AS, AH, dan SNH, ketiga tersangka yang telah diamankan Polisi dalam kasus First Travel turut menyita perhatian publik. Modus penipuan dengan cara mengiming-imingi biaya umroh murah yang dilakukan oleh para tersangka memakan banyak korban, kerugian dari tindak penipuan ini ditaksir mencapai 800 Milliar bahkan lebih. Di lain pihak, sisi kehidupan glamor yang dipertunjukkan oleh para tersangka mengundang keprihatinan sebagaimana berbanding terbalik dengan duka dan derita yang dialami oleh para korban-korbannya. Kini mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan kasusnya pun masih ditangani oleh pihak berwajib untuk didalami guna mendapatkan informasi lengkap dan sejelas-jelasnya.
Diluar konteks yang terjadi, kasus First Travel turut pula menghiasi ragam media sosial. Beragam tanggapan dan opini masyarakat luas membanjiri lini masa yang pada umumnya menghujat perbuatan para pelaku. Namun ada pernyataan yang sedikit mengganjal di benak Penulis, manakala ada segelintir pihak yang seolah menyudutkan. Oleh karena itu, agar tidak menjadi polemik di masyarakat khususnya ranah media sosial maka dalam artikel ini Penulis berupaya menjelaskan diantaranya.
1. Menutup Aurat
Ada beberapa opini yang menyoroti AH sebagai istri dari bos First Travel dimana ia mengenakan hijab tidak mencerminkan sikap sebagai seorang Muslimah yang baik dan memunculkan persepsi "sebagai Muslimah tak masalah tidak berhijab, yang terpenting hatinya". Disini terjadi mispresentasi dan perlu dijelaskan bahwasanya dalam Islam ada kewajiban menutup aurat bagi pria maupun wanita. Berbeda halnya dengan pria, anggota tubuh yang dapat diperlihatkan bagi kaum Muslimah hanyalah bagian muka dan kedua telapak tangan.Â
Jadi penggunaan Jilbab dan Hijab merupakan upaya untuk menjalankan perintah menutup aurat, dan selayaknya seseorang Muslimah yang baik dan taat sudah sepatutnya pula selaras dengan perbuatannya. Bilamana tidak maka berarti ia belum paham dan mengamalkan apa yang diajarkan oleh keyakinannya. Untuk lebih jelasnya, bagi para pembaca silahkan untuk mencari tahu lebih dalam kepada manusia-manusia berilmu atau bertanya kepada para ulama.
2. Keburukan tidak mengenal agama
Keburukan tidak mengenal agama, itu sudah jelas. Yang namanya keburukan dilakukan seseorang ataupun kelompok tidak ada sangkut pautnya dengan keyakinan maupun ranah demografisnya, jangankan keyakinan sebagaimana mereka juga melupakan sisi etika dan moral dalam kehidupan. Jangan salahkan agamanya, tetapi letak kekurangan ada pada manusianya.
Janganlah kita sebagai pengguna medsos tergiring oleh opini menyudutkan dan menyesatkan dimana menuntun untuk saling membenci antar umat yang satu dengan yang lain diakibatkan oleh prilaku buruk dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kita boleh saja benci akan tindakannya namun jangan mengeneralisir bahwa keburukan kepada semua pihak yang tidak ada kaitannya.
Kemudian janganlah terbiasa membandingkan keburukan yang satu dengan keburukan yang lain seolah-olah mencari mana yang lebih baik. Keburukan tidak ada yang dibenarkan dan akan selalu berujung kepada celaka.
3. Contoh dan pembelajaran bagi hidup
Bagaimanapun kasus First Travel membuka tabir gelap akan beragam kedok tindakan penipuan dan ini menjadi sekian dari beragam contoh kejadian yang sebelum-sebelumnya pernah terungkap ke publik.Â
Oleh karena itu, sebagai khalayak umum kita perlu meningkatkan kewaspadaan untuk lebih berhati-hati lagi agar kejadian serupa tidak kita alami. Pembelajaran ini sangatlah tak ternilai manakala duka dan derita orang banyak terkandung didalamnya, sebagaimana orang belajar dari pengalaman tidak akan melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.
Apa yang diharapkan Penulis dari artikel ini adalah agar kita semua secara seksama menelaah lebih dalam informasi-informasi yang beredar di media sosial sebelum memutuskan melakukan sesuatu, bijaklah melihat suatu peristiwa dan jangan larut dalam emosi yang menuntun kepada hal yang buruk lainnya. Jaga persatuan antar umat beragama dan rutinlah bersilaturahmi dengan sekitar lingkungan tempat anda tinggal guna membangun kebersamaan dan kepedulian. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H