Konten yang menarik pasti akan digandrungi pembaca atau penonton, jika itu ditayangkan di TV atau platform sosial media. Terutama konten-konten yang bersifat segera, atau yang lagi hangat dibicarakan.
Semua dilahap begitu cepat, agar tak kehilangan informasi, meskipun informasi itu juga pada akhirnya tak bersarang di kepala mereka. Orang merasa terpinggirkan dalam kehidupan, jika tak mendapatkan berita terbaru.
Berita-berita hoax bertebaran dan mudah sekali untuk dijangkau, hanya dengan sentuhan jari saja. Serta konten-konten yang dikemas menarik dan tidak memberi pesan reflektif apa pun.
Konten yang menarik atau yang bersifat informatif, juga membuat orang semakin jauh terpinggirkan meskipun tak separah orang-orang yang termakan hoax. Atas nama pengetahuan hari ini, semua orang justru tercerabut dari dunia reflektifnya.
Lalu mengapa konten-konten yang reflektif justru tenggelam di antara konten-konten yang menarik, informatif, serta hoax. Orang jadi merasa tak mendapatkan apa-apa dari konten omong kosong yang disebut reflektif.
Baik konten yang informatif dan yang reflektif, sama-sama memiliki perbedaan. Mungkin perbedaan itu sulit disadari oleh kita, atau mungkin kita tahu dan tak peduli tentang hal itu.
Konten yang bersifat informatif akan menawarkan informasi-informasi terkini. Berita selebriti terbaru, tips-tips sehari-hari, serta alat-alat teknologi terbarukan, yang semakin memudahkan kehidupan manusia.
Sedangkan konten yang reflektif seakan tenggelam dan terabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin menjadi tidak menarik, karena terletak pada keabstrakkannya. Buat apa membaca atau menonton sesuatu yang sulit dijelaskan atau dijangkau.
Membahas tentang apa itu kebahagiaan, apa itu kehidupan, apa itu cinta, atau apa itu inti terdalam dari kehidupan manusia. Seakan membuat sebagian orang menjadi risi, serta mengatakan bahwa itu tidak perlu dipertanyakan ulang.
Martin Heidegger sang filsuf Jerman ini mengajak kita semua untuk berpikir reflektif. Agar keseharian kita tidak terjebak dalam banalitas kehidupan yang mengalir bagai banjir bandang. Arus begitu cepat dan dangkal untuk memuaskan dan mengisi kekosongan pada setiap diri manusia hari ini.
Menurut Martin Heidegger, berpikir pragmatis dan instrumental sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Kita mungkin bisa saja tergerus dan terseret keluar dari diri kita sendiri. Menyandarkan diri kita pada dunia yang cepat berubah, dan karena tak bersifat tetap, ia akan terus menarik manusia ke atas dari dunia reflektifnya.
Karena pengetahuan hari ini bersifat pragmatis, orang kemudian kerap memasti-mastikan sesuatu tanpa benar-benar memikirkannya. "Dengan kerja keras kita pasti akan sukses." Demikianlah yang dikatakan seorang motivator kenamaan.
Informasi yang menarik, tips-tips, atau teknologi terbarukan, mungkin sulit dikontrol oleh media-media yang haus akan keuntungan. Informasi-informasi tersebut terlalu menggiurkan untuk tidak ditayangkan, dan karena bersifat segera dan membawa keuntungan sehingga menenggelamkan informasi-informasi yang membawa pesan reflektif.
Memang tak ada yang salah dari konten-konten yang menarik. Karena konten-konten bersifat pragmatis dan instrumental. Justru untuk memudahkan kehidupan manusia itu sendiri. Dan demi keberlangsungan kedua belah pihak, antara pembaca dan media itu sendiri.
Karena manusia kerap teralihkan oleh informasi sehari-hari dari dunia reflektifnya. Kita seharusnya menyeimbangkan informasi-informasi yang masuk melalui panca indra kita. Namun hampir semua pembaca hanya dipesan untuk menyaring berita hoax, itu pun masih saja lolos dan termakan hoax tersebut.
Bukan hanya tugas pembaca untuk menyeimbangkan informasi-informasi yang akan ia peroleh, namun tugas media juga penting untuk menyeimbangkan bacaan-bacaan yang disuguhkan ke pembacanya.
Bukan hanya informasi yang menarik dan iklan-iklan yang ditampilkan, dan pembaca juga mendapatkan tidak hanya pesan reflektif, namun juga kembali pada dunia reflektifnya.
Orang yang memahami tidak hanya menyaring informasi hoax. Namun dapat memilih bacaan-bacaan yang menyeimbangkan, antara informasi yang hanya sekedar informasi dan bacaan yang menarik mereka untuk berreflektif.
Sedangkan bagaimana dengan yang tak memahami. Ini kembali pada media itu sendiri. Mereka harus bisa menyeimbangkan keduanya sebelum disuguhkan kepada pembaca atau penonton. Media hanya mentok pada menyeleksi konten hoax dan informasi yang menyebabkan ketidaknyamanan. Â
Seperti para penulis atau novelis lakukan, mereka juga tak hanya membaca buku-buku non-fiksi, namun mereka juga menyeimbangkan dengan membaca buku-buku fiksi. Untuk menyeimbangkan dunia sehari-harinya dengan dunia imajinasi, atau dunia batin mereka.
Solusi yang ditawarkan oleh Martin Heidegger dalam berefleksi adalah, kita seharusnya waspada, menunggu, dan bersabar di hadapan realitas. Tidak terburu-buru, artinya membiarkan hati nurani kita berbicara pada kita. Atau membiarkan realitaslah yang mewahyukan dirinya pada kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI