Mohon tunggu...
S.Cinthadiliaga
S.Cinthadiliaga Mohon Tunggu... Penulis - Energy Enthusiast

Saya sangat tertarik dengan isu isu terkini terkait energi, termasuk energy transition, renewable energy, energy literacy, energy poverty dll, saya juga tertarik belajar tentang psikologi,dan mental health.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dampak Kelangkaan Minyak Diesel terhadap Strategi Pengaturan Energi Primer Global

9 Desember 2022   15:35 Diperbarui: 11 Desember 2022   08:54 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Untungnya ditengah tengah kenaikan harga energi, negara negara dikawasan tropis tidak mengalami lonjakan kebutuhan energi akibat pengaruh cuaca seperti kedua kawasan diatas, sehingga fokusnya hanya untuk pemenuhan penyediaan tenaga listrik dan transportasi. Berikut ini bisa kita lihat kondisi penyediaan energi di negara negara dikawasan Asia Tenggara. Saat ini suplai tenaga listrik diMalaysia didominasi oleh PLTU Batubara dengan proporsi sekitar 44,5% dan PLTG 38,6%, sementara PLTA menyumbang sekitar 15,3%, dan energi terbarukan menyumbang sekitar 21,5% dari total penyediaan listrik. 

Pada tanggal 19 September 2022, Malaysia baru saja menetapkan Kebijakan Energi Nasional nya untuk periode 2022 hingga 2040, dimana Malaysia memiliki target untuk mencapai low carbon emission pada tahun 2040, dengan meningkatkan kapasitas terpasang energi terbarukan dari 7,6 GW di tahun 2018 menjadi 18,4 GW pada tahun 2040, sekaligus mengurangi proporsi PLTU Batubara dari 31,4% menjadi 18,6% untuk mencapai target energi terbarukan sebesar 17% dari total bauran energi nasionalnya. 

Sehingga perencanaan energi primer kedepan dinegara ini terdiri dari Natural Gas 39%, Batubara 17%, PLTA 9%, PLTS 4% dan bioenergy 4%, sedangkan untuk kebijakan sektor transportasi pemerintah Malaysia menargetkan peningkatan penggunaan Liquefied Natural Gas (LNG), sebagai alternatif bahan bakar untuk transportasi laut [10]. Berdasarkan kebijakan energi nasionalnya Malaysia akan meninggalkan sepenuhnya BBM dalam 10 sampai 20 tahun mendatang, sedangkan proporsi BBM saat ini mencapai 30%.

Bagaimana dengan Filipina, sampai dengan akhir tahun 2021 produksi listrik di negara ini mencapai 103, 448 GWh yang berasal dari sejumlah pembangkit listrik diantaranya PLTU 57.5%, PLT EBT 23,4%, PLTG 17,7% dan PLTD 1,4%. Filipina juga memiliki battery energy storage system (BESS), dengan kapasitas terpasang sebesar 11 MW [11]. Sementara itu, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan moratorium PLTU sejak 22 Desember 2020, dan berdasarkan skenario perencanaan energi yang tertuang dalam Philipine Energy Plan 2020 -- 2040 proporsi Batubara dalam pembangkit tenaga listrik akan mengalami penurunan dari 57% di tahun 2020 menjadi 24,6% di tahun 2040, dan proporsi Gas diperkirakan akan menggantikan dominasi Batubara sehingga proporsinya meningkat dari 20% ditahun 2020 menjadi 40% ditahun 2040, energi terbarukan diperkirakan mencapai 35% ditahun 2030 dengan proporsi PLTS mencapai 15%, PLTA 14%, PLTP 4,4%, dan PLTB sekitar 1,4%,sementara proporsi Biomass kurang dari 1%. Selanjutnya untuk target bauran energi terbarukan pada tahun 2040 diperkirakan akan mencapai 50%. Filipina juga menetapkan target penetrasi bahan bakar alternatif untuk sektor transportasi seperti penggunaan kendaraan listrik maupun hybrid, serta penggunaan natural gas dan Biofuels. Sementara untuk transportasi angkutan barang Filipina telah melihat potensi Hydrogen sebagai alternatif, dengan studi telah dilakukan sejak November 2020 sampai Februari 2021 dengan perkiraan 10% penetration rate dari Hydrogen akan menggantikan bahan bakar minyak.

