Kita perlu memahami produktivitas palsu ini agar sesuai dengan konteksnya. Produktivitas seperti apa yang kita kerjakan agar sesuai dengan target yang kita tuju. Ada produktivitas yang kemudian menghasilkan sesuatu secara langsung. Atau hanya terus menghasilkan sesuatu, namun belum juga menunjukkan hasil.
Produktivitas yang dikerjakan di kantor atau kampus, memang menuntut kita untuk menghasilkan sesuatu. Entah kita menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, atau apakah menghasilkan sesuatu yang lebih daripada tugas-tugas yang diberikan tersebut.
Kita bisa menyelesaikan tugas melebihi apa yang ditargetkan bos. Atau kita mampu menyelesaikan tugas dengan baik, bukan hanya tentang mendapatkan nilai saja, tapi mampu memuaskan dosen. Atau pun sebaliknya bos atau dosen sangat tidak puas dengan kinerja kita.
Ada produktivitas yang langsung menghasilkan sesuatu. Misalnya mendapat apresiasi, bonus, dan gaji. Atau mendapatkan nilai setelah kita menyelesaikan tugas yang diberikan dosen. Tapi kita harus terima, bahwa setiap hasil hampir selalu di luar ekspetasi kita.
Kemudian ada produktivitas tidak langsung menghasilkan sesuatu dan bersifat menunggu. Produktivitas ini sering didapati pada penulis dan seniman. Mereka terus menghasilkan dan sangat berharap pada hasil karyanya. Yang kadang pada satu titik mereka mempertanyakannya, apakah yang mereka kerjakan hanyalah sia-sia. Atau apakah menurut kita, mereka terjebak ke dalam produktivitas palsu?
Pada waktu-waktu tertentu kita meluangkan waktu untuk membaca tips-tips bagaimana meningkatkan kinerja dan produktivitas. Tetapi mengapa produktivitas setiap orang bisa berbeda-beda. Padahal mungkin setiap orang mengoleksi banyak artikel-artikel tentang peningkatan produktivitas.
Penyebabnya mungkin pada diri kita sendiri. Suasana hati kita atau mood yang berubah-ubah, sedangkan kegiatan kantor atau kampus sangat menumpuk. Serta menuntut kita untuk terus menyelesaikan target itu. Akhirnya tugas itu menjadi berantakan dan terkesan ngawur. Kita seolah-olah sibuk dengan tugas-tugas itu, padahal sebenarnya tak menghasilkan apa-apa.
Kita harus menyadari, bahwa ini merupakan pilihan yang kita pilih. Kita sudah siap dengan segala konsekuensinya. Mungkin itu cara yang terbaik untuk kita tanamkan pada diri kita. Atau mungkin kita salah dalam memilih, kita bisa memilih pilihan lain yang sekiranya sesuai dengan kemampuan kita.
Atau mengikuti pandangan stoikisme, bahwa sesuatu yang berada di luar diri kita merupakan sesuatu yang tidak bisa dikendalikan sesuai kehendak kita. Kita coba fokus saja dengan apa-apa yang bisa diri kita kerjakan atau jangan memaksakan diri kita atau keadaan. Atau pandangan ala kaum eksistensialis, bahwa hidup adalah pilihan dengan segala konsekuensinya.