Dari konsep tersebut hendaknya dapat dipahami mengapa orang bali sangat nyaman dengan filosofi banyak anak banyak rejeki, mengamalkan konsep yang secara turun temurun yang diturunkan di jaman majapahit dan juga melestarikan konsep penamaan dalam “sastra Kanda pat” tersebut.
Ketika bu menteri hanya mengerti konsep ekonomi mungkin wacana mengamalkan program Keluarga berencana masih bisa terpolakan di daerah dengan tingkat kepadatan jumlah penduduk, sehingga menghambat perekonomian suatu daerah.
Dalam konsep ekonomi yang saya ketahui, penduduk itu merupakan salah 1 faktor produksi, yang mana semakin tinggi tingkat SDM suatu penduduk maka akan menjadikan perekonian daerah meningkat, demikian sebaliknya jika hanya pertumbuhan penduduk banyak tidak adanya SDM yang handal otomatis ini menjadi penghambat pembangunan seperti; penganguran, tingkat kriminal tinggi dan kemiskinan.
Perekonomian juga akan mencari jalannya, melalui filosofi semut “dimana ada gula pasti ada semut” konsep pertumbuhan penduduk yang tidak di imbangi dengan pemerataan pembangunan hanya dapat menambah masalah suatu daerah, filosofi tersebut menganalogikan bahwa semut yang di sebut sebagai masyarakat dan gula di ibaratkan sebagai kota yang kaya akan sumber penghasilan dan kehidupan dapat menjadi tempat mencari makan mereka.
Permasalahan ketidakmerataan penduduk ini sangat jarang dijadikan pembelajaran oleh pemerintah setempat, solusinya solusi pembangunan dan pemerataan menjadi kunci yang dapat memecahkan masalah.
Hemat penulis, sangat berat berupaya memadukan keadaan sosio kultural masyarakat Indonesia jika hanya melihat dari satu aspek keberagaman, jika secara secara spesifik tidak dapat memahami kondisi sosial, adat dan budaya suatu daerah.
salam,
Bagus Santa Wardana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H