Ini disebut Internet of Things (IoT), dimana semua data yang beredar di dunia maya bisa diambil untuk dianalisis dan dibuat penilaian yang tepat dalam membuat tindakan yang tepat pula dan memang tindakan tersebut diperlukan dimasa depan.
Pengolahan data-data dari IoT tadi memerlukan adanya framework yang dapat memproses data dengan jumlah besar sehingga tercipta cluster-cluster atas data-data yang sudah diolah tadi, di mana cluster-cluster tersebut akan memudahkan penelusuran baik permasalahan maupun hambatan yang terjadi sehingga solusi yang dibuat akan efektif dan efisien.
Inilah yang Big Data lakukan, mengintegrasikan data menjadi landscape yang lebih luas, sehingga solusi yang dibuat bukan dari satu sisi saja, melainkan berbagai sisi.
Dengan menggunakan Big Data perbedaan data dilapangan dapat disikapi dengan analisis data. Unit-unit terkait yang terlibat langsung yaitu, petani, koperasi, Bulog, dinas daerah, LSM atau bahkan pedagang beras bisa memberikan laporan yang akurat atau data lapangan yang sebenarnya kepada kementerian pertanian atau Kemenko Perekonomian melalui pesan di media sosial maupun aplikasi smartphone khusus yang dibuat untuk memantau stok beras nasional.
Petani bisa menginformasikan data hasil panennya, koperasi dengan stok yang didapatnya, Bulog dengan data stok terbarunya, dll. Atau bahkan data yang didapat bukan hanya sekedar stok beras, tapi bisa dikembangkan menjadi data rantai distribusi, data pelaku usaha beras nasional, data jenis beras yang dihasilkan.
Dengan data lengkap dan banyak seperti itu, Big Data akan membuat cluster-cluster berdasarkan jenis data yang dibutuhkan, sehingga Kemenko Perekonomian maupun Kementerian Pertanian dapat membuat kebijakan yang tepat sesuai dengan kondisi lapangan, tidak hanya terbatas di stok beras nasional.
Dalam mengimplementasikan teknologi Big Data di sektor pertanian, ada 4 elemen penting yang harus diperhatikan pemerintah, yaitu data, teknologi, proses, dan SDM (Aryasa, 2015).
Indonesia cukup tertinggal dalam penggunaan Big Data ini. AS, Jepang, Korea, dan China sudah mulai sejak tahun 2009. Inggris dan negara-negara persemakmuran lainnya bahkan menginvestasikan jutaan dollar untuk mengembangkan Big Data ini.
Lembaga pemerintah yang sudah memulai penggunaan Big Data semisal LKPP, Ditjen Pajak, Badan Informasi Geospasial, dan Pemkot Kota Bandung, manfaatnya sangat besar diantaranya pengambilan keputusan yang efisien dan efektif, saling melengkapi data (data sharing), menghindari duplikasi data, meningkatkan kualitas data, mudah diakses, dan membangun kemitraan antar lembaga pemerintah.
Rekomendasi Penulis:
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, Pusat Kajian Sistem dan Hukum Administrasi Negara merekomendasikan:
- Perbaikan teknik pengumpulan data harus segera dilakukan oleh Kementerian/Lembaga pemerintah di sektor pertanian, mulai dari sumber data yang valid dengan melakukan pemetaan  luas baku lahan; Peta
- Penutupan lahan; Peta rupa bumi; Peta administrasi, dan di validkan dengan cross check data lapangan. Hal ini bisa dilakukan oleh BPS yang mempunyai otoritas untuk mempublikasikannya.
- Perlu perbaikan dan sinkronisasi data antar Kementerian dengan melakukan validasi data dan kesamaan data dengan menggunakan satu metode pengumpulan data (Amnesti Data) dari Kementerian terkait dan diperbaiki dengan metode pengumpulan data yang disempurnakan;
- Membangun sistem Big data pertanian dengan memperhatikan sumber data valid, teknologi, proses, dan SDM;
- Koordinasi antar kementerian dengan satu data, open data, dan sharing data mutlak dilakukan oleh seluruh instansi pemerintah.