Mohon tunggu...
Adi Toha
Adi Toha Mohon Tunggu... lainnya -

Pembaca dan Tukang Cerita. Penerjemah dan Editor. Suka bersepeda juga. www.sanibisme.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sultan al-Kamil, Fransiskus Assisi, Mursi, dan Mesir

28 Juli 2013   14:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:55 2680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sultan al-Kamil bisa saja membantai Tentara Salib yang sedang terjebak hingga tak tersisa dan merebut kembali Damietta dengan pasukan barunya. Tetapi al-Kamil lebih memilih perdamaian, beliau tidak ingin mengorbankan nyawa rakyat dan para prajuritnya. Maka ketika pasukan Templar, Hospitalier, dan ordo militer lainnya mengibarkan bendera perdamaian, perundingan pun dilangsungkan, bahkan sang sultan bersedia memberi makan puluhan ribu Tentara Salib yang telah terkepung selama berhari-hari.

Perdamaian pun tercapailah pada 1221, Damietta diserahkan kembali ke tangan Sultan al-Kamil, dengan balasan seluruh Tentara Salib dibiarkan selamat tanpa pembantaian lebih lanjut untuk pulang kembali ke negara masing-masing, tanpa kemenangan, tanpa merebut kembali Yerusalem, dibiarkan bertanya-tanya sendiri tentang kebaikan Sultan al-Kamil, yang sebelumnya digambarkan di Eropa sebagai sosok yang kejam.

***

Membandingkan kecamuk Perang Salib Kelima dengan apa yang terjadi di Mesir sekarang memang tidak sepenuhnya tepat. Apalagi membandingkan Mursi ataupun presiden sementara Mesir dengan Malik al-Kamil yang toleran. Masing-masing bersikukuh dengan kebenaran versi mereka sendiri, disertai dengan basis dukungan massa yang relatif besar. Akan tetapi, jika Perang Salib saja, pertarungan dua agama, dapat berakhir damai tanpa pembantaian lebih lanjut, maka seharusnya, apa yang terjadi di Mesir dapat dihentikan, atau setidaknya dapat diredam, jika masing-masing pimpinan bersedia duduk bersama untuk membicarakan perdamaian.

Memang dikabarkan telah terjadi pembantaian terhadap para pendukung Mursi oleh militer Mesir, dan tak jarang pula korban berguguran dari pihak pendukung militer. Pembantaian memang kejam, tetapi pemimpin yang membiarkan pembantaian terus terjadi demi propaganda dan konsolidasi kepentingannya sendiri juga tidak kalah kejamnya. Selalu yang tidak bersalah, di masing-masing pihak, yang menjadi korbannya. Mereka yang berada di luar pihak-pihak yang berseteru juga menjadi korban opini dan berita. Dukung sini dukung situ, bahkan sampai menjelek-jelekkan, dan anehnya terkadang mengatasnamakan agama. Yang dukung situ berarti kafir, yang dukung sini berarti Islam sejati. Padahal, di Mesir sendiri, mungkin saja, dalam satu kerumunan massa salah satu pendukung, terdiri dari bermacam agama. Sejarah agama dan peradaban Mesir sangatlah panjang. Seperti yang tertulis di depan tadi, bahkan pada masa Perang Salib sekalipun, di Mesir yang Islam terdapat komunitas Kristen yang tidak bertindak menjadi musuh dalam selimut bagi Sultan al-Kamil dan di pihak Tentara Salib yang Kristen, terdapat sekutu dari Kesultanan Seljuk yang Islam.

Pada akhirnya, kita hanya bisa berdoa dan bersolidaritas semoga saudara-saudara kita di Mesir nun jauh di sana dapat menghentikan perseteruan dan menemukan jalan perdamaian demi kepentingan rakyat Mesir dan umat manusia pada umumnya. Kita yang di sini, beda kepala beda pendapat boleh saja, asalkan tidak saling memfitnah apalagi mengkafirkan. Karena sesungguhnya, cukup banyak persoalan di negeri sendiri yang butuh perhatian. Ibarat kata, jangan sampai “tetangga menjerit kesakitan digebuki FPI dibiarkan babak belur, tetapi unta yang melenguh kesandung piramid di seberang gurun sana malah ditolong mati-matian”.

Wallahu’alam.

Referensi sejarah :

The Saint and the Sultan, Paul Moses, Doubleday Religion, 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun