Bercanda merupakan pintu masuk untuk mengekspos aib orang lain. Karena sifatnya bercanda orang kemudian tanpa sadar telah melakukan itu. Oleh karena itu, rasa empati kita perlu dipertanyakan. Atau memang rasa empati kita telah menjadi tumpul.
Memang sudah menjadi bagian dari sifat manusia untuk terus bergosip, tentang hal-hal yang seharusnya tidak perlu. Ada saja untuk mencari-cari kesalahan orang lain atas nama lelucon. Orang seperti merasa tidak melanggar apa-apa, karena tujuannya hanya untuk bercanda. Di hadapan bercanda semuanya menjadi biasa.
Orang kemudian berpikir atau secara tak langsung membuat cara, bagaimana membicarakan aib orang lain tanpa harus merasa bersalah. Dan tidak dicap sebagai orang yang suka bergosip, karena bergosip dianggap sebagai sesuatu hal yang negatif di masyarakat atau hal yang tak berguna.
Dalam lingkungan pergaulan mungkin tidak menjadi masalah. Karena tak ada dampak berarti yang ditimbulkan. Lelucon tentang aib orang lain, hanya terbatas pada lingkungan pergaulan itu. Namun pergaulan yang seperti apa dulu, karena tidak semua tempat mau menerima lelucon tentang aib orang lain. Bisa saja menimbulkan ketersinggungan dan hal-hal yang tidak diinginkan, serta merugikan diri sendiri dan orang lain.
Namun pada kenyataannya dalam pergaulan juga, individu-individu itu kurang dalam mengontrol perkataan mereka. Kita mungkin niat untuk bercanda, tapi lawan bicara kita tidak berpikir demikian. Orang punya tujuan masing-masing yang dibawa ke dalam pergaulan. Latar belakangnya seperti apa sesudah kita bertemunya terakhir kali. Kita tak pernah tahu sampai kita bertemu dalam pergaulan kembali.
Dampak dari aib orang lain yang kita leluconkan atau selisih paham ketika bercanda dalam pergaulan, mungkin masih bisa kontrol dan sadari. Meskipun juga dapat menimbulkan mental pura-pura pada kita, karena hanya berani di belakang layar. Atau dampak yang bisa kita bayangkan, ketika salah satu lawan bicara kita, tak terima atau tersinggung dengan lelucon kita.
Yang paling susah untuk disadari adalah, ketika sudah memasuki dunia maya. Semua terjadi begitu saja. Kita perlu menyaring, postingan-postingan yang tanpa sadar telah menertawakan aib orang lain. Mereka biasanya menggunakan simbol-simbol, yang tampaknya tak berarti apa-apa, namun mempunyai dampak yang berarti bagi mental orang lain.
Simbol-simbol itu biasanya merupakan suatu hal yang terjadi pada aib tersebut. Atau rangkaian kejadian sehingga aib itu terjadi. Contohnya, seperti kasus perselingkuhan yang melibatkan tokoh yang berpengaruh misalnya. Ada kejadian atau kegiatan sebelum perselingkuhan itu terjadi. Seperti, ketika mereka hendak beristirahat mereka pasti duduk bercerita sambil minum atau memakan sesuatu terlebih dahulu.
Tanpa sadar orang-orang mulai berpikir, bagaimana caranya agar membicarakan perselingkuhan itu tanpa dinilai berlebihan oleh pengikutnya di sosial media. Mereka tidak langsung membicarakan perselingkuhan itu, namun fokus membangun lelucon pada kegiatan yang mereka lakukan sebelumnya. Misalnya mereka meminum kopi, atau melakukan video call.
Lelucon-lelucon itu tersebut tersebar semakin luas, baik dalam bentuk tulisan atau video. Misalnya tulisan seperti "Saya kalau bertamu di rumah orang kalau disuguhkan kopi, saya tidak akan minum." Begitu saja, selesai. Atau video yang memparodikan salah satu dari orang yang berselingkuh itu, melakukan panggilan video call via WhatsApp.