Mohon tunggu...
Sansam Maulana
Sansam Maulana Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Penikmat karya Dewi Lestari dan Dan Brown. Basket, kopi, dan film adalah hal lainnya yang digemari.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Munggahan: dari Sunda untuk Indonesia

7 Maret 2024   17:04 Diperbarui: 7 Maret 2024   17:07 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelang memasuki bulan Ramadan, masyarakat yang merantau ke daerah lain akan sejenak kembali ke kampung halamannya untuk menjalani sebuah kebiasaan atu tradisi. Tradisi itu dikenal dengan  Munggahan.

Menurut literatur, munggahan merupakan tradisi berasal dari masyarakat Sunda, khususnya masyarakat muslim, dalam menyambut bulan suci Ramadan. Tradisi ini dilakukan satu atau dua hari sebelum Ramadan. Secara etimologi, tradisi ini bermakna sebagai rasa syukur kepada Allah SWT. untuk membersihkan diri dari hal-hal tidak baik selama setahun ke belakang dan juga agar terhindar dari perbuatan yang tidak baik selama menjalankan puasa.

Ada beberapa kebiasaan yang dilakukan masyarakat selama melakukan tradisi munggahan, seperti berkumpul dengan keluarga, botram (makan besama), berziarah ke makam keluarga, dan bersedekah munggah. Umumnya, masyarakat Sunda yang  merantau ke daerah lain akan mudik dulu ketika akan memasuki awal Ramadan. Tujuannya tak lain adalah berkumpul bersama keluarga dengan melakukan tradisi munggahan di kampung halamannya. Selain itu, ada juga kebiasaan untuk menyucikan diri sebagai salah satu tradisi saat munggahan yang dilakukan masyarakat. Kebiasaan tersebut bertujuan sebagai proses membersihkan diri (tubuh) sebelum melaksanakan ibadah dan memasuki bulan Ramadan. Proses menyucikan diri ini biasanya melakukan mandi wajib/besar dan memtong rambut, terkhusus pria, agar diri bersih dari berbagai hadas.

Oh, iya, apakah kalian tahu kata mungguhan bukan berasal dari bahasa Indonesia asli, melainkan serapan dari bahasa daerah?

Kata munggahan berasal dari bahasa Sunda,  unggah, yang berarti naik atau meningkat. Penyerapan kata ini terjadi karena faktor kelaziman penggunaan kata tersebut di dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga meluas dan menjadi milik masyarakat Indonesia. Faktor itu muncul karena terjadinya lintas budaya dalam berbahasa yang digunakan masyarakat pada kehidupan sehari-harinya. Dalam hal ini, budaya dapat dikatakan sebagai kristalisasi interaksi manusia (berbahasa) dengan segala aktivitas kehidupan sehari-harinya dan aktualisasinya dapat pula dilihat pada tingkah laku  manusia itu sendiri. Aktualisasi budaya inilah yang kemudian dikemas menjadi sebuah bahasa agar semua masyarakat dapat memahami makna di balik kata tersebut, lalu terjadi sebuah kesepakatan (penggunaan) berbahasa secara nasional. Dengan demikian, kata munggahan ini menjadi salah satu contoh bahwa perkembangan bahasa (Indonesia) dapat dipengaruhi oleh aktualisasi budaya sebuah daerah, bahkan bahasa daerahnya itu sendiri.

Yang  kemudian menjadi pertanyaan, kenapa bahasa daerah mempunyai peranan  dalam perkembangan bahasa Indonesia? Menurut Asrif (2010) dalam jurnalnya yang berjudul "Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Daerah dalam Memantapkan Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia", menyatakan bahwa ada tiga fungsi bahasa daerah, yaitu (1) pendukung bahasa Indonesia, (2) bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah dasar di daerah tertentu, dan  (3) sumber kebahasaan yang memperkaya bahasa Indonesia. Kata munggahan merupakan salah satu wujud fungsi ketiga bahasa daerah sebagai sumber kebahasaan yang memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia.

