Tuhan Izinkan Aku Berdamai dengan Masa Lalu ....
Dua hari berturut-turut, di waktu pagi, sekelebat perlakuan manismu menggerayangi mimpimu, merengkuh tubuhku, dan kata-katamu yang manis itu berkali -kali bersenandung di telingaku. Menggaung begitu merdu, mengiang-ngiang dan aku tiba-tiba terjaga.
Mataku bundar, jantungku menari, dan detaknya adalah tabuhan gendang yang bertalu-talu. Apa sebenarnya yang kau inginkan? Atau lebih tepatnya, mengapa kau harus datang dengan topeng barumu di ruang sunyiku?
Aku tak ingin hiruk-pikuk yang pernah terjadi ditelan oleh kesenyapan yang mematikan. Namun, aku lebih membenci tentang hari-hari sebelum dan bahkan sesudah hujan itu turun dan menyaksikan semuanya.
Jika Tuhan menakdirkan untuk memberikan aku kesempatan yang kedua, aku ingin bertemu denganmu dan menghapus tentang dan segala yang mencium aroma hari itu. Hari yang kujadikan perayaan malam di siangku. Hari yang kuanggap kau dan aku adalah pulau dan Tuhan mengutuk kita menjadi karang abadi.
***
Senandika atau solilokui adalah wacana seorang tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri di dalam drama yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut, atau untuk menyajikan informasi yang diperlukan pembaca atau pendengar. (Sumber: UNIVERSITAS STEKOM PUSAT https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Senandika#:~:text=Senandika%20atau%20solilokui%20adalah%20wacana,yang%20diperlukan%20pembaca%20atau%20pendengar.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H