilih nantinya. Segudang pekerjaan rumah baik guna memperbaiki kualitas persepakbolaan tanah air serta timnas Indonesia berikut target prestasi perlu segera diprioritaskan.Â
Reformasi di tubuh PSSI pun perlu dilakukan untuk mewanti-wanti praktik mafia bola tidak terjadi kembali dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga ini.
Persepakbolaan nasional memang harus masih belajar banyak lagi kepada bagaimana kondisi persepakbolaan profesional negara-negara lain dimana tidak hanya menjadikan olahraga sepakbola sebagai bisnis maupun industri hiburan tetapi juga memikirkan bagaimana kebelangsungan timnas maupun tim-tim lokal mereka.
Contohlah Liga Inggris. Sebagai salah satu top liga Eropa dan didaulat sebagai liga sepakbola paling kompetitif di dunia. Mereka yang awalnya berfokus pada bagaimana menjadikan liga Inggris agar menarik, mulai bangkit dan menjadikan potensi-potensi dalam kompetisinya guna meraih prestasi maupun meningkatkan kualitas regenerasi dalam timnas mereka.Â
Seperti bagaimana mereka menjadwal ulang laga-laga tim yang akan bertanding di ajang liga Champion, kemudian bagaimana mereka memciptakan bibit-bibit muda di klub-klub dalam kompetisinya agar menjadi pemain berkelas dunia di timnas Inggris.
Sejatinya persepakbolaan Indonesia perlu mengambil pembelajaran dari hal tersebut. Bagaimana sepakbola Indonesia ini agar bangkit, jangan hanya berpuas diri dengan kondisi yang terjadi dan terpuruk hanya bermimpi ingin punya prestasi. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H