Alam dan kita memiliki hubungan spesial nan erat. Alam bagaikan wadah yang mampu memfasilitasi kebutuhan kita sebagai manusia. Alam dengan fasilitasnya yang mewah, menawarkan berjuta kenikmatan yang tiada taranya dan tiada duanya. Apapun yang kita inginkan, sudah PASTI tersedia di alam. Oksigen yang tiada hentinya masuk dan memberikan kita kesempatan untuk hidup, begitupun dengan tumbuhan dan hewan. Hingga ketika usia sekolah kita mengenal apa yang dinamakan rantai makanan.
Rantai makanan, dengan siklusnya yang selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan. Ya, KESEIMBANGAN, keseimbangan yang tercipta untuk kita dan kelangsungan hidup kita. Tapi, kenapa dengan begitu tanpa dosanya, justru kita sendiri yang menghancurkan semua keseimbangan yang tercipta sempurna dan dipersembahkan khusus untuk kita. Kita telah lama merusak siklus keseimbangan itu.
Hidupnya manusia tentu saja memerlukan pengorbanan nyawa. Nyawa makhluk hidup lain, yang dengan keikhlasan dan kepasrahannya merelakan dirinya mati untuk kehidupan kita. Pernahkah kita menghitung berapa banyak sayuran, tumbuhan, buah-buahan, dan hewan yang mati berkorban untuk kelangsungan hidup kita? Pengorbanan yang diwujudkan dalam sajian enak yaitu makanan. Berapa liter air yang kita pakai untuk mandi, mencuci, hingga minum selama ini. Berapa banyak logam-logam dan minyak bumi yang habis terkeruk untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar, berkendara, hingga gadget yang sangat lekat dengan genggaman tangan kita? Tentu jawabannya banyak dan sangat banyak. Saking banyaknya, kitapun lupa menghitung bahkan cenderung abai atas apa-apa yang telah kita konsumsi yang semuanya itu kita peroleh dari alam.
Nyawa yang dikorbankan, bukan berarti kita hentikan untuk tidak menambah korban selanjutnya, hanya demi kelangsungan hidup kita. Hanya saja, ketika alam telah memberikan begitu banyak kemewahannya, ingatkah kita untuk setidak-tidaknya berusaha melakukan langkah kecil untuk menjaga keseimbangan alam kita. Karena kunci terkecil yang paling mudah untuk mengendalikan semua ini hanya satu, ya hanya satu. MENGENDALIKAN KONSUMSI. Hingga Mahatma Gandi mengatakan bahwa bumi ini mampu memberikan makan semua manusia di dunia, tetapi bumi tidak mampu memberi makan satu orang yang rakus.
Perubahan jaman yang begitu pesat, mobilitas manusia yang semakin meningkat, hingga perkembangan ilmu pengetahuan yang mengantarkan kita pada percepatan perubahan-perubahan yang sangat pesat. Maka timbulah keinginan untuk memiliki power "I'm thinking therefore I'm" (Descartes). Kini, kita melihat sendiri semua dampak akumulasi atas keinginan yang mengantarkan kita pada status kekuasaan yang melahirkan penghormatan manusia.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang pesat nan tinggi, kini merupakan impian semua negara. Baik itu negara yang nyata-nyatanya telah maju begitupun negara berkembang yang memiliki impian untuk masuk ke dalam lingkaran negara-negara maju. Tapi akankah pertumbuhan ekonomi merupakan fokus utama suatu keberhasilan dan kesejahteraan? Bukankah dengan semakin tingginya status ekonomi seseorang maka berbanding lurus dengan "will to power" untuk menguasai semua aset-aset fisik, dimana penguasaan aset fisik inilah yang melahirkan perilaku konsumsi tinggi.
Semakin tinggi status sosial, biasanya berbanding lurus dengan semakin tingginya keinginan penghormatan yang ditunjukan pada dirinya. Penghormatan termudah akan lahir ketika orang lain melihat keberhasilan aset fisik yang dimiliki. Naiknya jabatan secara otomatis akan merubah pola konsumsi seseorang. Contohnya tidak cukup dengan sepeda motor, maka timbulah keinginan untuk memiliki mobil. Celakanya setelah memiliki mobil kepuasaan itu tidak terhenti begitu saja, lahirlah keinginan untuk memiliki mobil yang lebih bagus nan mahal. Belum puas dengan jumlahnya yang hanya terparkir satu di garasi, maka timbulah keinginan untuk mengoleksi mobil-mobil lainnya. Begitupun dengan rumah. Tidak puas memiliki rumah di suatu daerah, maka untuk meningkatkan status sosial dibelilah rumah-rumah lain yang mungkin saja jaraknyapun saling berdekatan atau bahkan berjauhan.
