Manusia dalam hidupnya tidak sapat terpisahkan dari aktivitas berpikir. Berpikir dapat didefinisikan sebagai sebuah kegiatan menggali pemahaman yang tepat, dengan standar ketepatan pada setiap individu yang beragam. Oleh karenanya, standar ketepatan pada tiap individu yang dijadikan sebagai dasar pasti akan berbeda antara satu dengan lainnya.
Pada ranah filsafat dan logika, ditemui beberapa pola dalam aktivitas kajian dan pemahaman pola pikir manusia untuk menghasilkan sebuah kesimpulan. Tiga pola yang sering dikaji dalam disiplin tersebut antara lain syllogisme, logisme, dan fallacy. Ketiganya mempunyai fungsi dan ciri yang beragam dalam memproduksi argumen yang valid. Artikel ini akan membahas pengertian, penggunaan, dan perbedaan mendasar dari ketiga konsep ini.
1. Silogisme
Silogisme merupakan pola pikir yang melibatkan premis sebagai dua bagian pertama dan sebagai bagian ketiganya adalah kesimpulan. Dalam silogisme, dua premis dijadikan sebagai dasar untuk menghasilkan informasi baru atau yang disebut dengan kesimpulan (Indah, n.d.).
Contoh :Â
Premis 1: Semua mahasiswa UIN Malang adalah pelajar.
Premis 2: Budi adalah mahasiswa UIN Malang.
Kesimpulan: Budi adalah pelajar.
2. Logisme
Logika dipandang sebagai dasar pemikiran yang bisa diterapkan dalam berbagai cabang matematika. Aliran filsafat yang dikenal sebagai logisme menyoroti hubungan erat antara logika dan matematika. Aliran ini berpendapat bahwa semua aturan dasar matematika dapat dijelaskan dengan logika. Logisme mulai berkembang pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 oleh tokoh-tokoh seperti Gottlob Frege, Bertrand Russell, dan Alfred North Whitehead. Gagasan utama logisme adalah bahwa matematika sepenuhnya bisa dijelaskan melalui logika. Para pendukung aliran ini percaya bahwa semua konsep dan pernyataan matematika dapat dijelaskan dengan logika tanpa perlu menggunakan prinsip lain di luar logika (Prabowo, 2009).Â
Walaupun logisme telah memberikan kontribusi besar dalam mengembangkan dasar logika dan matematika, aliran ini juga menerima banyak kritik. Salah satu kritik paling terkenal berasal dari Kurt Gdel melalui teorema ketidaklengkapannya, yang menunjukkan bahwa dalam setiap sistem logika formal, selalu ada pernyataan yang benar tetapi tidak dapat dibuktikan dalam sistem tersebut.
3. Fallacy
Dalam forum diskusi dan debat, sering kali kita dihadapkan pada argumen yang tampaknya logis, tetapi sebenarnya mengandung kesalahan berpikir. Kesalahan ini disebut "fallacy" atau kekeliruan logika. Fallacy adalah kesalahan dalam berpikir yang muncul akibat ketidaksesuaian antara gagasan yang dipikirkan dan cara penyampaiannya melalui bahasa(Gitayuda, 2021).
Fallacy jika digunakan secara sengaja maupun tidak, maka akan mempengaruhi kebenaran argumen. Memahami berbagai jenis fallacy, akan membantu kita untuk berpikir lebih kritis dan tidak terjebak dalam kesalahan berpikir. Mengenali fallacy dalam berbagai hal baik debat, politik, maupun diskusi sehari-hari sangat penting dilakukan agar argumen yang kita buat dapat lebih kuat dan menghindari perangkap manipulasi yang menyesatkan.
Sumber Rujukan:Â
Gitayuda, M. B. S. (2021). Implementasi Edukasi Menghindari Kesalahan Berpikir Pada Mahasiswa Manajemen. Science Contribution to Society Journal, 1(1), 22--30. https://doi.org/10.35457/scs.v1i1.1745
Indah, A. V. (n.d.). LOGIKA ARISTOTELES: Perkembangan Logika dan Sesat Berpikir. 17.
Prabowo, A. (2009). JMP: Volume 1 Nomor 2, Oktober 2009. Aliran Aliran Filsafat Dalam Matematika, 1, 25--45.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H