Mohon tunggu...
SanBha
SanBha Mohon Tunggu... Penulis - Non vestimentum virum ornat, sed vir vestimentum

HUMANIORA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Truth, Bumi Manusia, Dunia Sophie

13 Desember 2020   17:07 Diperbarui: 13 Desember 2020   17:10 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                                                    SanBha

Gelak  pecah  dari penenggak ketidakbenaran,

berbanding terbalik  dengan  dengan deru ronta menolak segala ketidakbenaran

Keterperkosaan bathiniyah  sesudah masa  ketidakpastian kebenaran,

kan berbanding lurus dengan dera pilu perindu  kebenaran.

Tentang diri manusia yang dalam  raga dan  berjiwa,

mengapa sering melupakan yang kedua ?

Tentang cerita manusia yang berdiri di atas hamparan tanah  kebenaran, tetapi tanpa  kebenaran

Tentang penyuara lantang di muka umum, tetapi menghampa makna di sanubari ketersendiriannya

Para pembela kebenaran yang nampak kokoh di balut armor si baju perang, namun rapuh, mengering, mendangkal di jiwa

Bergema atas nama pembela  seantero manusia, padahal penghamba keterpesonaan, hasrat pragmatisme,  atau  irisan segelintir mereka yang bertujuan.

Di perjalanan, keterjelasan kebenaran tidak lebih tinggi daripada daya  memahaminya,

derajat kegamblangannya di atas ambang rasa  kegamangan kita.

Tapi  penyamaran tak kasat mata telah membawa wajah kebenaran, sulit dibedakan, karena terlalu banyak para pencacinya yang  berwajah manis

'Binatang bumi'  ini sejatinya adalah sang pemegang lisensi  tali kekang kebenaran,

Tapi mengapa begitu banyak yang bertanya tentang  tidak adanya denyut kebenaran sesudah kehadirannya ?

Jika tidak menjegal, tergiur mengorupnya

menisbikan kebenaran,

hingga melahirkan Tahafut kebenaran

Manusia acapkali berbicara pada segala yang ada pada skala  yang tidak pernah ada

Karena manusia bahagia hanya jika bersenggama dengan segala ketiadaan-ketiadaan

bahkan  sebagian, tidak bercengkrama dan  menghendaki  ketiadaan-Nya

Kalau  kemarin di jagat ini kami selalu terbilang gagal,

Lalu bagaimana kami  bisa sepakat di hari esok  akan  pengertian kebenaran dan juga  kemungkinan adanya  kebenaran akhir yang adil ?  tentang kebenarannya kebenaran, bahkan kemutlakkan darinya.

Rummi berbisik, rendahkan dulu  hatimu, bukalah rasa dalam tulus menyeluruh sembari melangkah

tapi di balik keramaian ada  sebuah teriakan, tidak adanya kebenaran adalah kebenaran ! luruskan   hitam-putihmu ?

....  Aahh,  Angel or Demons  kah ini ?

Tak bergeming, aku tetap berjalan ....memastikannya dan mengokohkannya, jika tak, bagaimana kami menjalaninya ???

... diikuti bentukan metatarsal di belakangku yang memanjang, menerus  tanpa putus

                                                                                                                             Suatu perjalanan malam di 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun