Namun pandangan ini seketika berubah ketika penggunaan internet, ponsel pintar, dan media sosial marak dimana menciptakan transisi akan bagaimana individu mencari dan juga menyebarkan informasi khususnya bagi mereka generasi millenial. Media cetak kian ditinggalkan karena dipandang tertinggal baik secara kemudahan akses, kecepatan arus informasi, serta konsep (bukan digital sehingga tidak menarik).
Hanya segelintir media cetak yang mampu bertahan terhadap himpitan yang disebabkan lahirnya konten-konten digital yang berimbas kepada minimnya unsur pembanding yang dapat memastikan apakah informasi-informasi yang beredar di dunia maya valid ataukah hoax. Hal tersebut diperparah dengan keadaan dimana masyarakat begitu minim akan minat membaca dan rasa keingintahuan, alhasil informasi tak lagi disaring dan informasi hoax begitu mudah menyebarluas.
3. Bobroknya kualitas pertelevisian nasional.
Bobroknya kualitas pertelevisian nasional di negeri ini memang dapat dikatakan kronis, Â dengan program-program yang serba monoton di setiap televisi menandakan begitu minimnya kreativitas insan-insan pertelevisian. Televisi disaat ini hanya berfokus pada hiburan/entertainment yang lebih mengedepankan rating (banyaknya pemirsa) dan pendapatan iklan.
Televisi sekiranya kini tidak lagi dipandang sebagai sarana utama untuk mendapatkan informasi, faktor keterbatasan dari perangkat televisi (ketimbang perangkat ponsel pintar yang serba mobile) dan kejenuhan individu diakibatkan buruknya mutu kualitas tayangan program pada televisi menimbulkan antipati terhadapnya.
Masyarakat kini lebih condong memilih perangkat ponsel pintar dikarenakan mereka bisa selektif memilih hiburan yang mereka ingin tonton dan mereka mendapatkan beragam opsi sumber-sumber informasi yang bisa dijadikan rujukan.
Oleh karena itu sudah sepatutnya baik elemen pemerintah dan insan-insan pertelevisian bersinergi dalam upaya membangun kepercayaan publik terhadap konten-konten yang ada di televisi, bagaimana program-program tayangan tersebut agar berkualitas, mendidik, menghibur, dan informatif, sehingga dapat mengurangi kecanduan publik terhadap perangkat ponsel pintar. Paling tidak mengembalikan marwah televisi sebagai sumber informasi terpercaya tanpa dilatarbelakangi kepentingan maupun keberpihakan.
Penyebaran hoax kian memprihatinkan seolah tak berkesudahan. Tentu menanggapi hal ini tidak serta merta hanya mengandalkan langkah-langkah yang pemerintah maupun elemen pengontrol lainnya lakukan, tetapi perlu juga dibarengi kesadaran diri sebagai individu dalam menyingkapi segala informasi yang masuk maupun ketika pribadi menyebarkan informasi khususnya melalui dunia maya.
Kita sebagai pribadi harus sadar bahwa setiap informasi yang masuk harus terlebih dahulu disaring, apakah valid ataukah hoax. Begitupun ketika menyebarkan informasi, sebagai individu harus dengan seksama memikirkan apa dampaknya bagi diri pribadi maupun cakupannya secara luas. Dengan cara demikian diharapkan peredaran informasi hoax dapat ditangkal dan diminimalisir serta mampu menciptakan individu yang bijak dan beretika dalam berinteraksi di dunia maya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.