Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prilaku "Toxic" pada MOBA dan Antisipasi Orangtua

12 Desember 2017   15:33 Diperbarui: 12 Desember 2017   15:38 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mobile Online Battle Arena atau lebih dikenal dengan istilah MOBA yaitu sebuah aplikasi permainan berbasis offline/online bergenre tower defense dimana para pemain sendiri maupun berkelompok berusaha saling mengalahkan hingga tower utama lawan hancur. Sebelum berkembang pesatnya cabang esport, genre dari permainan ini sangat digandrungi oleh para pemain desktop PC. Cikal bakal dari permainan tower defense yang sangat terkenal sampai sekarang adalah Warcraft Dota, dikembangkan oleh developer IceFrog dan kini bertransformasi menjadi Dota 2.

Lambat laun aplikasi permainan jenis MOBA ini mulai merambah ranah gadget didorong oleh perkembangan teknologi pada perangkat seperti smartphone dan tablet, seperti VainGlory, Arena of Valor, Mobile Legend, Heroes Evolved, Light x Shadow, dan masih banyak lagi lainnya. Masing-masing permainan memiliki daya tarik tersendiri namun karakteristik tower defense tetap kental walau secara sistematis lebih sederhana ketimbang MOBA di desktop PC.

Artikel ini sebenarnya bertujuan menanggapi artikel dari Kompasianer Irero berjudul "Banjir Kata Kotor di Mobile Legend" yang tayang pada 11 Desember 2017. Dalam artikelnya tersebut, ia menceritakan pengalaman kurang mengenakkan bermain MOBA dilatarbelakangi rasa keingintahuan serta ketertarikan dari suami dan anaknya memainkan permainan tersebut. Ia merasa kaget ketika dalam permainan disuguhkan bahasa kotor maupun tidak sopan sehingga ia merasa prihatin bilamana permainan ini dimainkan oleh kalangan anak-anak.

Apa yang disampaikan Kompasianer Irero sebenarnya tidak ada yang salah dan dapat dimaklumi, artikel tersebut sebagai bentuk rasa kekhawatiran, dan kepedulian sebagai seorang orangtua yang memiliki anak serta informasi kepada pembaca. Dalam artikel ini Penulis sekedar ingin menambahkan.

Berbicara dengan permainan MOBA apapun itu macamnya Penulis tegaskan memang tidak lepas dari kata-kata kotor dan tidak sopan. Selayaknya permainan tersebut menyediakan fitur chat in-game dalam lobby maupun berkomunikasi ketika beradu dengan lawan. Permainan yang menuntut kerjasama tim (apabila berkelompok) ini bukan hanya menguras energi dan waktu, tetapi juga dapat menyulut emosi disebabkan oleh faktor tertentu semisal pemain AFK (Away From Keyboard/leaver), rekan setim bermain kurang baik, maupun provokasi dari tim lawan.

Namun kembali bukan berarti hal-hal tersebut menjadikan pembenaran bagi kata-kata kotor dan tidak sopan, karena prilaku tersebut merupakan toxic bagi pribadi maupun orang lain. Bagi pribadi, kebiasaan menggunakan kata kotor dan tidak sopan mencerminkan buruknya pribadi atau ketidakmampuan dirinya dalam mengontrol emosi. Sedangkan bagi orang lain, menggunakan kata kotor dan tidak sopan kepada orang lain merupakan tindakan membully dan dapat mempengaruhi kejiwaan khususnya bagi perkembangan kepribadian anak maupun remaja.

Mungkin yang jadi pertanyaan besar disini adalah apakah pihak developer yang punya wewenang pada permainan lepas tanggungjawab?

Permasalahan mengenai penggunaan kata kotor dan tidak sopan ini sebenarnya masalah klasik yang umum dihadapi oleh semua jenis permainan berbasis online dan sulit untuk sekali untuk dicegah. Selain itu pula ada hal lain dari beragam aplikasi permainan yang kiranya orangtua perlu telaah, seperti konten permainan yang mengarah pornografi, sexual, dan mengadaptasikan sistem berbayar.

Jika mengacu kepada developer, maka beberapa developer sebenarnya sudah semaksimal mungkin berupaya meminimalisir hal buruk tersebut tidak terjadi dengan langkah-langkah preventif, seperti mensensor list kata-kata kotor/tidak sopan, menyediakan fitur pengaduan apabila ada pemain yang menggunakan kata-kata kotor/tidak sopan, hingga membanned/membekukan akun si pelaku. Akan tetapi kembali seringkali tindak lanjut langkah-langkah preventif tersebut seperti angin lalu dikarenakan para pemain toxic dapat mengakali sistem sensor maupun membuat akun baru dengan mudah.

Menanggapi hal tersebut, lalu apa yang musti dilakukan para orangtua? Selaku orangtua wajib mendidik anaknya akan etika dan sopan santun, pendidikan agama yang baik, serta memberikan kasih sayang yang cukup kepada anak. Jika memungkinkan, perbanyak interaksi baik kegiatan di dalam maupun luar rumah antara orangtua dan anak agar anak tidak terbelenggu dengan gadgetnya.

Pertanyaannya kenapa justru kita sebagai pengguna yang harus berprilaku bijak? Seperti Penulis katakan prilaku toxic dalam permainan sulit sekali untuk dicegah, kemudian melarang agar aplikasi permainan hampir mustahil dilakukan. Oleh karena itu langkah preventif yang bisa dilakukan dan terbukti ampuh adalah dengan membekali kematangan dan kedewasaan diri kepada anak dalam bersikap agar terhindar dari pengaruh prilaku toxic tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun