Teknologi akan terus berkembang seiring zaman, sebuah keniscayaan bahwasanya selama masih ada eksistensi manusia di muka bumi maka kemajuan teknologi tidak akan mungkin terbendung. Dan salah satu wujud dari perkembangan akan teknologi yaitu media sosial.
Apa itu Media Sosial?
Dikutip dari Wikipedia, media sosial adalah sebuah media online (terkoneksi dengan internet - jaringan berskala besar yang menghubungkan antara perangkat yang satu dengan yang lainnya) dimana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, saling berbagi, saling terhubung, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.
Sebagaimana kita bersama ketahui dari penjabaran diatas bahwa media sosial merupakan cikal bakal pasca lahirnya internet, suatu kreasi dari daya pikir dan usaha manusia yang berkeinginan agar "informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat". Sesuatu pemahaman yang kini dianut oleh media sosial dimana secara tidak langsung memproklamirkan datangnya "era keterbukaan".
Media Sosial dan Dua Sisi Mata Pisau
Dalam ranah teknologi ada kalimat terkenal yang menyatakan bahwa "tidak ada sistem yang sempurna selama sistem tersebut dibuat oleh manusia". Dalam pengertiannya seperti ini bahwa secara harafiah manusia tidak luput dari yang namanya kekurangan, sebagaimana sesosok manusia yang membuat sebuah sistem yang sekalipun ia nyatakan sempurna tetap memungkinkan adanya "unsur x" yaitu kekurangan atau ketidaksempurnaan didalamnya. Tak terkecuali dengan media sosial, mengapa?
Dikarenakan media sosial tetap meliputi unsur manusia didalamnya, era keterbukaan yang kini memungkinkan manusia dapat bereksplorasi, bebas mengekspresikan diri, dan menunjukkan eksistensi, dan hal-hal lain sebagainya tidak hanya memiliki potensi positif melainkan pula "negatif". Tanpa ada batasan secara pribadi sebagai pengguna maupun tanpa dibatasi dengan aturan maka era keterbukaan yang dimaksudkan cenderung kebablasan dan berujung kerugian yang imbasnya bisa pribadi maupun disekitarnya rasakan.
Kedewasaan Pola Pikir
Mengacu kepada imbas negatif yang didapat memang hal ini menjadi fokus manakala kejadian serupa kerap terjadi. Kesalahan demi kesalahan terjadi layaknya sebuah sistem dalam tahap "trial and error" dan selama itu perbaikan-perbaikan dilakukan namun sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diinginkan. Era keterbukaan yang cenderung kebablasan ini membuat individu-individu selaku pengguna lupa diri bahwasanya "media sosial bukanlah sarana untuk mencari-cari masalah", media sosial kini sudah jauh menyimpang dari maksud mulia ketika awal mulanya diciptakan.
Apa yang menyebabkan kesalahan demi kesalahan terulang tak lain dan tak bukan adalah kurangnya kontrol diri selaku pengguna media sosial. Kontrol diri merupakan hal penting selaku pengguna sebagaimana dengan kontrol diri secara logika orang akan menghargai dirinya, orang lain, maupun peraturan yang berlaku sebagai wujud kedewasaan dari pola pikir. Secara pribadi orang yang memiliki kontrol diri yang baik akan berpikir dua kali setiap apa yang akan dilakukannya, begitupun ketika pribadi berinteraksi menggunakan media sosial.
Sulit tetapi Tidak Mustahil
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana membentuk kedewasaan pola pikir ketika menggunakan media sosial? Lingkup media sosial yang digandrungi oleh berbagai kalangan baik tua maupun muda memang menjadi tantangan sendiri dengan puluhan juta pengguna media sosial yang di Indonesia merupakan angka yang teramat besar, jadi jumlah yang besar ini perlu dipilah-pilah agar upaya membentuk kedewasaan pola pikir dapat diwujudkan dan cara penyampaian yang paling efektif adalah melalui keluarga.
Keluarga merupakan elemen terkecil dalam masyarakat yang berdiri sendiri menjadi sebuah kelompok yang umum berisikan Ayah, Ibu, dan Anak. Komposisi dari sebuah kelompok dimana potensial sebagai pengguna aktif media sosial. Membangun kedewasaan pola pikir tentu bukan suatu perkara yang mudah sekalipun seseorang sudah dapat dikatakan dewasa secara usia, namun hal tersebut tidak mustahil terwujud dengan langkah penyampaian yang tepat.
Dalam hal ini masyarakat perlu dihimbau secara berkelanjutan akan betapa pentingnya "privasi", lingkup personal yang kini mungkin telah banyak orang lupakan. Mengapa demikian? Keluarga bukanlah sebatas sebuah kata, keluarga dapat berarti suatu pencapaian maupun implementasi dari sekian banyak tanggungjawab didalamnya, dikarenakan begitu pentingnya keluarga maka selayaknya pula dijaga. Privasi bukan serta merta mengasingkan keluarga dari lingkup sosial secara nyata seperti tidak kenal tetangga maupun tidak peduli lingkungan sekitarnya, privasi bukan berarti menutup diri sepenuhnya kondisi akan bagaimana pribadi maupun keluarga, tetapi privasi yang mengartikan kemampuan dalam memilah informasi.
Prihal informasi apa yang layak dipublikasikan untuk umum dan mana yang cakupannya sebatas internal, informasi apa yang layak berbagi dan mana yang tidak, valid atau tidaknya informasi, manfaat atau mudarat informasi, dan juga memikirkan apa kiranya dampak dari setiap pilihan yang dilakukan ketika menggunakan media sosial. Bijak dalam menggunakan media sosial juga perlu ditindaklanjuti pengawasan dari internal keluarga, setiap bagian dari keluarga berperan mengawasi tindak tanduk anggota keluarga dalam ruang media sosial dengan maksud mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Sebagai gambaran kasus beberapa lalu dimana seorang anak masih dibawah umur berunjar di media sosial dan unjarannya menjadi viral hingga berbuah permasalahan. Dari kejadian tersebut bisa kita seksama lihat begitu rentannya media sosial menjadi polemik yang skalanya tidak hanya menyangkut personal bahkan massive yang melibatkan banyak individu dan menuai pro kontra bagi publik menanggapinya, hal tersebut jelas tidak menyehatkan terlebih bagi keutuhan sebuah bangsa. Inilah sebagian dari hal besar yang perlu diantisipasi, jangan sampai ketidakcakapan individu di media sosial meruncing menjadi polemik membudaya sehingga memungkinkan kerugian bagi bersama.
Kembali kemajuan teknologi tidak dapat manusia halau, apa yang manusia bisa lakukan adalah berjalan berbarengan seiring mengantisipasi dampak-dampak dari lahirnya teknologi baru yang akan datang. Menjamurnya media sosial sebuah keniscayaan yang mau tidak mau kita musti terima, tetapi bukan berarti sebagai pengguna justru kita acuh, penggunaan media sosial perlu dibarengi kedewasaan pola pikir dan bentuk kepedulian tersebut bisa kita bangun melalui keluarga. Mari jaga keutuhan bangsa dengan bijak menggunakan media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H