Sementara di Indonesia, sampai September 2022 proporsi bauran energi primer di Indonesia untuk pembangkit tenaga listrik adalah sebagai berikut, Batubara sekitar 66,86%, Gas 16,75%, PLTA 7,05%, PLTP 5,44%, BBM sekitar 3,46%, Biomassa menyumbang sebanyak 0,3% dan PLT Lain menyumbang proporsi sebanyak 0,14% [17]. Secara umum pengaturan energi primer yang menjadi prioritas dalam pengoperasian pembangkit di Indonesia berdasarkan keekonomiannya untuk kemudian didispatch ke jaringan sistem tenaga listrik adalah PLTU Batubara, PLTA, PLTG baru setelah itu PLTD atau Pembangkit Listrik berbahan bakar minyak. Pengoperasian PLTD menjadi opsi teakhir atau hanya saat emergency, sehingga bisa dipastikan stock HSD yang menopang pembangkit besar relatif aman. Untuk skenario pengaturan energi primer jangka panjang berdasarkan RUPTL PLN 2021-2030, komposisi energi primer untuk penyediaan tenaga listrik tahun 2030 akan mengalami transfomasi, hal ini ditandai kenaikan proporsi PLT EBT mencapai 51,6% (PLTA 25,6%, PLTB 1,5%, PLT Bio 1,5%, PLTP 8,3%, PLTS 11,5%, PLT Lain 2,5%, BESS 0,7%). Selanjutnya PLTU akan menymbang proporsi sekitar 34%, PLTG 14,4% dan PLTD hanya 0,01%. Secara bertahap pemerintah mendorong penggantian BBM baik untuk penyediaan tenaga listrik maupun untuk sektor transportasi dengan menggunakan bahan bakar nabati. Selain itu pemerintah juga mendorong penggunaan secara massif kendaraan listrik [13], dengan memberikan dukungan pengembangan charging station yang merupakan infrastruktur utama kendaraan listrik. 

Dapat disimpulkan bahwa disrupsi ketersediaan BBM memberikan dampak hampir kesemua negara didunia, dan masing masing negara menerapkan strategi untuk tidak lagi begantung pada BBM terutama pada sektor ketenagalistrikan dan transportasi. Untuk penyediaan listrik secara umum hampir semua negara yang menjadi referensi diatas menyiapkan strategi jangka panjang dengan sedikit demi sedikit mengurangi proporsi energi fosil dan beralih dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan diwilayahnya. Sedangkan untuk strategi jangka pendek untuk penyediaan tenaga listrik hampir semua negara mulai menginggalkan pembangkit listrik berbasis BBM dengan beralih menggunakan sumber energi primer dari Natural Gas maupun Batubara. Sementara untuk PLTD existing penggunaan HSD bisa dikurangi dengan melakukan pencampuran secara bertahap dengan bahan bakar nabati atau mengganti sepenuhnya dengan Biofuels tersebut.


Sementara untuk sektor transportasi, ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan untuk menghadapi kelangkaan BBM. Mulai dari pengaturan dan pemilihan jenis moda transportasi yang digunakan contohnya untuk kendaraan angkutan barang atau heavy vehicles untuk transportasi darat jarak jauh untuk lebih memprioritaskan penggunaan moda transportasi berbasis rel, sementara untuk transportasi darat jarak dekat didorong untuk penggunaan kendaraan listrik. Adapun energi alternatif yang bisa digunakan untuk mengganti BBM pada transportasi laut yaitu dengan penggunaan LPG maupun Hydrogen, sedangkan untuk transportasi udara Hydrogen juga di proyeksikan dapat menggantikan BBM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun