Hasrat bukan satu-satunya cara bagaimana kita memahami dunia manusia. Tetapi dengan kita memahami apa itu hasrat, mungkin ini bisa sedikit membantu kita dalam menjalani kehidupan ini. Hasrat adalah pintu masuk, agar kita bisa melihat hidup ini sebagai apa adanya.
Menurut Jaques Lacan. Hasrat sulit untuk didefinisikan. Karena itu adalah hal abstrak dalam diri manusia. Hasrat kemudian didefinisikan dengan simbol-simbol atau bahasa. Kita menamainya dengan, kebahagiaan, kesedihan, kebencian, dan lain sebagainya(ini merupakan kata-kata, atau bahasa). Namun itu menemukan kendala bahwa, simbol atau bahasa sangat terbatas. Kita juga kemudian mengasosiasikan hasrat itu dengan fantasi di luar diri kita atau yang disebut simbol-simbol.
Hari ini kita melihat orang memaknai kehidupan dengan berbeda-beda dalam kebahagiaan. Orang mengadopsi simbol-simbol yang kita pikir itu bisa membahagiakannya. Orang berfantasi untuk menjadi orang terkenal atau sukses. Atau mungkin para kompasianer yang tulisannya ingin dibaca banyak orang. Dan pada akhirnya kita sendiri yang merasakan konsekuensi dari keinginan-keinginan kita sendiri.
Anggaplah ketika ia berhasil menjadi orang terkenal dan sukses, hasratnya akhirnya terpenuhi. Apakah kemudian ia bisa menjamin, bahwa terpenuhnya hasrat saat ini, akan selamanya seperti itu. Setelah itu semua tercapai hasratnya akan kembali pada model semula, dan mencari hal lain lagi untuk dipenuhi kembali.
Atau anggaplah ketika ia tak berhasil. Ia tak jadi memenuhi keinginannya untuk menjadi orang sukses dan terkenal. Hasratnya menjadi tertekan dan bisa-bisa menjadi depresi. Namun ketika ia mampu bangkit dari fantasi hasratnya dan melupakannya. Segera setelah itu hasratnya kembali menjadi model semula, dan mencari hal lain lagi untuk dipenuhi.
Atau keinginan kita agar tulisan kita di baca banyak orang, masuk artikel utama atau pilihan. Hal itu kemudian memacu kita untuk terus menulis. Keinginan kita menjadi tak pernah berhenti. Setelah sesaat tulisan kita menjadi artikel utama, hasrat itu kembali menjadi model semula, dan membuat tulisan lain lagi sampai masuk menjadi artikel utama.
Atau tulisannya menjadi gagal atau belum sesuai dengan keinginannya untuk menjadi artikel utama. Ia menjadi kecewa, bisa dengan tingkat yang biasa atau bahkan sangat kecewa, karena ia pikir bahwa, tulisannya menarik dan bermanfaat untuk banyak orang. Ia berpikir, orang menjadi terinspirasi dengan tulisannya dan ia bahagia.
Reaksinya bisa berhenti menulis atau melanjutkan tulisannya dengan berbagai alasan, agar ia terus produktif menulis. Misalnya, untuk memenuhi waktu luang, hanya untuk bersenang-senang, atau sebagai ekspresi dan lain sebagainya. Dan semuanya itu adalah daya upaya untuk mengontrol hasrat yang terus-menerus mendorong manusia.
Hasrat tidak mengenal siapa kita. Entah itu presiden, konglomerat sampai orang biasa. Setiap orang sudah selalu pasti bergumul dengan hasratnya. Orang biasa menilai jabatan dan kekayaan sebagai sumber kebahagiaan, dan membuat mereka susah payah mengejar itu. Sedangkan orang yang punya jabatan dan kekayaan, berpikir hidup sederhana di desa lebih tenang dan bahagia dari tekanan yang dialaminya.
Lalu mengapa kedua hal itu sulit dilepas oleh mereka. Pertama bisa karena, kesepakatan dan anggapan masa kini, bahwa harta dan jabatan adalah sumber kebahagiaan, diwariskan kepada keturunannya, mendapatkan kehormatan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu kekayaan dan jabatan layak untuk dipertahankan atau dikejar.