Sebagai pihak yang menyuarakan hukuman kebiri diberlakukan bagi pelaku kekerasan terhadap anak yang kian hari semakin mengkhawatirkan, berita disetujuinya hukuman kebiri oleh pemerintah bagi Penulis pribadi sebagai kabar mengembirakan. Walau hati ini masih miris dengan banyaknya kejadian kekerasan anak yang telah terjadi dan gambaran hukuman kebiri tidak sesuai Penulis inginkan (amputasi alat vital), namun besar harapan apabila diterapkannya hukuman kebiri ini sekiranya orang yang ingin berbuat jahat kepada anak dapat berpikir dua kali dan membuat jera para pelaku sebelum-sebelumnya.
Hukuman kebiri ini menurut pandangan Penulis masih jauh lebih ringan dikarenakan diluar sana tidak sedikit bermunculan opini publik khususnya kaum ibu-ibu rumah tangga yang menginginkan hukuman lebih berat kepada pelaku layaknya hukuman gantung atau tembak mati, ada juga opini yang berlandaskan emosi seperti dibakar hidup-hidup dan ada pula yang bernada nyeleneh seperti organ vital pelaku agar dikerubuni semut rangrang.
Apapun bentuk opini tersebut jelas menggambarkan kegeraman atas kondisi yang terjadi dan kebencian terhadap pelaku sebagaimana ada rasa bentuk perhatian lebih publik agar kasus kekerasan anak tidak menjadi-jadi di kemudian hari. Saat ini publik memang tinggal menunggu seperti apa perpu yang akan diskemakan oleh pemerintah prihal hukuman kebiri ini dan seperti apa nanti pelaksanaannya.
Dari hukuman kebiri yang tinggal menunggu waktu, muncul dibenak Penulis pemikiran "apakah dengan hukuman kebiri berarti selesai?". Dalam pengertian seperti ini :
Pertama, kiranya jika hukuman kebiri diberlakukan semisalkan dengan cara operasi kecil dengan pemotongan urat libido maupun menggunakan kimiawi maka bukankah hal tersebut membutuhkan biaya? Dalam benak Penulis menebak masyarakat pada umumnya pasti berpikiran hal itu jelas ditanggung pemerintah bukan? Kalau sudah menyangkut biaya maka Penulis bertanya, apakah masyarakat menerima hal tersebut dalam arti besaran biaya yang dikeluarkan? Kemudian perlukan dilakukannya transparansi menyangkut pembiayaannya? Kalau semua masyarakat dalam hal ini berkesimpulan tutup mata maka tentu tidak jadi masalah, namun jikalau mewanti-wanti adanya penyimpangan di kemudian hari hal ini perlu didiskusikan kembali.
Hal yang kedua dibenak Penulis yaitu " apakah hukuman kebiri hanya diperuntukkan bagi pelaku kekerasan anak saja?". Seperti kita ketahui bersama tindak kekerasan kiranya dapat mengancam semua pihak, sungguh menyeramkan memang bahwa kejahatan macam ini sampai mengincar kaum balita dan anak-anak namun tidak dipungkiri kekerasan terhadap anak didalamnya menyangkut kejahatan seksual dimana juga terjadi kepada kaum wanita (dewasa). Pelecehan dan pemerkosaan terhadap kaum wanita tidak jarang terjadi bahkan kejahatan ini seringkali didapati dengan menghabisi nyawa korban, namun apa daya dari rangkaian penelusuran dan penyelidikan aparat umumnya para pelaku hanya dijerat hukuman kurungan penjara.
Jika diamati bukankah ada ketidakseragaman hukum disini? Apa yang Penulis harap walau hanya sebatas rakyat jelata agar hukuman kebiri pun diterapkan bagi pelaku kejahatan ini, jangan karena pelaku membunuh namun ia malah lepas dari sanksi hukum yang lain. Oleh karena itu pasal berlapis perlu diterapkan kepada pelaku guna tegaknya hukum dan memberi keamanan kepada masyarakat yang dalam hal ini menjadi kewajiban pemerintah serta tanggungjawab bersama sebagai bentuk keperdulian terhadap sesama.
Kiranya artikel ini hanya sekedar unek-unek Penulis sebagai seorang rakyat jelata, secara pribadi Penulis pun tahu diri tempatnya dan hanya berharap keadaan negeri ini dapat lebih baik kedepannya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H