Mohon tunggu...
Sania Sakinata
Sania Sakinata Mohon Tunggu... Jurnalis - sania sakinata

bismillah dulu baru bismillah bisa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Citayam Fashion Week Sebagai Representasi Group Think Theory

13 Februari 2023   10:19 Diperbarui: 13 Februari 2023   10:30 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fashion Week yang dalam bahasa Indonesia artinya Pekan Mode dikenal sebagai festival peragaan busana jalanan yang digelar dalam kurun waktu beberapa minggu. Bermula pada awal abad ke-20 yang mana pada saat itu desainer Perancis Charles Worth dan Paul Poiret ingin menggelar pameran karya mereka sedangkan desainer asal London, Inggris Lady Duff-Gordon juga hendak melakukan kegiatan serupa. 

Hingga pada akhirnya terjadilah hubungan kerjasama guna menggabungkan kedua acara tersebut dalam sebuah pesta dansa mewah. Para peserta diharuskan mengenakan pakaian terbaik mereka sesuai tema yang ditentukan, salah satu tema yang paling terkemuka saat itu adalah The Thousand and The Second Night yang digelar pada tahun 1911.

Kisaran tahun 1920 saat Paris telah menjadi pusat mode, yang mana pada saat itu agenda peragaan busana tidak digelar secara besar-besaran dan bersifat tertutup. Merek-merek rumah mode terkenal menggelar peragaan busana hanya untuk klien-klien mereka. 

Bahkan fotografer dilarang hadir. Hal ini menimbulkan kecemasan bagi rumah-rumah mode kecil karena saat itu mereka harus melalui seleksi yang ketat untuk disetujui menggelar peragaan busana oleh Federasi Mode Perancis. Paris Fashion week secara terbuka diadakan pertama kali pada tahun 1973. 

Pada perkembangannya, Fashion Week menjadi lebih dramatis dengan kehadiran public figure sebagai brand ambassador rumah-rumah mode terkenal. Dan kini secara rutin digelar untuk memamerkan mode busana dari musim-musim yang berbeda Di Indonesia sendiri, Paris Fashion Week dianggap sebagai budaya yang mahal. Dimana tentulah hanya orang-orang kaya yang mampu pergi ke luar negeri serta mengenakan pakaian mahal dari brand terkenal untuk mengikuti acara ini. Mulai dari Selebritas, Influencer, sert tokoh-tokoh publik Indonesia yang turut memeriahkan pagelaran ini. 

Hingga pada pertengahan tahun 2022, munculah Citayam Fashion Week sebagai suara dan aspirasi remaja-remaja tongkrongan. Kegiatan ini mulanya dari anak-anak muda yang nongkrong di sekitar wilayah Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok atau yang biasa dikenal sebagai SCBD. 

Mereka berkumpul dan adu outfit atau gaya busana satu sama lain hingga lama-lama menjadi viral dan diikuti oleh banyak orang. Fenomena budaya ini memunculkan figur-figur terkenal baru seperti Jeje, Bonge, Roy, dan Kurma yang dianggap sebagai pencetus Citayam Fashion Week. Namun sebenarnya kegiatan yang kini begitu viral di sosial media ini pertama kali dicetuskan oleh Abdul Sofi Allail atau akrab disapa Ale. 

Kegiatan ini menjadi begitu ramai sebab di klaim lebih mudah digapai dan dapat diikuti oleh siapa saja yang ingin menampilkan gaya busana mereka dijalanan. Tak hanya dari masyarakat umum, para pesohor pun turut memeriahkan Citayam Fahion Week, sebut saja Cinta Lura, Baim Wong dan Paula, Zaskia Sungkar, hingga Ridwan Kamil dan Anies Baswedan. Meskipun berulang kali hendak dibubarkan dan ditertibkan aparat, kegiatan ini masih terus berlangsung dan semakin ramai. Bahkan demam Citayam Fashion Week yang fenomenal ini sampai turut diselenggarakan di beberapa kota lain seperti Bandung, Malang, Madiun, Sukabumi, Semarang, Jogja, Medan, dan beberapa kota lain. 

Namun sayangnya, kegiatan ini menimbulkan banyak sekali pro dan kontra. Meskipun dianggap sebagai bentuk kreatifitas masyarakat dan mendukung umkm, Citayam Fashion Week juga dianggap sebagai penyebab kemacetan, pencemaran lingkungan karena sampah yang berserakan dimana-mana, hingga yang paling parah kegiatan ini dianggap sebagai tempat kaum-kaum yang memiliki penyimpangan identitas seksual seperti LGBT merajalela. 

Ditinjau dari Teori Komunikasi, hal ini termasuk dalam Group Think Theory atau pemikiran kelompok. Dimana individu-individu yang berkumpul dan menjadi sebuah kelompok akan menyebar luas untuk menerima dan memberi pesan-pesan tertentu sehingga mereka memiliki pemikiran kelompok. 

Dalam teori ini, apabila ada individu yang memilki perbedaan pendapat akan memilih untuk menahannya serta lebih memilih untuk mengikuti keputusan atau suara mayoritas. Persis seperti saat aparat kepolisian yang membubarkan Citayam Fashion Week namun kelompok masyarakat yang lebih banyak dan bersifat mayoritas lebih memilih untuk tetap melanjutkan kegiatan tersebut. Namun bukan tidak mungkin, Citayam Fashion Week akan berhasil diberhentikan mengingat semakin banyak dampak negatif yang timbul serta menuai banyak sekali keresahan dari masyarakat yang bahkan tak mengikuti kegiatan ini. 

Dilansir dari buku Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (2017) karya Richard West & Lynn H.Turner, Irving Janis menyatakan groupthink theory adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan cara anggota kelompok menyeimbangkan kebutuhan mereka untuk memadukan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu keputusan. 

Tingginya kohesivitas kelompok dimana adanya kesamaan emosi atau perasaan dan cenderung mempertahankan identitas kelompok. Hal ini dapat dijabarkan sebagai tingginya solidaritas sebuah kelompok menjadi salah satu asumsi teori ini. Terjadi pada Citayam Fashion Week yang secara mengejutkan didaftarkan Hak Kekayaan Intelektual oleh Baim Wong. Para pelaku CFW, masyarakat luas, hingga Ridwan Kamil memberikan komentar untuk menentang perilaku tersebut. Hingga munculah sebuah istilah Created by The Poor, Stolen by The Rich sebagai wujud penolakan dan pertahanan identitas Citayam Fashion Weel itu sendiri. 

Beberapa kelemahan dari Group Think Theory adalah keadaan dimana sebuah kelompok merasa puas dan percaya diri pada gagasan sehingga tidak mencari alternatif lain serta dengan mudah mematahkan dan mengabaikan pendapat minoritas. Citayam Fashion Week sebagai representasi Group Think Theory. 

Sebuah kegiatan menunjukkan kreatifitas ragam busana dari seluruh lapisan masyarakat, kemuculan publik figur baru, serta ladang penghasilan bagi pelaku umkm adalah hal yang patut diapresiasi. Namun tak bisa disangkal, bahwa situasi yang semakin tidak kondusif, kemacetan semakin tinggi, sampah dimana-mana, hingga kaum-kaum penyimpangan identitas seksual yang bergerak bebas harus segera ditangani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun