Pada 3 Desember 2024, Korea Selatan dikejutkan dengan pengumuman darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol. Tindakan yang memicu kekacauan politik tersebut mengingatkan kita pada sebuah momen kelam dalam sejarah Korea Selatan: Tragedi Gwangju 1980, yang hingga kini masih meninggalkan bekas mendalam pada politik dan kehidupan sosial Korea Selatan.Â
Jejak Tragedi dalam SejarahÂ
Gwangju Uprising bukan hanya sebuah peristiwa berdarah; ia adalah titik balik dalam sejarah Korea Selatan. Pada bulan Mei 1980, di tengah ketegangan politik pasca-rezim militer Park Chung-hee, warga Gwangju bangkit melawan pemerintahan yang dipimpin oleh Chun Doo-hwan, seorang jenderal yang merebut kekuasaan melalui kudeta. Pemberontakan yang dimulai sebagai protes terhadap penutupan universitas dan penguatan kontrol militer itu berakhir dengan pembantaian brutal. Militer yang diturunkan untuk meredam protes akhirnya menggempur kota dengan kekerasan, menewaskan ratusan warga sipil.
Nama-nama seperti Kim Dae-jung, tokoh yang kemudian menjadi Presiden Korea Selatan, dan banyak lainnya menjadi simbol perjuangan warga Gwangju. Hingga kini, peristiwa ini terus digali dan dibicarakan dalam konteks ketegangan politik yang tak kunjung reda.
Tragedi Berdarah: Kekuatan Militer vs. Warga Sipil
Apa yang terjadi di Gwangju pada tahun 1980 bukan hanya sebuah pemberontakan; itu adalah bentrokan antara kekuatan militer yang brutal dan warga sipil yang menuntut hak-haknya. Militer yang dipimpin oleh Chun Doo-hwan menanggapi pemberontakan dengan tindakan kekerasan yang mengerikan. Tembakan ke arah demonstran tak terhindarkan, sementara media internasional turut mengangkat tragedi ini ke panggung dunia, meskipun saat itu banyak media Korea Selatan yang dibungkam.
Sementara itu, militer juga mengeksploitasi retorika anti-komunis, menyebut pemberontakan ini sebagai bagian dari ancaman yang lebih besar terhadap tatanan negara. Salah satu alasan mengapa Gwangju menjadi titik yang sangat sensitif dalam politik Korea Selatan adalah karena tragedi ini masih sering disangkutpautkan dengan kebijakan pemerintah yang terus mengontrol narasi sejarah.
Menghubungkan Masa Lalu dan Ketegangan Politik Sekarang