Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Kompas Kepribadian Anda Rusak?

10 Oktober 2018   14:45 Diperbarui: 10 Oktober 2018   20:45 2894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa sih yang dimaksud dengan empati? Disadur dalam halaman Kamus Besar Bahasa Indonesia, empati didefinisikan sebagai suatu keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Sedangkan dalam halaman Wikipedia, empati dalam bahasa Yunani berarti ketertarikan fisik kemudian dijabarkan sebagai respons afektif (sifat, nilai) dan kognitif (mengevaluasi) yang kompleks pada distres emosional orang lain.

Dengan kata lain empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik (menarik simpati) dan mencoba menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh orang lain, dan mengambil perspektif (sudut pandang) orang lain.

Sebagai gambaran, ketika anda datang melayat seorang kerabat. Anda tahu (merasakan) bahwa kesedihan yang dialami keluarga yang ditinggalkan dan anda mendoakan berikut memberikan bantuan kepada mereka. Dari gambaran sebelumnya bahwa bisa dilihat secara pribadi anda berusaha untuk merasakan dan di sisi lain anda juga turut berupaya menyenangkan serta membantu permasalahan yang mungkin dihadapi oleh orang tersebut.

Empati dan simpati walau memiliki fonem yang mirip akan tetapi makna keduanya sangatlah berbeda. Empati condong kepada emosional, semisal anda merasa iba ketika mengunjungi kerabat yang sedang sakit, merasa sedih kepada mereka tertimpa musibah, merasakan kesusahan yang dihadapi oleh orang lain, dan sebagainya.

Rasa emosional itulah sebagai petunjuk kompas pribadi anda bahwa apa yang anda lakukan benar atau salah. Namun apabila rasa emosional yang anda tunjukkan berbeda atau terbalik maka jelas bahwa ada yang salah pada diri pribadi anda.

Sedangkan simpati lebih kepada ketertarikan pribadi terhadap persona (kepribadian) orang lain, semisal dari sisi penampilan, wibawa, pencapaiannya, atau sebagainya. Semisal anda menyukai sosok orang tersebut karena ia rendah hati, rasa sosialnya yang tinggi, prestasinya, dan lain-lain.

Namun hal diatas bukanlah inti maksud dari artikel yang Penulis tuju. Artikel ini bermaksud mempertanyakan apakah kompas kepribadian kita semua sudah dalam keadaan benar-benar baik atau malah rusak?

Jujur saja artikel ini lebih kepada perasaan gundah dan "ngenes" Penulis ketika mengamati tingkah laku orang lain yang acapkali diluar nalar. Sebagai contoh yaitu berswafoto.

Ya berswafoto bisa dianggap suatu hal yang lumrah dilakukan di era serba zaman now ini dimana kemajuan teknologi punya andil dibelakangnya. Ada hal yang positif yang bisa kita ambil dari berswafoto selain mampu meningkatkan daya kreativitas seseorang.

Akan tetapi berswafoto juga memiliki dampak negatif dimana salah satunya mempengaruhi kompas kepribadian pada rasa simpati dan empati seseorang.

Coba apakah anda sering memperhatikan mereka yang senang berswafoto ketika mengunjungi keluarga atau kerabat yang sedang dirawat di Rumah sakit? Penulis yakin anda-anda sudah terbiasa melihat hal ini, bahkan mungkin juga turut serta melakukannya.

Dikala dahulu menjenguk kerabat di Rumah Sakit menjadi sesuatu yang umum, maka di era zaman now orang akan memadukan menjenguk berikut berswafoto dengan kerabat yang sakit.

Tujuan berswafoto tidak lebih upaya orang menjenguk bersimpati kepada kerabatnya atau untuk memberikan dukungan moral agar kerabatnya dapat segera sehat kembali. Acapkali mereka yang melakukan ini mempublikasi hasil swafoto disertai support berupa doa.

Secara nalar boleh apa yang diatas dapat dikata semua nampak normal dan lumrah dipadukan dengan kondisi dan situasi saat itu serta zaman now. Namun akan berbeda bilamana dipadukan kondisi yang lebih memprihatinkan dimana kerabat yang sedang dijenguk dalam keadaan sekarat (antara hidup dan mati).

Maka pertanyaannya apakah pantas kita berswafoto disaat kondisi demikian? Dimana rasa empati pribadi ketika orang lain sedang diambang hidup dan kematian? Dimana rasa empati pribadi ketika keluarga kerabat yang bersedih justru kita dengan ceria berswafoto?

Di mana rasa empati pribadi dimana ketika orang lain sedang mengalami kesusahan kita justru berupaya menarik simpati orang lain (menunjukkan bahwa pribadi seolah peduli) dengan mempublikasi hasil swafoto tersebut (derita yang kerabat alami) di medsos?

Anehnya banyak yang tidak sadar bahwa apa yang sedang dilakukannya itu adalah salah besar. Memadukan berswafoto disaat orang sekarat sama saja memperlihatkan bahwa nalar anda sedang bermasalah.

Pada saat itu anda tidak bisa memposisikan apa tindakan benar yang dapat dilakukan. Bukankah ada hal yang lebih baik dilakukan ketimbang berswafoto, semisal mengalihkan perhatian dengan cara berdoa meminta pertolongan Allah?

Jadi pada kesimpulannya, pada hakikatnya simpati dan empati merupakan tindakan responsif pribadi terhadap keadaan pada saat itu (present) atau pada saat kejadian. Namun ketika simpati dan empati tersebut dipadukan dengan upaya publikasi ke muka umum (dalam upaya agar disanjung dan diperhatikan oleh orang lain), maka hal itu menandakan bahwa kompas kepribadian anda sedang sakit dan anda membutuhkan pertolongan psikiater. 

Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun