Seperti kita ketahui bersama dan sebagaimana banyak kabar telah beredar bahwasanya Dinas Pendidikan Kota Blitar, Jawa Timur, akan mengeluarkan surat edaran tentang pelarangan guru-guru di sekolah untuk tidak lagi memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada murid-muridnya.
Pelarangan ini bukan tanpa alasan, berdasarkan pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar Bpk. M. Sidik yaitu bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada murid untuk berinteraksi ataupun melakukan kegiatan positif lainnya baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Walau saat ini pelarangan masih berupa lisan, namun rencana pelarangan guru-guru untuk memberikan PR cukup diapresiasi oleh sebagian masyarakat dan berharap tidak hanya berlaku di lingkup Blitar saja tetapi juga di seluruh Indonesia.
Menanggapi kabar tersebut justru menurut Penulis pelarangan pemberian PR kepada murid merupakan sebuah kebijakan yang salah kaprah. Jika ditelaah, maksud pelarangan pemberian PR kepada murid dipandang sebagai suatu bentuk penghambat bagi murid untuk lebih intens dengan keluarga maupun mengetahui seluk beluk yang terjadi di luar (lingkup masyarakat).
Padahal apabila kita mau merunut lebih dalam secara seksama, pemberian PR kepada murid merupakan suatu upaya selain agar murid lebih paham dengan mata pelajaran yang diberikan, disiplin dengan menyelesaikan tugas PR, menciptakan interaksi baik dalam keluarga (orang tua turut membantu anaknya dalam mengerjakan PR) maupun membangun murid agar saling berinteraksi (sesama murid ada kegiatan belajar bersama).
Oleh karena itu pelarangan guru untuk memberikan PR kepada murid jelas merupakan kebijakan yang kurang tepat. Menanggapi apa yang umum terjadi saat ini dimana interaksi antara orang tua dan anak justru sangat minim (alasan kesibukan bekerja) sehingga menyebabkan anak tidak terkontrol maupun begitu mudah dihinggapi oleh unsur-unsur negatif yang diperoleh diluar.
Memberikan PR kepada murid merupakan langkah yang sediakala bertujuan positif bagi murid. Dengan adanya PR maka selayaknya murid dalam pengawasan orang tua di rumah, orang tua dapat fokus memberikan perhatian maupun kasih sayang sesungguhnya kepada anak, mentransfer segala bentuk pengetahuan dengan membentuk interaksi (bersama anak) didalamnya, dan lain sebagainya.
Kemudian PR pun perlu disadari bukanlah sesuatu yang diberikan secara intens atau terus menerus sehingga tidak akan mengganggu apalagi menghambat interaksi murid dalam keluarga maupun untuk mengetahui apa yang ada disekitarnya. Murid atau anak masih memiliki waktu lebih untuk beraktivitas bersama keluarga maupun diluar.
Rencana pelarangan guru-guru untuk memberikan PR kepada murid sebaiknya ditinjau kembali baik sisi positif maupun negatifnya. Permasalahan kurang tahunya murid akan sekitarnya mungkin saja timbul dari sisi internal dimana anak tidak dididik untuk peka dengan lingkungannya maupun kurang perhatian orang tua kepada anak tetapi bukan disebabkan oleh PR yang diberikan oleh guru.
Serayu, 22 Juli 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H