Ketika seorang wanita beranjak dewasa dan menikah, maka pindahlah tanggungjawab dari orangtua yang mengasuhnya kepada siapa yang berhak yaitu suaminya. Baik itu ibadah shalat maupun ibadah lainnya maka akan menjadi tanggungjawab suaminya. Sekilas diatas kalimat pembuka bahwa konteks dalam ilmu dalam agama Islam tidak hanya melulu soal ibadah shalat, puasa, haji, dan zakat saja.Â
Cakupan ilmu dalam agama Islam itu sangat luas dan dalam serta saling terkait. Oleh karena itu ilmu dalam agama Islam tidak boleh sembarang orang yang membawakannya, harus orang berilmu mengenai agama Islam, paham betul, jujur dan dapat dipercaya, serta taat.Â
Tanggungjawabnya sangat besar, konsekuensi dari salah-salah dalam menyampaikan maupun menafsirkannya pun bukan saja menghantarkan pribadi pada kesalahan tetapi dapat pula menjerumuskan orang lain dalam kesesatan.
Baca juga : Dilema Seorang Suami
Kembali bicara mengenai ilmu, dalam lingkup agama Islam juga memperkenalkan prihal hidup berumah tangga. Salah satunya kalimat "Suami adalah Imam bagi keluarganya". Perspektif dari kalimat tersebut jika dijabarkan secara keseluruhan cukup panjang, namun Penulis akan mencoba menjelaskannya secara singkat dan jelas.
Mungkin anda para pembaca bertanya-tanya, apa kaitan antara Suami dan Imam? Singkatnya keduanya adalah sosok dari seorang "pemimpin". Suami adalah pemimpin (kepala) keluarga, sedangkan Imam adalah seseorang yang diberikan amanah untuk memimpin para Makmum dalam menjalankan ibadah shalat berjamaah. Maka dari itu kita dapat menyimpulkan Suami adalah imam (pemimpin) bagi keluarganya (para makmum yaitu istri dan anak-anaknya).
Sebagaimana seorang Imam maka ia wajib memenuhi syarat, diantaranya :
1. Muslim (beragama Islam).
2. Orang yang berakal
3. Baligh atau orang dewasa cukup umur.
4. Pria (Imam bagi para makmum baik pria dan wanita).
5. Baik dalam bacaan dan banyak hafalan Al Qur'an.
6. Mampu melaksanakan rukun-rukun shalat dengan baik dan benar.
Baca juga : Soto Rempah yang Enak, Gaya Hidup dan Pola Makan Orang Jepang, Serba-serbi Suami Diplomat
Kenapa Suami dipercaya sebagai pemimpin? Ini bukan diskriminasi terhadap gender, karena oleh Allah subhanahu wa ta'ala menghendaki kodrat kaum Pria lebih tinggi dari kaum Wanita.
Bukan semata-mata Pria yang telah menjadi Suami (sosok pemimpin) bisa dengan leluasa memperlakukan semena-mena anggota keluarganya karena hal tersebut tidak dibenarkan baik dalam hukum negara, hukum agama serta dilaknat oleh Allah.
Menjadi pemimpin itu melainkan rasa percaya dari bentuk amanah serta tanggungjawab (dunia maupun akhirat) agar Suami mengurus dengan baik dan benar keluarganya.Â
Dalam hal ini berarti nasib dan masa depan keluarga ada pada genggaman Suami sebagai seorang pemimpin. Dan seperti itulah syarat yang agar keluarga dikaruniai rahmat dan ridho Allah subhana wa ta'ala agar menjadi keluarga sakinah, mawaddah, dan warahma.
Baca juga : Serba-serbi Suami Diplomat: Melepas Karir dan Mengurus Rumah Tangga
Anda sebagai sosok Suami yang baik maka insyaallah keluarga akan baik, tetapi sebaliknya jika anda sebagai suami yang lalai atau tidak bertanggungjawab maka sama dengan anda menciptakan bencana kepada keluarga, sebagai gambaran contoh para Suami yang serakah dan menjadi koruptor dimana ia ikut pula menjerumuskan keluarganya dalam kubangan dosa.
Selayaknya seorang Imam yang baik (memenuhi syarat) maka kapasitas dari sosok seorang Suami mau tidak mau harus lebih mumpuni dari siapa yang ia pimpin, terutama soal ahlak dan ilmu.
Tugas menjadi seorang Suami bukan sekadar menafkahi keluarga. Hakikatnya seorang Suami maka ia juga wajib mendidik istrinya agar menjadi pribadi istri yang salelah, begitu pula ia sebagai seorang Suami wajib mengayomi agar anak-anaknya menjadi anak patuh, berbakti kepada orangtuanya, dan menjadi pribadi yang saleh salehah.
Kuncinya sekarang itu ada pada anda sebagai seorang Suami. Menjadi Suami itu berat (tanggungjawabnya) dan tidak mudah, tetapi bukan berarti menjadi Suami yang baik itu mustahil. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H