Artikel ini Penulis tulis sebagai himbauan kepada para orangtua untuk lebih memperhatikan anak mereka. Ceritanya seperti ini, Penulis dan beberapa kerabat sedang membicarakan salah satu topik hangat apa yang terjadi di negeri ini. Lingkup pembahasan yang luas akhirnya mengerucut ke masalah yang masing-masing amati dan kebetulan saja seorang kerabat merupakan staff pengajar di salah satu sekolah dasar di Jakarta.
Kita ketahui bersama bahwa teknologi semakin maju tak dapat dibendung, ada manfaat yang di dapat ada pula hal negatif yang disebabkannya salah satunya media sosial. Media sosial kiranya sudah tidak lagi mengenal batasan umur bagi siapa yang menggunakannya, namun disini Penulis menyarankan kepada para orang tua untuk mencegah anak-anak dikisaran remaja (rentang kelas 1 s.d 6 SD) untuk mengakses media sosial. Mengapa?
Ternyata media sosial tidaklah baik untuk perkembangan karakter anak, menurut pemaparan kerabat Penulis dimana ia memantau aktivitas media sosial anak didiknya mendapatkan bahwa media sosial membuat anak seolah memiliki dua kepribadian. Sebagai orang tua mungkin saja anda merasa mengenal dekat pribadi anak, namun jika orang tua mengamati lebih dalam lingkup sosial (pergaulan) anak ketika menggunakan media sosial maka orang tua dapat terhenyak kaget bukan main mengetahui kebenaran.
Tidak sedikit anak menggunakan media sosial sebagai bentuk pelampiasan dari kekangan orang tua dimana ketika orang tua berupaya keras mendidik anak menjadi pribadi yang santun namun di media sosial anak dapat berubah 180°. Sebagai pengajar kerabat Penulis pun kaget dan ketika orang tua anak yang bersangkutan datang ia pun menyarankan agar aktivitas anak dibatasi, sekiranya penggunaan fasilitas internet fokus digunakan untuk kepentingan sekolah (semisalkan tugas dari sekolah) dan akses media sosial dikurangi ataupun dalam pengawasan orang tua.
Penulis sangat pahami dimana permasalahan klasik orang tua saat ini seringkali berkata "tidak mungkin mengawasi anak selama 24 jam terus menerus", namun jika anda sebagai orang tua teliti permasalahan bukan kepada berapa lama pengawasan akan tetapi telah terjadi kurangnya komunikasi dan interaksi antara anak dan orang tua. Kembali lagi mengapa komunikasi dan interaksi keduanya perlu secara progress dilakukan?
Ketika orang tua menganggap ia tahu benar pribadi anaknya maka pertanyaannya apakah anak tahu karakter orang tuanya? Komunikasi dan interaksi antara orang tua dan anak tujuannya adalah agar ada feedback yang didapat anak dari hal tersebut dimana secara continue anak melihat sosok pribadi yang ia dapat contoh dan bukannya gambaran pribadi yang mencoba mengekangnya. Dari komunikasi dan interaksi antara orang tua dan anak diharapkan tumbuh jalinan erat antara keduanya sehingga anak tidak berpaling mencari perhatian diluar.
Seperti anda ketahui diluar sana bagi anak layaknya sebuah hutan belantara, tanpa arahan yang pasti maka anak anda bisa saja kesasar tanpa tujuan yang jelas atau malah bertemu dengan binatang buas. Oleh karena itu Penulis disini menekankan kepada para pembaca dan jika anda adalah orang tua yang sayang dan perhatian dengan anak yang anda miliki maka luangkan waktu untuk menjalin komunikasi dan interaksi lebih dalam dengan anak anda, jika anda memperkenankan akses media sosial maka awasi dengan seksama dan jangan ragu untuk menegur (tujuan memberitahu) anak apabila ia mendekati hal negatif, kemudian hidupkan tempat tinggal anak sebagai tempat dimana kasih sayang berada serta didik anak hidup sederhana bukan malah mendidik anak dimana uang dapat membeli segalanya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H