Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KPK, Binatang Buas yang Sesaat Lagi Menjadi Jinak

4 Oktober 2019   13:47 Diperbarui: 4 Oktober 2019   14:05 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari tayangan program Indonesia Lawyers Club (01/10/2019) beberapa hari lalu kiranya masyarakat luas secara garis besar mengetahui akar dari polemik revisi UU KPK yang ramai dibicarakan. Narasumber dalam program tersebut masing-masing telah mengemukakan pendapatnya mengikuti situasi kondisi terkini prihal apa sikap yang semustinya Presiden Jokowi lakukan dan konsekuensi yang (mungkin) Jokowi hadapi.

Program ILC kemarin itu Penulis apresiasi sebagai diskusi yang benar-benar menarik, namun dalam diskusi tersebut menurut Penulis masih ada hal yang kiranya belum dibahas seluruhnya.

Ya bagi mereka yang pro kepada revisi UU KPK menyatakan bahwa segenap isi UU KPK yang baru tersebut nantinya akan memperkuat KPK dan komitmen pemerintah dalam hal ini (janji politik Jokowi) untuk memberantas tindak korupsi. Apakah benar demikian?

Dibentuknya Dewan Pengawas KPK yang dipilih oleh Presiden (masa Jokowi maupun setelahnya) justru menurut Penulis hal ini besar kemungkinan akan menimbulkan polemik di kemudian hari. Dalam pengertian indepedensi KPK kedepan akan dipertanyakan, kemudian prihal kinerja KPK apakah akan lebih efektif dalam memberantas korupsi?

Sekadar berandai-andai jika revisi UU KPK disahkan dan diberlakukan maka yang Penulis khawatirkan adalah KPK kehilangan taringnya karena ia menjadi lembaga yang langsung dikomandai oleh Presiden. 

Toh bisa saja kan andaikan pemerintah ingin berniat jahat kemudian memerintahkan KPK untuk menimbun berbagai kasus tindak korupsi agar tidak diketahui publik. Atau bisa saja KPK dijadikan mesin politik untuk menjatuhkan kredibilitas pesaing atau partai lain dalam suatu pemilihan kepala daerah bahkan PilPres. 

Pada akhirnya kualitas Presiden yang memiliki otoritas tertinggi terhadap KPK secara tidak langsung akan mempengaruhi bagaimana masa depan lembaga anti rasuah ini. Hal itu sangat berbeda sekali dengan KPK yang ada sekarang dimana mereka punya pilar sendiri dan dapat bertindak sebagaimana mustinya.

Kemudian mengenai KPK sebagai lembaga yang disokong oleh publik untuk menghukum habis pada koruptor, Penulis kira tidak demikian adanya. Benar dan tak dapat digubris bahwasanya setelah reformasi publik jenuh dengan tindak korupsi yang seolah mendarahdaging di negeri ini dan diciptakanlah binatang buas bernama KPK.

Akan tetapi KPK tidak sebuas apa yang dikira. Penulis berasumsi pernahkah Anda melihat napi atau mantan napi koruptor di negeri ini yang hidupnya sengsara? Coba lihat saja setiap kali kamera media menyoroti mereka (koruptor), mereka para koruptor kelas kakap justru melempar senyuman seolah jeruji penjara bak taman bermain.

Selepas mereka menjalani masa hukuman dan bebas, mereka pun masih hidup dengan mapan dan tetap disanjung. Artinya apa? Tindak korupsi atau upaya memperkaya diri dengan cara melanggar hukum tidak sepenuhnya dipandang sebagai aib oleh segelintir pihak, hal ini sangatlah berbeda dengan mereka yang melakukan tindakan kriminal seperti mencuri, merampok, memperkosa, membunuh, dan lain sebagainya.

KPK tidak sebuas apa yang dikira, toh inisiasi memiskinkan koruptor ataukah menghukum mati koruptor tidak pernah disetujui oleh pemerintah maupun para wakil rakyat. Seberat-beratnya sanksi hukum bagi koruptor hanyalah hukuman penjara seumur hidup dan itupun dapat dihitung dengan jari para koruptor yang mendapatkannya.

Secara garis besar bisa dikatakan sejelek-jeleknya KPK di mata sebagian golongan akan tetapi bagi publik lembaga anti rasuah itu ibarat superhero. KPK dibentuk memang sebagai kuda liar yang tidak segan menyepak siapa-siapa saja yang melakukan tindak korupsi di negeri ini, akan tetapi kini lembaga tersebut dibuat agar jinak. Jika hal ini terjadi disaat pengawasan sangat minim niscaya upaya membersihkan tindak korupsi di negeri ini akan jalan di tempat, pejabat atau orang berkepentingan pun tak akan segan berbuat korup karena kuda liar itu berada dibalik jeruji. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun