Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Jiwa Anda Sakit?

26 Oktober 2017   09:44 Diperbarui: 26 Oktober 2017   13:58 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Disadur dari psikologi.co.id bahwa apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa atau gangguan mental adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi (perwujudan dari suatu perasaan) psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial (lingkungan), psikologis, genetik, fisis (jasmani), atau kimiawi (obat-obatan).

Gangguan kejiwaan banyak macamnya, seperti gangguan kepribadian, gangguan kecemasan, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan pasca-trauma, gangguan seksual dan gender, sindrom respon stress, dan lain-lain sebagainya. Seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan perlu penanganan medis sesuai gejala yang dialaminya karena penyakit ini tidak bisa membaik dengan sendirinya, bahkan apabila dibiarkan malah dapat memperparah keadaan baik kepada individu maupun orang-orang disekitarnya. Berapa lama proses penyembuhan pun tergantung seberapa tingkat keparahan, jenis, dan penyebab gangguan.

Keinginan Penulis membahas gangguan jiwa tidak lepas dari kekhawatiran akan gambaran-gambaran prilaku personal yang terjadi di media sosial, salah satunya yaitu membully. Bully sendiri memiliki makna "a person who uses strength or power to harm or intimidate those who are weaker" atau apabila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia yaitu seseorang yang menggunakan kelebihan atau kekuatannya untuk melukai atau mengintimidasi orang yang lebih lemah (korban).

Terdapat 3 jenis bullying antara lain, secara fisik, verbal, dan psikologis. Namun hal umum yang seringkali ditemukan pada ranah medsos yaitu bullying secara verbal dan psikologis. Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial saat ini bukan lagi sekedar konsep jejaring sosial atau menghubungkan satu individu dengan individu lain, tetapi medsos kini juga telah menjadi sumber dan saling berbagi informasi.

Ditunjang dari kebebasan berpendapat, beragam informasi bisa kita dapatkan seiring pula fitur interaksi yang medsos sediakan berupa komentar menjadikan individu senantiasa dapat mencurahkan pendapat yang ada dibenak masing-masing. Namun sayangnya, tidak jarang (bisa diamati) ketidakcakapan individu tertuang pada fitur komentar yang disediakan. Unek-unek atau bentuk perasaan akan suatu kekecewaan dan amarah berlebih secara vulgar tanpa terlebih dahulu disaring terlampiaskan, materi-materi dimana berisikan bentuk ketidaksopanan dipertontonkan kepada khalayak umum sebagai cerminan dari kekurangan pribadi (secara tidak langsung).

Entah apakah sadar atau tidak disadari banyaknya individu yang melakukan hal tersebut, namun prilaku bullying merupakan prilaku yang tidak baik dilakukan apalagi ditiru. Ironisnya hal ini seperti menjadi sebuah budaya, seseorang yang biasa membully maka akan terbiasa membully sebagai pertanda dirinya mengalami gejala gangguan kejiwaan.

Kecewa, marah, atau bentuk perasaan terpendam merupakan hal yang lumrah dialami setiap manusia. Perasaan-perasaan yang dipicu oleh suatu sebab (secara pribadi alami langsung) menghasilkan dampak instant adalah sesuatu hal yang wajar, namun bilamana berdampak jangka panjang maka individu yang mengalaminya perlu menyadari bahwa ia mengalami masalah gangguan kejiwaan atau sekiranya perlu diobati.

Berbeda halnya dengan apa yang terjadi di medsos, terlepas dari pengalaman pribadi yang dialaminya justru kebanyakan individu yang mengalami gangguan kejiwaan ialah orang-orang yang pasif atau lebih kepada terpengaruh bentuk informasi yang negatif secara berkelanjutan. Secara personal kepribadian mereka begitu mudahnya tidak terkontrol hanya dipicu oleh bentuk informasi-informasi dengan gaya bahasa normatif (tidak memprovokasi maupun kontroversial). Luapan-luapan emosi pun tak terbendung dengan sajian komentar subjektif, yang lama kelamaan kian memprihatinkan memicu prilaku negatif lainnya seperti menghasut atau memfitnah.

Bagi siapapun yang mengalami hal ini patutlah waspada karena seperti Penulis katakan dampak yang diakibatkan bukan hanya kepada pribadi tetapi bisa juga dirasakan orang yang anda cintai maupun orang lain. Jika anda merasa informasi di medsos kurang menyehatkan bagi kepribadian anda maka minimalisir-lah bahkan stop penggunaannya, kemudian perbanyak interaksi sosial yang positif (di lingkungan sekitar) atau hal-hal bermanfaat lain yang bisa pribadi lakukan.

Kebebasan berpendapat bukan serta-merta bebas mengemukakan sesuatu tanpa dibarengi etika, kebebasan berpendapat tanpa etika hanya akan berujung masalah dan sudah begitu banyak contoh sebelumnya yang bisa kita bersama amati serta ambil hikmahnya. Jangan pernah merasa bahwa anda aman dibalik akun yang tertera, sekalipun anda merasa aman dengan akun "tuyul" tetap tidak mengesampingkan bahwa anda sedang mengalami gangguan kejiwaan. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun