Mohon tunggu...
Macg Prastio
Macg Prastio Mohon Tunggu... Buruh - Blogger

Rakyat Konoha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kebahagiaan Itu Semu

16 November 2023   09:47 Diperbarui: 16 November 2023   10:27 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar. How art you today/Lisa Lach-Nielsen

Beberapa hari terakhir ini. Saya dan kawan saya lagi senang-senangnya memancing cumi-cumi di sebuah pelabuhan di dekat rumah kami. Saya tidak pernah mendapat satu ekor pun, tapi kawan saya itu sudah lebih dari tiga ekor. Namun begitu, saya menemukan cumi-cumi dalam kepala saya. Cumi-cumi itu adalah tentang kebahagiaan.

Saya coba memikirkan kebahagiaan secara apa adanya. Ini bukan tentang kebahagiaan yang didapatkan dari sensasi akibat dari mancing cumi-cumi tadi, melainkan kebalikannya. Sensasi yang kita dapatkan dari mancing cumi-cumi tadi adalah hanyalah sebuah alat kebahagiaan yang bersifat sementara.

Ini sama dengan apa yang kita praktikan sehari-hari. Baik anggapan yang merupakan konsep-konsep atau prinsip kita untuk mencapai kebahagiaan. Atau benda-benda yang kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan kita. Entah itu untuk keperluan sehari-hari atau untuk kita bersenang-senang.

Saya coba membandingkan kehidupan primordial manusia zaman pemburu-pengumpul dengan kegiatan mancing cumi-cumi tadi. Artinya ketika para pemburu-pengumpul tadi berburu mangsa, katakan seekor cumi-cumi tadi. Ia akan pertaruhkan segalanya untuk mendapatkan buruannya. Kalau tidak ia dan keluarganya terancam mati, karena kelaparan.  

Ini berbeda dengan saya yang tidak pernah mendapatkan satu ekor pun cumi-cumi. Nyawa saya tidak akan terancam akibat kelaparan. Ini masalah yang terjadi di era milenial ini, bahwa mungkin saya tidak kelaparan tapi secara mental saya terganggu. Saya mengalami stres dan kesal karena tidak mendapatkan cumi-cumi, sedangkan sahabat saya sangat bahagia ketika mendapatkan cumi-cumi.

Di situlah pikiran saya mulai tumbuh dengan pikiran yang negatif. Bahwa, saya tidak berbakat, saya tidak memiliki peralatan yang bagus, dan faktor lainnya yang justru merugikan diri saya secara mental. Akhirnya saya berlarut-larut dalam pikiran negatif, dan tidak cepat untuk memperbaikinya tentang apa yang membuat saya gagal dalam mendapatkan seekor cumi-cumi.

Sebenarnya kebahagiaan itu bisa dikatakan tidak ada, artinya jika dilihat dari kebahagiaan itu sendiri. Kebahagiaan itu selalu tergantung dari apa yang berada di luar diri kita. Kita bisa melihatnya dengan membandingkan dengan kehidupan manusia zaman pemburu-pengumpul. Karena seharusnya kebahagiaan kita, setidaknya harus seperti mereka.

Ketika manusia pemburu-pengumpul tadi mendapatkan buruannya mereka sangat bahagia, karena mereka masih bisa bertahan hidup. Ketika mereka tidak mendapatkan buruannya, mereka tidak akan berlarut dalam kecemasannya, sesudah setelah itu mereka akan melanjutkan buruannya. Hal ini tidak didorong oleh mental mereka yang stres, tapi didorong oleh perut mereka yang kelaparan.

Ketika saya mulai merasa kesal akibat tidak mendapatkan cumi-cumi. Saya seharusnya berpikir bahwa, hal ini tidak akan mengancam kehidupan saya secara fisik. Tidak mengancam kita secara fisik inilah yang dilupakan oleh manusia sekarang. Karena ini berhubungan dengan kehidupan primordial manusia pemburu-pengumpul.

Kebahagiaan sekarang tanpa kita sadari mulai bergeser, dari yang sebatas fisik semata, kini mulai merambah kepada psikologi kita. Dari yang cemas akan mati kelaparan, sampai yang cemas kepada kelaparan prestasi, pengakuan, jabatan, dan harta benda. Dulu, mungkin kualitas mental seseorang dilihat dari fisiknya, sekarang kualitas fisiknya dilihat dari mentalnya.

Sekarang kita bisa melihatnya dalam sepak bola atau olahraga lainya. Mengapa tim yang punya materi pemain yang bagus malah tumbang, sedangkan tim seperti Leicester City bisa menjuarai Liga Inggris. Sama halnya dengan saya memancing cumi-cumi tadi, entah dapat atau tidak seharusnya itu tidak mempengaruhi mental saya, karena itu tidak mengancam kehidupan saya.