Alhasil, jalan raya kini macetnya semakin membuat pusing kepala. Karena orang-orang dengan alasan tingginya "mobilitas" sibuk untuk pamer berkendara. Tidak hanya berkendara, karena alasan investasi yang menggiurkan karena nilai jual yang selalu meningkat, lahan-lahan kosong yang ditumbuhi pohon hingga lahan persawahan, dibabat habis untuk ditanami hunian-hunian. Padahal sebanyak apapun mobil yang kita punya, sesungguhnya kita hanya membutuhkan satu mobil saja untuk kita kendarai. Selebihnya, untuk sementara menjadi penghias cantik garasi. Begitupun dengan rumah. Seluas dan sebanyak apapun rumah yang kita punya, kita hanya membutuhkan beberapa meter saja untuk beristirahat (tidur) dan hanya satu tempat saja yang kita butuhkan. Tentu Anda tidak dapat membayangkan, bagaimana jadinya Anda menggunakan semua kamar pribadi pada rumah-rumah yang Anda punya, pada satu malam. Tentu Anda akan menjawab, sebenarnya hanya satu kamar tidur pada satu rumah saja yang dapat Anda gunakan untuk beristirahat.
Indonesia Kita
Rakyat kita menjerit dan memaki pemerintah ketika harga BBM melambung begitu tinggi. Padahal semua makian dan jeritan yang terlontar, tidak lain hanya alasan manis untuk membela perilaku boros kita agar dapat terus berlangsung dengan mulus dan murah. Melambungnya harga BBM seakan angin lalu yang menjadi pengingat perilaku buruk konsumsi kita. Mudah dan murahnya kredit kendaraan bermotor kini membuat masyarakat kita kalap untuk terus meningkatkan aset fisik yang nampak dan terlihat jelas oleh mata, dengan alasan lain yang tersembunyi, meningkatkan status sosial dan penghormatan.
Rumitnya, harus kita akui bersama bahwa negara kita tidak ramah untuk transportasi umum yang nyaman. Sehingga orang-orang kalangan atas cenderung memilih untuk berkendara dengan kendaraan pribadi, ditambah lagi peliknya kejahatan yang kerap kali terjadi di dalam kendaraan umum yang harus kita akui bersama, kejahatan itu lahir dari masyarakat kita sendiri dengan alasan ekonomi.
Jika kita berkaca pada negara-negara maju, pun negara maju penghasil kendaraan-kendaraan bermotor. Mereka justru lebih memanfaatkan transportasi umum untuk bepergian, dan transportasi umum itu adalah kereta yang nyata-nyatanya memiliki jalur khusus yang tidak menimbulkan kemacetan yang membuat pusing kepala. Tapi, kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya pemerintah kita atas gempuran kendaraan-kendaraan bermotor yang dapat diperoleh dengan cicilan mudah dan murah. Karena, negara-negara maju akan menutup untuk memberikan pinjaman uang, jika kita meminjam untuk membangun transportasi umum (kereta api) tetapi yang terjadi sebaliknya, jika negara kita meminjam untuk menambah luas jalan tol atau jalan raya. Singkatnya, jika jalan raya diperluas maka akan terjadi peningkatan pembelian kendaraan bermotor, dimana kendaraan bermotor tersebut diimpor langsung dari negara-negara maju guna meningkatkan PERTUMBUHAN EKONOMI mereka.
Belum lama ini bahkan mungkin menjadi masalah klasik ketika harga kedelai tinggi. Kedelai yang menjadi bahan pokok untuk membuat tahu dan tempe. Sederhananya, tahu dan tempe merupakan pangan universal yang mudah dan murah untuk dikonsumsi rakyat kita. Sayangnya, kedelai yang dipakai sebagai bahan pokok tahu dan tempe tersebut masih berstatus IMPOR.
Sebagai satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki fokus utama di bidang pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) sering dipertanyakan perannya. Seakan-akan IPB tidak memberikan solusi atas semua masalah kerumitan pertanian yang terjadi di negri ini. Padahal, salah satu dosen Fakultas Pertanian telah mempresentasikan temuannya di depan pemerintah, bahwa sebenarnya kita mampu menghasilkan kedelai yang memiliki kualitas sama dengan kedelai yang selama ini kita impor. Namun, penelitian tetaplah penelitian dan proposal tinggalah proposal. Karena menurut hitung-hitungan pada kenyataannya, keuntungan dari impor kedelai begitu menggiurkan, dan keuntungan yang jumlahnya milyaran itu sungguh sangat lumayan untuk masuk kantong dan "mungkin" untuk dana kampanye dan pembiayaan partai.
Begitu pelik dan runyamnya semua permasalahan antara kita dan alam. Namun pengendalian dari dalam dirilah yang mampu setidak-tidaknya untuk tidak mempercepat kerusakan-kerusakan yang terjadi di bumi kita. Air yang kita gunakan, tumbuhan dan hewan yang kita makan semuanya telah begitu mewah Tuhan hadirkan melalui alam untuk kelangsungan hidup kita. Konsumsilah seperlunya dan secukupnya, seperti yang telah diajarkan oleh agama.
Berikan cinta kita pada alam, maka alam akan memberikan cintanya pada kita
-Opi Andaresta-
Bogor, 18 September 2013
Terima kasih banyak untuk bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan. MSc
Untuk kuliah Ekologi Manusia yang membuat kita sebagai manusia
menyadari betul hubungan manusia dan alam, yang tidak selamanya berlangsung baik
dan membuat kita berpikir untuk melakukan dan memberikan yang terbaik untuk alam.
Khususnya untuk alam kita, Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H