seksualitas hari ini perlahan berubah bentuk pada sesuatu yang dianggap normal. Bukan tentang seks bebas yang orang lakukan secara tersembunyi. Lalu kemudian, bersikap seolah-olah tak melakukan apa-apa.
Apakah kita menyadari bahwa,Perubahan ini terjadi pada bentuknya, akan tetapi esensinya tetap sama. Baik dalam percakapan sehari-hari, atau yang paling marak terjadi di Sosial media. Sebagian orang mungkin menganggapnya biasa. Tetapi hal ini seharusnya bisa dipertanyakan ulang.
Dalam percakapan sehari-hari orang begitu biasa merepresentasikan apa yang ia pikirkan atau lihat, untuk berbicara tentang seksualitas. Dan pada yang sama ia tak merasa melanggar sesuatu atau norma.
Contoh, kita mengandaikan buah pisang sebagai kelamin laki-laki. Atau mengandaikan gunung atau buah tertentu sebagai payudara perempuan. Atau contoh-contoh lainya yang bisa kita temukan dan mungkin pernah kita lakukan.
Hal ini begitu biasa dilakukan sehari-hari dan tak mengenal batas usia. Mungkin sering kita saksikan pada acara-acara TV, terutama pada acara yang berbau komedi, dan di berbagai Sosial media, seperti You tube dll.
Atau mungkin kita temukan pada konten-konten yang hanya mengejar jam tayang dan like. Mereka memparodikan seksualitas yang sensitif kepada bentuk-bentuk lain. Agar supaya tidak kelihatan melanggar aturan. Dan orang yang menonton terkesan menjadi lucu dan terhibur.
Contoh yang biasa mereka parodikan adalah, aktivitas hubungan seksual. Mereka membuat misalnya, paku yang ditancapkan ke tanah lalu kemudian dipalu, dan sesudah itu diikuti oleh suara teriakan atau desahan wanita. Yang seolah-olah mereka melakukan hubungan seksual.
Dan masih banyak contoh lainnya, seperti wanita yang memakan es krim, pisang, atau permen dengan gestur seakan sedang melakukan oral seks. Itu seakan lumrah untuk dilakukan. Dan semua orang kemudian menjadi sulit untuk menilai atau melarang, bahwa itu melanggar aturan atau norma. Yang anehnya itu diserahkan kepada yang menonton atau orang yang melihat. Tergantung pada persepsi atau makna yang kita berikan. Padahal itu sangat jelas mempertontonkan pornografi.
Seksualitas adalah hal yang paling banyak dieksploitasi untuk dijadikan bahan lelucon atau konten-konten. Orang berusaha memanipulasi objek-objek yang sekiranya bisa mempresentasikan seksualitas. Dan itu berhasil dan dianggap biasa oleh masyarakat.
Apakah ini melanggar? Secara harafiah mungkin tidak. Karena ketika ditayangkan pada Sosial media atau TV, semua seakan menjadi lolos dari filter aplikasi atau editor. Apa lagi dalam percakapan sehari-hari. Orang mudah saja beralibi, karena apa yang ia katakan bersifat substitusi dan maknanya bisa dikembalikan pada bentuk aslinya.
Pertanyaannya mengapa hal ini menjadi hal biasa dan tak terjadi apa-apa. Mengapa kita dilarang menonton hal-hal yang berbau pornografi dan boleh menonton pornografi yang disubstitusikan. Seseorang  yang memperlihatkan seksualitas secara langsung, mengapa ditangkap dan dilarang. Sedangkan orang yang dengan sengaja menyubstitusikan aktivitas seksual atau kata-kata yang mengandung seksualitas, tidak ditangkap atau dilarang.
Orang kemudian hidup pada tatanan fungsi, sedangkan dunia makna diasosiasikan sebebas-bebasnya. Orang menyadari bahwa, fungsi dan makna tidak bisa saling menggantikan, karena hanya akan menjadi debat kusir jika itu dibenturkan. Pornografi yang disubstitusikan hanya bisa lolos pada tatanan fungsi namun tidak pada makna.
Hal ini sudah pasti akan lolos dari jerat undang-undang, karena undang-undang hanya bisa bekerja pada tatanan fungsi. Dan esensi asli dari sebuah parodi seksualitas tidak dapat dijangkau oleh undang-undang. Bagaimana bisa tertangkap, jika pelaku hanya memalu paku sambil diiringi jeritan wanita.Â
Persoalan itu baik atau tidak, masih bisa dibicarakan. Namun berbicara soal keadilan itu sudah pasti menjadi berat sebelah, apalagi jika dilihat lagi menggunakan kacamata agama. Semua menjadi biasa jika di atas kehidupan sehari-hari, namun menjadi berbeda jika ditarik ke dalam dunia permenungan. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H