Munculnya kosakata bahasa daerah menjadi kosakata bahasa Indonesia adalah salah satu cara untuk menambah daya ungkap bahasa Indonesia. Sebagai contoh, kata munggahan ini menjadi sebuah kata yang  menyimbolkan suatu kebiasaan berkumpul bersama keluarga menjelang bulan Ramadan . Artinya, kata munggahan digunakan sebagai bahasa Indonesia untuk mengungkapkan konsep budaya yang  lazim dilakukan sebuah masyarkat menjelang bulan Ramadan. Tidak dimungkiri bahwa kata munggahan digunakan tidak hanya masyarakat Sunda, tetapi masyarakat Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu, penyerapan kata munggahan dari bahasa Sunda menjadi bahasa Indonesia sangat diperlukan guna mengungkapkan makna dari kata tersebut yang sudah lazim digunakan di berbagai daerah di Indonesia.  

 Penyerapan bahasa daerah menjadi bahasa Indonesia pun menunjukkan bahwa bahasa Indonesia terbuka dan dinamis. Proses penyerapan ini dilakukan guna memperkaya perbendaharaan kata atau istilah dalam bahasa Indonesia. Selain itu, penyerapan bahasa daerah ini salah satu bentuk aprsesiasi budaya terhadap bahasa daerah itu sendiri. Perlu diingat bahwa bahasa daerah merupakan salah satu penyokong kebudayaan nasional.  Maka dari itu, penyerapan atau pengangkatan kata dan istilah/ungkapan bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia adalah contoh penguatan budaya, khususnya budaya daerah, agar dapat dimiliki atau diapresiasi oleh masyarakat  Indonesia secara luas.  Proses penyerapan ini pun dapat dikatakan sebagai wujud pelestarian budaya daerah, terkhusus bahasa daerah itu sendiri. Dengan diangkatnya kata munggahan dan bahasa daerah lainnya ini menjadi bahasa Indonesia, budaya daerah akan lebih dihargai kembali oleh masyarakat itu sendiri.

Pengembangan bahasa Indonesia melalui (penyerapan) bahasa daerah  dapat dikatakan sebagai wujud pencerminan keanekaragaman dan pendorong peradaban masyarakat, khususnya dalam penggunaan bahasa sebagai alat permersatu. Artinya, pengembangan bahasa daerah, baik bahasa Sunda maupun lainnya, merupakan cerminan semangat keindonesiaan yang menghargai kebhinekaan pada masyarakat Indonesia. Sudah sepatutnya, pemerintah dan masyarakat memberikan perhatian lebih kepada keberadaan bahasa daerah sebagai bentuk investasi sosial budaya dalam menyokong pembangunan dan peradaban nasional.  

Jika kalian melihat banyak bahasa daerah, khususnya bahasa Sunda, dalam entri kosakata Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hal itu merupakan sebuah kontribusi bahasa daerah untuk pengembangan bahasa Indonesia semata. Bukan usaha untuk mengidentikan bahasa Indonesia dengan suatu budaya atau masyarakat tertentu. Semua semata untuk menumbuhkan rasa memiliki bahasa Indoensia. Biarkanlah bahasa daerah berkontribusi dalam memperkaya khasanah budaya nasional yang mencerminkan kehidupan sehari-hari agar dapat dimanfaatkan serta diterima semua lapisan masyarakat.

Sebenarnya, bahasa daerah dapat menjadi media alternatif pertama dalam pencarian padanan kata atau istilah (bahasa) asing, sehingga kedudukan dan fungsi bahasa daerah terapresiasi dan terpeliharaan sebagai bentuk kebudayaan masyarakat sebuah bangsa sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 32 ayat 2 tentang negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Biarkanlah bahasa daerah, khususnya bahasa Sunda melalui munggahan-nya, ngabuburit-nya, hinyai-nya, dan lainnya, memberikan sumbangsih terhadap perkembangan dan pembangunan nasional melalui konsep budayanya untuk Indonesia tercinta ini.  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun