Pilkada oh pilkada....apa sih sebenrnnya yang di inginkan ketika menjabat sebagai bupati /walikota di jaman sekarng.... memang ada yang bener tulus mengayomi masyarakat, ada pula yang menjajah masyarakat. Kekuasaan memang penting bagi mereka yang pragmatis dan melanggengkan dinastinnya. Sebut saja Dinasti Cendana, mulai putrannya hingga koleha cendan mendpatkan kedudukan yang strategis, berbeda dengan dinasti Pandean Sari, yang harapannya kolega mendapatkan kedudukan yang strategis harus gagal karena kalah dalam pilkada. [caption id="attachment_134522" align="aligncenter" width="1024" caption="kegundahan"][/caption] Ternyata kekalahan pasangan calon dalam pilkada juga membuat banyak kecewa, terutama adalah tim suksesnnya. ada yang menenangkan diri karena pasangan yang lain menggunakan cara yang tidak etis, sampai sampai bikin status menanyakan jati diri saya siapa  gara gara saya menulis artikel ini di  http://politik.kompasiana.com/2011/09/30/pilkada-djogja-mas-hanafi-rais-please-jangan-gantung-diri/ Artikeln saya diatas tersebut mungkin agak susah di nalar, namun jika diltusuri lebih lanjut pasti ketemu, ''ada asap, pasti ada api''. ada yang bilang karena sensasi, tulusan tidak beretika dan laen sebagainnya.  ya wajar saja. namannya Tim Sukses, jika calonnya kalah ntr gak dapat bagian proyek dong....hohoho Kasus Kisruh Pimpinan  Dewan DIY beberapa waktu lalu merupakan pintu gerbang saya melihat seorang sosok yang sangat saya kagumi, dosen saya pula yakni AR, ternyata hanya sebatas teori saja.  TIM Foredy (Forum Edukasi Yogyakarata) yang dibentuk dalam menangani kasus foredy beranggotakan kader partai politik yang juga beragam provesi seperti Dekan Fakultas Ilmu SOSPOL, advokat,pakar hukum, dan mantan pejabat daerah di Jogja, ternyata harus ''tersapu'' dr sebuah kebijakan pragatisme .
Daun tidak akan jatuh dari Pohonnya.
Allah Maha Adil
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H