Salah satu faktor yang dibangkitkan adalah mental purba yang telah dilupakan. Bahwa permainan ini adalah hidup dan mati mereka, nasib mereka ditentukan dari pertandingan ke pertandingan selanjutnya. Mental ini sama dengan mental para pemburu-pengumpul ketika berburu untuk mempertahankan kehidupan mereka.  

Saya tidak mengatakan bahwa, kebahagiaan kita seharusnya seperti mereka. Tapi inilah yang harus kita percayai, menurut saya. Mengapa, karena kebahagiaan mereka, adalah kebahagiaan paling awal dari kehidupan manusia. Ditambah lagi dari teori evolusi, bahwa kita mungkin berubah secara fisik atau zaman yang berubah tapi secara insting atau naluri kita tidak jauh berbeda dengan mereka.

Refleksi saya dari memancing cumi-cumi tadi adalah kita perlu berhati-hati dalam menentukan kehidupan kita, karena akan mempengaruhi pada kualitas kebahagiaan kita. Sekarang kita tidak lagi mati karena kelaparan, namun tingkat kecemasan yang buruk membunuh dan merusak manusia di era modern ini.

Kita mungkin berpikir bahwa, kehidupan ini sudah berbeda zaman. Sangat tidak relevan membandingkan kehidupan manusia zaman pemburu-pengumpul dengan kehidupan modern sekarang. Sah-sah saja bahwa ada yang mengatakan, sekarang manusia meraih kebahagiaannya dengan cara yang berbeda dengan para pendahulunya. Karena faktor lingkungan atau faktor lainnya.

Tapi itu adalah pilihan hidup kita di dunia yang sangat menjunjung tinggi kebebasan ini. Apakah kita sudah terlanjur jauh maju ke depan, dan tidak mungkin kembali lagi pada kehidupan yang dulu. Sekarang kita terus berburu kebahagiaan yang mudah hilang, hanya supaya kita dianggap hidup. Hal sederhana yang sering kita lakukan adalah mengunggah foto kita di sosial media secara berkala, supaya orang tahu bahwa kita masih dianggap hidup.

Kembali pada persoalan cumi-cumi tadi, saya anggap bahwa mendapatkan cumi-cumi adalah tujuan hidup saya. Namun bagaimana kalau seandainya saya tidak mendapatkan tujuan hidup saya itu. Saya setuju bahwa, memiliki tujuan hidup itu adalah baik. Hanya masalahnya ketika tujuan itu gagal, mereka terutama para anak muda kurang siap untuk gagal dan itu mempengaruhi kualitas mental mereka.

Saya yakin ketika para pemburu-pengumpul ini hidup di zaman sekarang, mereka pasti akan bahagia. Kenapa. Karena kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya terpenuhi serta keamanan dan ketertiban mereka yang terjamin. Itulah sebabnya mengapa, para artis bunuh diri padahal mereka hidup serba berkecukupan, atau persoalan anak muda lainya, yang merenggut nyawa mereka sendiri.

Saya pikir ini terletak pada kurangnya manajemen pada mental. Kita kurang berpikir dan merefleksikan diri. Persoalan lain, selain daripada persoalan fisik adalah semu. Artinya selama kebutuhan kita akan hidup seperti, sandang, pangan, dan papan terpenuhi. Maka itu adalah kebahagiaan yang layak kita syukuri dan nikmati.

Namun sayang kebutuhan manusia tidak pernah cukup, bahkan sulit untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Semua harus lebih dari satu, sepatu lebih dari satu, rumah lebih dari satu, mobil lebih dari satu, dan lain sebagainya. Kita cepat mudah merasa bosan, sehingga mental kita yang primordial itu perlahan-lahan lenyap.

Persoalan saya yang memancing cumi-cumi tadi adalah persoalan semu, karena sama sekali tidak mengancam keberlangsungan hidup saya. Saya malah merendahkan diri saya secara negatif yang justru merugikan diri saya sendiri. Sama halnya, ketika kita kalah dalam kehidupan ini, maka itu tidak mengancam keberlangsungan hidup kita. Namun pada akhirnya kita bangkit dan tidak menyerah itu adalah pilihan hidup kita. Dan juga tidak mempengaruhi keberlangsungan hidup kita.

Saya tidak mengatakan bahwa, ini sebagai suatu kebenaran. Mungkin ini hanyalah remah-remah dari sebuah kebenaran. Saat ini, saya berpikir bahwa, kebahagiaan saya paling tidak seperti kebahagiaan para pemburu-pengumpul. Karena itu yang diwariskan leluhur kita melalui DNA yang lolos dari evolusi.

  

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun