Pemerintah melalui Kementerian Agama sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengelola zakat secara nasional melalui Instruksi Presiden No 3 tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat berencana melakukan berbagai upaya pengoptimalan sumber-sumber penerimaan zakat salah satunya melalui wacana penerbitan Perpres tentang Optimalisasi Mekanisme Pengumpulan Zakat melalui pemotongan gaji ASN.Â
Zakat merupakan aturan dalam hukum syariat Islam yang tidak bersifat wajib, melainkan sukarela setelah terpenuhi nisab dan haulnya.Â
Dari wacana ini akan muncul permasalahan tentang hukum negara yang mengatur dalam ranah hukum syariat, padahal Indonesia bukan negara syariat;Â
Kedua adalah adanya perbedaan kemampuan dan kebutuhan ASN muslim dalam membayar zakat akan menimbulkan perdebatan baru, siapa ASN yang dikenakan kewajiban dan siapa ASN yang sukarela dalam membayar zakat;Â
Ketiga adalah apakah hukum negara yang digunakan dalam menetapkan aturan zakat dan pengelolaan zakat telah sesuai dengan hukum syariat, bagaimana menyeleraskannya?, ketiga permasalahan tersebut di atas yang akan terus membayangi wacana Perpres tentang Zakat ini.
Wacana pemotongan gaji ASN untuk zakat, dari sisi pemerintah lebih melihat potensi ekonomi dari nilai zakat yang dipotong dari gaji ASN muslim dimana diharapkan dapat mendukung pemerataan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan.Â
Besaran nilai yang bisa dikumpulkan menurut Kementerian Agama diperkirakan dapat mencapai Rp 10 triliun per tahun bahkan bisa lebih. Sedangkan saat ini, BAZNAS baru bisa menghimpun Rp 6 miliar per tahun.Â
Akan tetapi, jangan sampai pemerintah hanya melihat dari sisi keuntungan ekonomi saja. Tujuan pemerintah dari pemotongan zakat sebagai pemerataan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan pun perlu dioptimalkan dalam penyaluran dan pemanfaatannya serta publikasi yang intensif pada masyarakat untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik.
Secara garis besar kebijakan pemerintah  tentang Perpres Zakat bagi ASN Muslim belum tepat untuk diatur dalam sebuah kebijakan Perpres, melainkan cukup dengan peraturan yang lama yang lebih di optimalisasikan dalam manajemen pengumpulan zakat dan pemanfaatannya. Â
Jika ingin melakukan pemotongan zakat terhadap ASN, hendaknya aturan tersebut tidak menjadi aturan wajib yang diatur dalam hukum formal pemerintah, melainkan merupakan kesadaran yang muncul dari pelaksanaan hukum syariat umat Islam.Â
Disamping itu pemerintah harus memiliki data tentang berapa jumlah ASN yang duduk di Eselon, I,II,III, dan IV dan jumlah fungsional tertentu. Pemerintah juga harus mempersiapkan database tentang jumlah penghasilan dan tunjangan yang diterima oleh masing-masing ASN dengan disesuaikan Jabatan yang dipegangnya.Â