Mohon tunggu...
Khairunnisa Al Araf
Khairunnisa Al Araf Mohon Tunggu... Freelancer - Host-Writer Freelancer

Hi, saya Khairunnisa Al-Araf Suka banget nulis, ngobrol, dan berbagi cerita tentang hal-hal seru seputar komunikasi, media, dan dunia kreatif. Dengan latar belakang di Ilmu Komunikasi, saya selalu excited explore berbagai topik, mulai dari tips komunikasi yang praktis sampai ngobrolin tren media yang lagi hype. Hobi saya juga suka banget nulis dan cerita tentang pengalaman yang bisa inspire orang, atau kadang cuma sekedar share hal-hal yang lagi viral. Di Kompasiana, saya ingin berbagi konten yang bisa relate dengan kehidupan sehari-hari dan tentunya penuh dengan ide-ide baru yang pastinya menarik buat dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gwangju Uprising: dari Tragedi Berdarah ke Ketegangan Politik yang Tak Kunjung Reda di Korea Selatan

4 Desember 2024   11:00 Diperbarui: 4 Desember 2024   11:04 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: CNN Indonesia

Hari ini, Korea Selatan kembali dihadapkan pada ketegangan politik yang mirip dengan masa lalu. Ketegangan yang dipicu oleh pengumuman darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol semakin memperlihatkan betapa rapuhnya demokrasi yang telah dibangun sejak reformasi 1980-an. Ketika Yoon mengumumkan darurat militer pada malam 3 Desember, ia mengklaim langkah itu diambil untuk melawan ancaman dari "kekuatan anti-negara" yang dianggap bersekutu dengan Korea Utara. Keputusan itu langsung memicu protes besar-besaran di Seoul, bahkan menambah ketegangan dengan oposisi yang melihat ini sebagai tindakan otoriter, menyerupai cara-cara rezim militer masa lalu.

Protes besar-besaran ini mengingatkan kita pada cara-cara keras yang digunakan untuk meredam perlawanan di masa Gwangju. Apakah Korea Selatan kini sedang mengalami krisis demokrasi yang serupa dengan masa kelam yang pernah dialaminya? Pernyataan dari Partai Demokrat yang menentang kebijakan Yoon, serta kritik keras dari masyarakat internasional, semakin memperburuk citra pemerintahan yang ada.

Pembelajaran dari Gwangju 

Gwangju Uprising adalah pelajaran penting tentang pentingnya menjaga kebebasan dan hak asasi manusia dalam sistem demokrasi. Meski sudah lebih dari empat dekade berlalu, peristiwa ini tetap membekas, baik dalam ingatan masyarakat maupun dalam perjalanan politik negara tersebut. Darurat militer yang diumumkan oleh Yoon pada bulan Desember 2024 mengingatkan kita bahwa ketegangan politik yang pernah ada di masa lalu belum sepenuhnya hilang.

Dengan latar belakang sejarah yang penuh kekerasan, Korea Selatan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan kestabilan demokrasi. Gwangju Uprising menunjukkan bahwa sebuah tragedi berdarah bisa menjadi alat pembelajaran untuk generasi yang lebih muda, sekaligus peringatan agar kita tak lupa akan harga kebebasan. Mungkin inilah saat yang tepat untuk merefleksikan kembali integritas demokrasi dan memastikan bahwa tragedi seperti itu tidak terulang lagi.

Gwangju Uprising dan krisis politik yang sedang berlangsung di Korea Selatan adalah panggilan untuk kita semua: untuk tetap waspada terhadap ancaman otoritarianisme dan menjaga kebebasan yang telah lama diperjuangkan.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun